Oleh: Toto Suharya
Banyak orang berpendapat bahwa karakter
tidak bisa diajarkan, karena karakter seharusnya dilakukan. Bagi yang tidak
paham pendidikan pernyataan ini bisa saja benar, dan parahnya pendidikan karakter
seolah-olah tidak butuh pengetahuan. Muncullah masalah bahwa pendidikan saat
ini teralu fokus pada pengetahuan dan tidak mengajarkan tentang karakter.
Akhirnya ramai-ramailah menghujat pembelajaran kognitif sebagai biang kerok pendidikan
tidak berkualitas.
Menarik untuk disimak teori
pengetahuan dari Descartes, “semua aksi fisik merupakan akibat. Semua akibat
terjadi sebagai sebuah wujud dari pikiran” (Russel, 2016). Pernyataan Descartes
ini akan menjebak kita pada subjektivitas yang tinggi, mengarah pada pengkultusan
pikiran sebagai sebab. Namun pesan yang harus kita tangkap di sini adalah kemampuan
berpikir pada manusia menjadi hal penting dalam memahami realitas dan bahkan memahami
keberadaan Tuhan. Sebagaimana di dalam kita suci Al-Qur’an Allah memerintahkan berulang-ulang
pada manusia untuk berpikir. Intinya, berpikir menjadi faktor penting bagi
peningkatan kualitas manusia terutama digunakan dalam dunia pendidikan.
Imanuel Kant memandang bahwa
seluruh perubahan berlangsung sesuai dengan hukum hubungan sebab dan efek.
Sementara Al-Gazhali menolak hukum kausalitas karena khawatir manusia akan
terjebak pada kebenaran kausalitas yang hanya dilihat dari fakta empiris, sehingga
mengabaikan kebenaran-kebenaran ilahiah (Abdullah, 2002). Penulis berpandangan bahwa
kausalitas harus dipandang sebagai kehendak Tuhan. Jadi segala sesuatu yang
terjadi tidak akan lepas dari kehendak Tuhan. Dengan demikian setiap kejadian
yang dipahami secara faktual pada hakikatnya adalah dari Tuhan. Lantas tidak
menjadi manusia harus berhenti memahami kausalitas-kausalitas di alam, karena
Allah menciptakan miliaran bahkan triliunan kausalitas yang saling berhubungan.
Akal, alam, dan Tuhan adalah tiga
objek yang pasti selalu mewarnai tindakan manusia. Pandangan saya dalam hal
ini, Tuhan adalah sebab, sementara pikiran dan alam nyata adalah kehendak-Nya.
Manusia diberi kemampuan untuk menggali berbagai pengetahuan dari akal dan alam.
Tuhan menjadi sebab utama, sementara akal (pikiran) dan alam (tindakan) adalah
akibat. Sementara apa yang dilakukan manusia dan terjadi di alam berlaku sebab akibat
sesuai ketentuan Tuhan Yang Maha Luas Pengetahuannya. Sepertinya pendapat saya
seperti keterpkasaan manusia pada Tuhan, namun tidak demikian karena Tuhan Maha
Luas Pengetahuannya.
Kembali pada pengajaran karakter,
dengan padangan di atas saya menyimpulkan bahwa seluruh prilaku manusia adalah
akibat dari pengetahuan yang dipikirkannya. Sekalipun ada tindakan-tindakan
yang tidak disadari, bukan berarti tidak ada keterlibatan pikiran. Tindakan-tindakan
yang tidak disadari adalah sebuah tindakan berdasar pengetahuan yang telah melalui
proses pemikiran dengan kecepatan tinggi. Pada awalnya anak kecil tidak tahu
api panas, pada saat menyentuh api pikirannya memperoses dengan cepat sehingga
menghasilkan gerakan reflek. Pengetahuan ini tersimpan dan selanjutnya anak
akan menjauhi api berdasarkan pengetahuan yang telah dimilikinya. Oeh karena
itu, pendidikan adalah mengajarkan anak-anak untuk melakukan hal-hal yang baik
yang bisa membawa keberuntungan dirinya, dan menjauhi perbuatan-perbuatan buruk
yang dapat merugikan dirinya.
Dalam hal ini saya ingin
menyampaikan, bahwa dalam kontek pendidikan, pendidikan karakter tetap pada
dasarnya bermuara pada seperangkat pengetahuan yang harus dimiliki anak-anak
agar dengan pengetahuan tersebut anak-anak bisa melakukan hal-hal yang baik
untuk dirinya dan bermanfaat bagi orang lain. Jenis pengetahuan dalam
pendidikan terbagi menjadi tiga yaitu, pengetahuan untuk melatih kemampuan
berpikir (fokus pada teori mata pelajaran), pengetahuan untuk menimbulkan efek senang
(fokus pada harapan-harapan baik di masa depan), dan pengetahuan sebagai pedoman
bertindak (pengetahuan tentang pekerjaan teknis).
Dalam pandangan sekuler ketiga
jenis pengetahuan di atas, pada prakteknya dikategorokan secara terpisah
sehingga implentasinya terpisah-pisah. Kadang pembelajaran cenderung pada pengetahuan-pengetahuan
teori pada jurusan, mata pelajaran, dan sedikit sekali memiliki pengetahuan harapan-harapan
baik, dan pedoman pola tindak. Pada akhirnya pembelajaran menjadi kurang
bermakna dan kegiatan yang tidak menyenangkan serta tidak menyelesaikan
masalah-masalah kehidupan yang kelak dihadapi anak-anak dalam realitas
kehidupan.
Sebagai kritikan terhadap
pengajaran di atas, ketiga jenis pengetahuan harus dintegrasikan dalam sebuah
pembelajaran. Pembelajaran harus mengajarkan pengetahuan yang melatih nalar,
membuka harapan-harapan baik dan menjadi pedoman bertindak dalam kehidupan. Pengetahuan
apa yang harus diajarkan dan bagaimana cara mengajarkannya?
Pengetahuan Etika
Pengetahuan etika berisi tentang
teori-teori tentang tata cara bagaimana manusia berhubungan dengan sesama manusia,
alam dan Tuhan. Pengetahuan-pengetahuan ini secara sinergis bisa dijelaskan di
dalam pelajaran agama dan budi pekerti. Pengajaran agama diajarkan untuk membangun
harmonisasi kehidupan antar sesama umat manusia yang sama-sama menghuni satu
planet bumi. Etika-etika kehidupan dalam agama bisa dijelaskan dalam bahasa
logika yang mengajak kepada semua umat manusia untuk berbuat sesuatu yang
memberi manfaat pada manusia dan alam sebagaimana Tuhan memerintahkan. Semua mata pelajaran harus bisa mengupas
masalah-masalah etika dari sudut pandang kajian ilmu-ilmu yang digelutinya. Pengetahuan
ini akan membawa anak-anak menjadi sosok berakhlak dan beriman kepada Tuhan.
Pengetahuan harapan
Pengetahuan harapan adalah sebuah
pandangan ke masa depan yang dibentuk oleh pengetahuan-pengetahuan yang membawa
efek senang. Sebagaimana dalam bagian fungsi otak berfungsi mengontrol efek
perasaan. Dalam dunia pendidikan diharapkan anak-anak terus diberi informasi yang
dapat membawa efek senang sehingga dapat terus memotivasi anak-anak untuk
semangat belajar. Pengetahuan-pengetahuan harapan itu bisa dibangun dari pelajaran
agama, dan seluruh mata pelajaran yang membawa kabar baik bagi anak-anak di
masa depan. Khususnya mata pelajaran sejarah, yang bisa dikemas menjadi
pelajaran tentang harapan hidup di masa depan. Pengetahuan ini akan membawa anak-anak
berjiwa optimis, tekun, dan produktif serta tetap beriman pada Tuhan.
Pengetahuan Teknis
Pengetahuan teknis adalah seperangkat
pengetahuan yang bermanfaat bagi anak-anak yang dapat menjadi pola tindak,
berupa pengetahuan keterampilan berpikir dan keterampilan fisik mekanik.
Diawali dari pelajaran agama yang mengajarkan ketermpilan berpikir, sampai
kepada mata-mata pelajaran alam yang bisa mengajarkan pengetahuan keterampilan
teknik. Keterampilan teknik ini menjadi modal mereka untuk bisa berkarya nyata
untuk kehidupan dirinya dan orang lain. Pengetahuan ini akan membawa anak-anak
menjadi manusia-manusia pekerja keras, kreatif, dan beriman kepada Tuhan.
Pengajaran adalah sebuah tindakan
kreatif dan dinamis. Untuk itu tidak akan pernah akan ada satu metode
pengajaran baku yang dapat terus menerus dilakukan secara seragam oleh semua
guru. Pengajaran sangat subjektif dan tergantung kepada siapa pelakunya.
Sekalipun guru distandardisasi melalui program sertifikasi, tidak berarti
setiap guru akan bertindak sama dalam pelaksanakan pengajarannya. Standardisasi
hanya bisa dilakukan pada tataran kerangka berpikir substansi pengetahuan apa
yang harus dialkukan agar pengajarannya punya efek sama pada anak-anak. Tiga
jenis pengetahuan yaitu etika, harapan, dan teknis adalah standardisasi bagi
siapa saja guru yang akan melakukan pengajaran.
Pada tataran aplikasi guru memiliki
kebebasan untuk mengajarkan ketiga pengetahuan di atas dengan berbagai macam
gaya dan pendekatan. Guru merdeka, seperti ada beberapa orang yang akan
berenang menyebarang sungai, setiap orang tentu diberi kebebasan untuk menggunakan
berbagai macam gaya yang dikuasinya yang penting bisa menyebrang sungai. Guru
tidak seperti orang yang mau lomba renang, untuk menuju suatu tujuan harus
menggunakan gaya yang sama. Untuk itu, pendidikan
bukan lomba tetapi sebuah kerjasama untuk melahirkan tujuan yang sama dengan
memberi kebebasan untuk mengajarkan tiga pengetahuan sesuai dengan kompetensi guru
yang dimilikinya.
Idealnya dalam setiap pengajaran,
guru memberi masukkan ketiga ranah pengetahuan yang harus dimiliki anak.
Pendekatan yang digunakan adalah pengajaran terpadu berbasis pada tema. Namun
demikian ada keterbatasan para guru mengajar dengan model ini. Bagi mereka yang
memiliki keterbatasan dalam mengajarkan model terpadu, secara parsial masih bisa
dilakukan hanya tetap tiga ranah pengetahuan etika, harapan, dan teknis harus
menjadi kerangka acuan dalam pengajaran. Dalam pendekatan parsial agama bisa
mengajarkan etika-etika kehidupan, sejarah, sosiologi, geografi bisa
mengajarkan harapan-harapan hidup sejahtera, dan matematika, fisika, kimia,
biologi bisa mengajarkan hal-hal teknis yang bisa mendorong mereka untuk
berkarya.
Model Guru Pengajar Karakter
Esensi pendidikan adalah
mengajarkan karakter. Dari tiga jenis pengetahuan yang saya kemukakan adalah
tujuannya mengajarkan agar anak-anak berkarakter. Harus kita sepakati bahwa apa-apa
yang kita kerjakan tidak lepas dari pengetahuan yang diolah jadi pikiran dan
jadi kelakukan. Ini adalah pengalaman seorang guru di Ciamis Jawa Barat dalam
mengajarkan karakter. Menarik sekali apa yang dikatakan guru tersebut, “saya
adalah satu-satunya guru yang tidak pernah mengajar”. Setelah saya dalami
ternyata apa yang dikatakan “tidak pernah mengajar” adalah kiasan karena selama
ini mayoritas guru memiliki pandangan sama tentang mengajar, yaitu menyampaikan
materi sesuai dengan mata pelajaran. Materi peajaran secara berurutan harus
disampaikan sesuai dengan dokumen kurikulum. Pandangan ini menjebak guru-guru
bahwa mengajar sebatas menyampaikan materi pelajaran dan tidak mengandung pengetahuan
etika, harapan dan teknik. Akhirnya mata pelajaran hanya berisi pengetahuan prasyarat
yang hanya memenuhi otak tidak berfungsi apa-apa dan menjenuhkan.
Pengalaman guru yang tidak pernah
mengajar dijelaskan sebagai berikut; ketika saya masuk kelas, ternyata di dalam
kelas tidak kondusif dan ada pelanggaran etika, “saya tidak mengajar”. Selama
jam pelajaran saya akan membahas bersama anak-anak bagaimana beretika dan
berpilaku agar mereka bisa hidup sejahtera di kemudian hari. Saya perkenalkan
bagimana cara orang-orang bisa hidup sejahtera dengan cara hidup sesuai etika dalam
berbagai aktivitas kehidupan nyata. Kebiasaan mengajar seperti ini, dipersepsi
oleh guru-guru lain bukan sebagai kegiatan aktivitas mengajar, karena isinya
tidak membahas materi pelajaran.
Mengacu pada tiga teori
pengetahuan yang harus diajarkan pada anak-anak, sebenarnya pengalaman guru yang
mengajarkan pengetahuan tentang etika hidup sesungguhnya dia telah melaksanakan
tugasnya sebagai guru dengan baik. Pengetahuan etika merupakan bagian dari
pengajaran karakter yang harus dilakukan semua guru mata pelajaran. Kegiatan
yang dilakukan guru di atas adalah salah satu metode yang bisa dilakukan guru
dalam mengajarkan pengetahuan etika untuk pembentukan karakter.
Pengajaran kakakter semacam dilakukan
dengan pendekatan parsial, sesuai dengan kebutuhan peserta didik saat itu. Jika
semua sudah kondusif dan berjalan normal, barulah mengajarkan pengetahuan teknis
dalam mata pelajaran. Pengajaran fleksibel ini bisa jadi bagian dari
implementasi merdeka belajar, yang memberi kewenangan pada guru untuk
mengajarkan apa yang dibutuhkan anak-anak pada saat itu.
Kesimpulannya, mengajar adalah pekerjaan super kreatif dan dinamis. Hal-hal yang statis dalam mengajarkan adalah berkaitan dengan tiga ranah pengetahuan yaitu etika, harapan, dan teknis. Sampai kapan pun manusia membutuhkan manusia-manusia berakhlak baik dengan keyakinan pada Tuhan YME, selalu optimis dalam menjalani hidup, dan memiliki cara untuk mempertahankan hidup dan bermanfaat bagi orang lain. Semoga guru-guru bisa lebih merdeka dalam mengajar dan sealu bisa menyesuaikan materi ajar dengan kebutuhan anak-anak. Wallahu’alam.