Thursday, April 27, 2023

AL QURAN KITAB PENDIDIKAN KARAKTER

Oleh: Dr. Toto Suharya, S.Pd., M.Pd. 

Sejak usia sekolah dasar hingga sekarang, saya tidak pernah bosan membaca Al Quran. Mulai belajar tajwij dan sekarang sedang fokus belajar logika-logika yang terkandung dalam Al Quran. Setelah kurang lebih 13 tahun mempelajarinya, hingga sekarang mulai menemukan titik terang. Sebelumnya kalau membaca Al Quran hanya sebatas membaca dalam bahasa Arab tanpa mengerti isinya. Sekarang ketika membaca Al Quran selalu tertarik ingin mengetahui pola-pola pikir yang terkandung di dalamnya. 

Setelah belajar logika-logika yang terkandung dalam Al Quran, ternyata pola-pola pikir orang hebat di seluruh dunia merupakan pola-pola pikir yang terkandung dalam Al Quran.  Saya semakin yakin bahwa Al Quran diturunkan bukan hanya untuk umat Islam, tetapi untuk seluruh umat manusia untuk mengenal cara-cara hidup Islam dengan kualitas tinggi. 

Al Quran adalah kitab pendidikan karakter yang abad ini sedang dikampanyekan. Semakin maju teknologi, ternyata semakin berbahaya jika tidak diimbangi dengan karakter. Al Quran jika dipelajari dari pola pikirnya, mengandung pendidikan karakter yang mengajarkan cara berpikir. Cara berpikir menjadi faktor penentu akhlak seseorang. 


Berikut saya rangkum beberapa pola pikir Al Quran yang bisa dijadikan sebagai dasar dalam pola pikir pendidikan karakter di sekolah. 

Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah. (Al Kautsar, 108:1-2).

Pola pikir yang harus diajarkan dari ayat di atas adalah setiap anak harus diajari keberanian untuk berkorban, dalam bentuk pengorbanan jiwa dan raga. Berkorban dengan jiwa salah satu contohnya adalah berani meluangkan waktu untuk menunda kesenangan hidupnya, yaitu melaksanakan shalat dalam arti melakukan perbuatan-perbuatan yang bermanfaat bagi diri dan orang lain. Berani berkorban harus dimiliki karena dari pengorbanan akan lahir keuntungan yang besar. 

Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan (Alam Nasyrah, 94:5-6). 

Pola pikir yang harus diajarkan dari ayat ini adalah anak-anak yang dibiasakan berani mencoba dengan tidak takut gagal. Kegagalan harus dibiasakan dialami oleh anak-anak, sebab anak-anak yang biasa mengalami kegagalan merekalah yang sering belajar. Semakin banyak gagal semakin kuat karakternya dalam meraih kesuksesan. 

Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap. (Alam Nasyrah, 7-8).

Selanjutnya pola pikir dari ayat di atas adalah anak-anak harus dilatih, bila mengerjakan sesuatu pekerjaan targetnya harus selesai. Masalah hasilnya baik atau buruk tidak perlu jadi pikiran. Anak-anak harus dilatih bekerja tuntas dengan harapan-harapan baik yang dialamatkan kepada Tuhan. Membangun harapan pada Tuhan setelah melakukan pekerjaan sangat penting, untuk menjaga optimisme dalam hidup, dan tidak mudah menyerah ketika menghadapi kesulitan atau kegagalan.

Masih banyak karakter-karakter lain yang bisa dikembangkan dari Al Quran dan daiajarkan pada anak-anak. Mengajarkan pola pikir dari kitab suci Al Quran berbeda dengan mengajarkan pola pikir belajar dari alam. Belajar pola pikir dari akitab suci akan menggerakkan hati anak-anak menjadi tambah yakin pada Tuhan dan tidak akan pernah mengenal kata menyerah. Wallahu'alam.


SEKOLAH GRATIS PRODUK KEBIJAKAN KEPENTINGAN PRIBADI

Oleh: Dr. Toto Suharya, S.Pd., M.Pd.

Pada masanya kebijakan sekolah gratis mendapat sambutan masyarakat. Kini, situasi telah berubah, dunia persaingan sumber daya manusia bukan lagi level antar kota, daerah, tapi antar negara dan benua. Semua negara sedang melakukan tranformasi dunia pendidikannya. Berlomba-lomba melahirkan manusia-manusia unggul. Untuk melakukan transformasi pendidikan dibutuhkan anggaran besar. Alih-alih menambah anggaran pendidikan, sekolah gratis kini akan "menyengsrengsarakan...hehe" rakyat.  

Saat ini, kebijakan sekolah gratis bukan lagi kebijakan politik yang pro rakyat dengan tujuan menjaga kualitas pendidikan. Sekolah gratis adalah kebijakan politik yang dipaksakan dengan dalih kepentingan rakyat, dan keuntungan besarnya untuk kepentingan pribadi dan golongan. Kebijakan sekolah gratis adalah kebijakan tirani yang berusaha mengorbankan generasi bangsa untuk tujuan politik sesaat dan kepentingan pribadi yang bernafsu kekuasaan.  

Berdasarkan pengamatan di lapangan, sekolah gratis berakibat pada diskusi-diskusi pendidikan tidak lagi peduli pada esensi pendidikan, tapi masalah-masalah remeh tentang perbedaan pungutan dan sumbangan. Sekolah gratis telah menimbulkan konflik masyarakat yang tidak berkesudahan seputar masalah pengelolaan dana pendidikan. Sekolah gratis telah memporakporandakan penataan, pemetaan, infrastruktur dan kualitas layanan pendidikan. Di tengah situasi krisis dunia pendidikan saat ini, sekolah gratis ikut memperparah situasi dengan menurunkan kadar kualitas perhatian masyarakat pada dunia pendidikan. 

Kebijakan sekolah gratis telah menurunkan kualitas intelektual masyarakat yang hanya peduli pada masalah gratisnya dana pendidikan, seperti kualitas tidak menjadi tuntutan. Asal sekolah gratis kualitas peduli amat. Orang yang peduli pendidikan otaknya di kepala, dan orang yang kurang peduli pendidikan otaknya di perut. Perubahan zaman akibat perkembangan teknologi informasi hanya bisa diikuti oleh orang-orang yang otaknya di kepala. 

Sekolah gratis bukan kebijakan yang berdasarkan pada kajian akademis kepentingan pendidikan. Sebenarnya kebutuhan dana pendidikan per siswa per tahun, diakui para pengamat pendidikan tidak pernah dipenuhi dalam kebijakan sekolah gratis. Sekolah gratis adalah kebijakan politik untuk kepentingan murni politik dan mengorbankan kualitas pendidikan.

Di beberapa daerah, sekolah sekolah di tingkat dasar dan menengah dengan kebijakan sekolah gratis seperti merana tidak terawat. Ada sekolah kesulitan air bersih, wc-wc mengeluarkan bau wangi karena sumber air terbatas. Toilet-toilet sekelas hotel merana tidak terawat, tidak ada lagi yang mau membersihkan seperti layanan kebersihan toilet di mall. Sekolah seperti pabrik yang setiap hari hilir mudik karyawan sebatas isi daftar hadir kerjakan tugas rutin. Karyawan tidak punya kebebasan untuk melakukan inovasi dan perubahan. Dunia pendidikan sebentar lagi akan jadi kantor departemen. 

Kegiatan-kegiatan harus dilakukan tanpa boleh melakukan makan dan minum. Guru-guru harus membiasakan puasa. Guru-guru harus menganggap setiap hari seperti bulan Ramadan. Di republik ini ada yang tidak suka kalau guru-guru sehat karena makan dan minumnya terpenuhi. Guru-guru yang kesejahteraannya sangat insidental harus menjadi ahli sufi atau Sang Budha yang sudah tidak butuh lagi makan dan minum.   

Sekarang keadilan hanya ada di pengetahuan dan pikiran yang pernah dialaminya. Pengalaman, pengetahuan, dan pikiran orang lain salah. Semua harus tunduk pada sudut pandangnya. Seperti kata Fir'aun, "saya adalah tuhan yang maha tinggi". Sebentar lagi, kesombongannya akan melahirkan malapetaka dengan lahirnya manusia-manusia yang otaknya pindah ke perut.  

Sekolah gratis adalah kebijakan yang memperkosa dunia pendidikan untuk bisa hidup dengan anggaran seadanya. Sekolah gratis adalah tirani kekuasaan atas nama demokrasi konstitusi. Demi menikmati langgengnya kedudukan dan kelanjutan karir di dunia politik, dunia pendidikan dipaksa harus hidup dalam dunia keterbatasan demi popularitas. 

Satu-satunya keberhasilan dari kebijakan sekolah gratis adalah jumlah penduduk yang sekolah meningkat, dan jumlah penduduk yang berpikir menurun. Satu lagi, keberhasilan kebijakan sekolah gratis adalah meningkatknya kaum duafa dan menurunkan masyarakat agnia. Gotong royong hanya berlaku untuk mendukung kepentingan politik, sementara dalam dana pendidikan kita dilatih jadi manusia-manusia individualis.

Dunia pendidikan sedang menghadapi tantangan hebat. Pola perubahan zaman sedang terus bergerak akan menggeser angkot dan tukang ojeg pengkolan yang tidak mau berubah. Sekolah gratis harusnya untuk kepentingan rakyat bukan untuk kepentingan pribadi. Semoga kelak kita semua akan dimpin manusia-manusia yang otaknya di kepala. Wallahu'alam. 

  

Wednesday, April 26, 2023

MEMAHAMI POLA PIKIR PENGKRITIK?

Oleh: Dr. Toto Suharya, S.Pd., M.Pd.

Tidak semua orang bisa menerima kritikan, karena ketika dikritik merasa dirinya sedang dijatuhkan atau diserang. Padahal kritikan adalah tanda bahwa pemikiran kita di apresiasi orang. Hanya saja, budaya kritik di negara kita belum punya tata dan etika yang memenuhi kriteria sebuah kritik. Kritikan kadang disampaikan dengan menyalakan dan menjatuhkan. Padahal pengkritik sendiri tidak memiliki otoritas sebagai pemilik kebenaran. 

Antara orang yang di kritik dan pengkritik tidak punya jaminan sebagai pemilik kebenaran. Saat kita mengemukakan pendapat, sebenarnya hanya prediksi saja bahwa yang kita kemukakan mengandung kebenaran. Perdebatan bisa terjadi konflik jika masing-masing sudah memiliki ego sebagai pemilik kebenaran. Jika saja kedua belah pihak yang berdebat tidak merasa memiliki kebenaran, maka konflik tidak akan pernah terjadi. Selama orang tidak memiliki rasa sebagai pemilik kebenaran, tidak akan ada pemaksaan dan konflik dengan menyalahkan pendapat orang lain. 

Kritik adalah cara mengemukakan sudut pandang berbeda dengan orang lain. Kritik disampaikan pada gagasan orang lain yang dinilai kurang relevan, tidak berbasis data, atau tidak didukung dengan data-data yang kuat dari persepsi pengkritik. Kritik disampaikan dengan membandingkan pendapat yang dikemukakan orang lain, dengan pendapat pribadi berdasarkan data. 

Kritik berbasis data dan fakta justru akan membuka pemikiran kedua belah pihak. Kritik berupa pandangan berbasis data dan fakta, dapat membawa pencerahan bagi yang menyimak. Budaya kritik berbasis data bisa terjadi jika masyarakat sudah punya budaya nalar ilmiah dan semangat literasi tinggi. Sementara kritik di masyarakat dengan nalar ilmiah rendah dan budaya baca rendah, kadang terjebak pada kritikan yang menyerang, menjatuhkan, dan terdengarnya menjadi olok-olok dan penghinaan.

Kritik di masyarakat budaya nalar dan literasi rendah kadang dilakukan dengan menyalah-nyalahkan pendapat orang lain. Menyalahkan pendapat orang lain, sudah melanggar kode etik dalam melakukan kritik. Menyalahkan orang lain sifatnya sudah tendensius, egois, diskriminatif, karena terbersit anggapan orang yang dikritik bodoh dan posisinya lebih rendah, bahkan dianggap musuh. 

Dalam budaya kritik di masyarakat bernalar dan literasi tinggi, tidak ada menyalahkan pendapat orang lain. Budaya kritik di masyarakat bernalar dan literasi tinggi, selalu menganggap lawan kritiknya sama-sama punya hak yang sama dalam mengeluarkan pendapat. Para pengkritik di masyarakat budaya nalar dan literasi tinggi, selalu menjaga sikap agar tidak menyalahkan dan menjatuhkan harga diri orang lain. 

Dalam budaya kritik di masyarakat bernalar tinggi, tidak ada istilah salah paham, tetapi lebih ke berbeda paham. Para pengkritik dan yang dikritik tidak bisa memaksanakan pendapatnya. Kata salah paham berarti sudah memosisikan dirinya sebagai pemilik kebenaran. Berbeda paham memiliki arti bahwa lawan kritik sejajar posisinya dengan yang pengkritik. Mengatakan lawan kritik salah paham, sudah memiliki tendensi untuk menguasai atau memaksa orang lain mengikuti pendapatnya.***

 


Apakah Nabi Muhammad Buta Huruf?

Oleh: Dr. Toto Suharya, S.Pd., M.Pd.

Nabi Muhammad adalah contoh teladan umat manusia. Namun telah terjadi perbedaan pendapat, ada yang berpendapat Nabi Muhammad buta huruf dan ada yang berpendapat Nabi Muhammad tidak buta huruf. Saya coba jelaskan berdasarkan sudut pandang bersumber pada kitab suci Al Quran. 

Kata "ummi" berasal dari bahasa Arab, yang memiliki beberapa arti tergantung pada konteksnya. Secara harfiah, "ummi" berarti "ibu", namun dalam konteks agama Islam, "ummi" merujuk pada seseorang yang tidak bisa membaca dan menulis.

Dalam Al-Qur'an, kata "ummi" digunakan untuk menggambarkan Nabi Muhammad SAW sebagai orang yang tidak bisa membaca dan menulis sebelum menerima wahyu Allah SWT. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan literasi bukanlah faktor penting dalam menjadi seorang nabi atau rasul, melainkan ketaatan dan pengabdian kepada Allah SWT.

Selain itu, kata "ummi" juga dapat merujuk pada orang Arab yang bukan berasal dari kota atau pusat kebudayaan Arab, seperti Mekkah atau Madinah. Dalam hal ini, kata "ummi" lebih merujuk pada asal-usul geografis atau kultural seseorang daripada kemampuan literasinya.

Nabi Muhammad SAW tidak buta huruf. Sebenarnya, pada saat beliau hidup, huruf Arab merupakan bagian penting dari kebudayaan Arab dan banyak orang yang pandai membaca dan menulis. Nabi Muhammad SAW sendiri adalah seorang pedagang yang terampil dan sering melakukan perjalanan ke berbagai wilayah, sehingga beliau memiliki kesempatan untuk memperluas pengetahuan dan kemampuan literasinya.

Selain itu, sejarah juga mencatat bahwa Nabi Muhammad SAW dikenal sebagai sosok yang sangat pandai berbicara dan memimpin, sehingga kemampuan literasinya pasti sangat baik. Hal ini terbukti dengan kemampuannya dalam menyusun dan menyampaikan wahyu Allah SWT yang kemudian menjadi kitab suci umat Islam, Al-Qur'an.

Sebenarnya, tidak ada hadis sahih yang secara eksplisit menyatakan bahwa Nabi Muhammad SAW buta huruf. Ada beberapa riwayat yang mengindikasikan bahwa beliau tidak terlalu terampil dalam membaca dan menulis, namun tidak secara langsung menyebutkan bahwa beliau buta huruf.

Salah satu riwayat yang sering dikutip adalah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim, yang menyatakan bahwa Nabi Muhammad SAW pernah berkata: "Ana ummi, tidak bisa membaca dan menulis." (HR. Bukhari dan Muslim)

Namun interpretasi yang lebih tepat dari hadis ini adalah bahwa Nabi Muhammad SAW rendah diri dan menyatakan bahwa beliau bukanlah merasa sarjana yang terdidik, melainkan hanya seorang pedagang yang tidak memiliki kemampuan literasi yang cukup. Hadis ini sebenarnya lebih mementingkan pentingnya ketaatan dan pengabdian kepada Allah SWT daripada kemampuan literasi dalam menjalankan tugas sebagai nabi dan rasul.

Berdasarkan informasi dari Al Quran, kata buta huruf tidak merujuk pada sosok Nabi Muhammad, tetapi lebih pada penggambaran kultural masyarakat. 

Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, menyucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah (As sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata, (Al Jumu'ah, 62:2).

Keterangan berikutnya, kata buta huruf berkaitan dengan penjelasan budaya buta huruf yang tidak mengerti isi kitab suci. Masyarakat tidak mengetahui isi kitab suci kecuali hanya dongeng yang dikarang-karang tidak berdasarkan sumber kitab suci. 

Dan di antara mereka ada yang buta huruf, tidak mengetahui Al Kitab (Taurat), kecuali dongengan bohong belaka dan mereka hanya menduga-duga. (Al Baqarah, 2:28).

Buta huruf adalah sebuah kondisi kultural masyarakat yang tidak mengenal kebenaran-kebenaran dari Tuhan. Buta huruf tidak berkaitan dengan baca dan tulis secara teknis, tetapi sebuah penggambaran kondisi budaya masyarakat. Sekalipun bisa baca tulis, namun jika tidak mengenal dengan baik isi kitab suci, kita termasuk masyarakat buta huruf.***

Sunday, April 9, 2023

PENURUNAN INTELEKTUAL MASYARAKAT?

Oleh: Dr. Toto Suharya, S.Pd., M.Pd.

Mengkhawatirkan sekali, masyarakat kita disinyalir telah mengalami penurunan kualitas intelektual. Dunia pendidikan semakin menghadapi masalah besar. Permasalahan yang dihadapi saat ini berakar dari framing kapitalis yang tersosialisasikan masif melalui media sosial. 

Naluri setiap manusia adalah ingin hidup sejahtera dengan segala fasilitas lengkap. Flexing yang sengaja dan tidak sengaja dilakukan individu di masyarakat, telah banyak memengaruhi pola pikir sebagian masyarakat. Dunia pendidikan dihadapkan pada masalah pendanaan, kualitas layanan, budaya literasi dan disiplin rendah, serta kebingunan dalam mengantisifasi perubahan zaman di abad 21.

Fakta telah terjadi penurunan kualitas intelektual dialami masyarakat, teridentifikasi pada saat diskusi masalah pendanaan pendidikan. Masyarakat mengalami kebingunan dalam mendefinisikan "pungutan" dan "sumbangan". Perdebatan setiap tahun tak kunjung usai. Definisi-definisi yang berkembang dalam diskusi selalu mengarah pada niat sekolah harus gratis sementara kemampuan pemerintah terbatas. 

Dalam perdebatan selalu terjadi tarik menarik antara definisi pungutan dan sumbangan. Pungutan adalah pengumpulan uang yang telah ditetapkan besarannya. Sumbangan adalah pengumpulan uang yang tidak ditentukan besarannya. Pungutan atau sumbangan harus ditentukan berdasarkan hasil kesepakatan rapat orang tua siswa, dilengkapi dengan berita acara dan absen kehadiran peserta rapat. Fakta dilapangan sekalipun definisi telah di sepakati selalu terjadi perbedaan pendapat. 

Permasalahan sesungguhnya bukan pada tidak bisa membedakan definisi pungutan dan sumbangan, tetapi pada perbedaan orientasi hidup masyarakat. Berdasarkan informasi dalam Musrenbang Provinsi Jawa Barat 2023, berdasar hasil survey, masyarakat Jawa Barat mendudukkan masalah ekonomi berada di nomor satu, sedangkan pendidikan tidak pernah jadi prioritas.

Itulah jawabannya, mengapa masalah sumbangan dan pungutan selalu jadi masalah? Karena membuat dan menjamin pendidikan berkualitas tidak jadi prioritas. Penurunan kualitas berpikir masyarakat mulai terjadi karena di memori masyarakat hanya tersimpan urusan cuan. Orientasi berpikir hanya pada ekonomi, memori masyarakat telah kembali lagi ke masa Orde Baru yang kurang peduli pada pendidikan.

Tidak kapok-kapoknya masyarakat kita nih. Pembangunan ekonomi yang telah dilakukan oleh Presiden Suharto selama 32 tahun runtuh dalam sekejap pada tahun 1998. Pelajaran dari kisah jatuhnya kekuasaan Presiden Suharto tahun 1998 adalah akibat rendahnya penghargaan masyarakat pada dunia pendidikan. Sekarang sudah kurang lebih 20 tahun, sejak reformasi pola pikir kita kembali pada era orde baru. Masyarakat tidak lagi memprioritaskan pendidikan, pembangunan Jawa Barat kembali mengutamakan ekonomi seperti zaman Orde Baru. 

Ketika debat pendidikan, sepertinya kita semuanya telah nampak jadi bodoh, seolah-olah tidak bisa membedakan pungutan dan sumbangan. Setiap tahun utak-atik aturan hanya membedakan antara pungutan dan sumbangan. Padahal dunia pendidikan kita di awal abad 21 ini sedang mengalami krisis. 

Pendidikan generasi bangsa kita di mata internasional, dinilai buruk. Literasi paling rendah, kemampuan nalar paling rendah, investasi saham di pasar modal masih rendah, jumlah rasio pengusaha dengan jumlah penduduk masih rendah, jumlah doktor dengan rasio penduduk masih rendah, tapi kita masih terus ribut urusan cuan. Jika kondisi ini terus berlanjut bangsa kita sedang mengalami ancaman penurunan kualitas intelektual.***

Sunday, April 2, 2023

LOGIKA TUHAN PENYEBAB GEMPA, AJARKAN DI SEKOLAH

Oleh: Dr. Toto Suharya, S.Pd., M.Pd.

Gempa berulang-ulang terjadi, jika setiap kejadian gempa hanya dibaca sebagai gejala alam. Sesungguhnya Allah menyimpan pelajaran dalam setiap kejadian. Mari kita baca, setiap kejadian atas nama Allah yang punya kehendak dalam setiap kejadian. Allah memerintahkan, "bacalah atas nama Tuhan" (Al 'Alaq, 96:1).

Kejadian dapat dipahami dengan membaca sebab dan akibat. Setiap kejadian ada sebab dan ada akibatnya. Sebab akibat kejadian bisa kita amati dengan pengamatan penglihatan. Hasil pengamatan penglihatan diolah dalam pikiran kemudian dihubung-hubungkan menjadi sesuatu yang bisa dipahami sebab akibatnya paling masuk akal atau paling erat kaitan sebab akibatnya.

Berdasarkan pengamatan penglihatan, penyebab gempa adalah pergesaran lempeng bumi. Pergeseran lempeng bumi membuat gerakan yang menyebabkan gempa. Berdasarkan pengamatan penglihatan, gempa dipahami sebagai gejala fisik terjadinya pergerakkan bumi. Manusia hanya bisa menerima dan mengantisifasi kejadian gempa dengan membuat rumah anti gempa. Itulah pemahaman manusia dari sudut pandang kejadian alam, berdasarkan pengamatan penglihatan. 

Kita lihat apa penyebab gempa berdasarkan logika Tuhan, artinya kita cari sebab terjadinya gempa dengan melihat keterangan dari Al Qura'an. Kita lihat kata kerja "gempa" lalu kata apa yang menjadi kata kerja sebelum terjadinya gempa. Perhatikan ayat di bawah ini! 

"Dan sesungguhnya Kami tinggalkan daripadanya satu tanda yang nyata bagi orang-orang yang berakal. Dan (Kami telah mengutus) kepada penduduk Mad-yan, saudara mereka Syu'aib, maka ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah olehmu Allah, harapkanlah hari akhir, dan jangan kamu berkeliaran di muka bumi berbuat kerusakan". Maka mereka mendustakan Syu'aib, lalu mereka ditimpa gempa yang dahsyat, dan jadilah mereka mayit-mayit yang bergelimpangan di tempat-tempat tinggal mereka." (Al 'Ankabut, 29:35-37).

Berdasarkan keterangan dari Al Qur'an di atas, penyebab terjadinya gempa adalah prilaku manusia. Prilaku manusia yang telah Allah beri akal, tetapi sikap dan prilakunya selalu mendustakan Allah. Dengan penjelasan ini, apa pelajaran yang dapat kita ambil dari kejadian gempa? Jawabannya sangat masuk akal, "lakukan refleksi diri, lakukan perbaikan apakah selama ini telah menjadikan seluruh aktivitas hidup kita sehari-hari untuk beribadah kepada Allah?"

Bagi para pemimpin, lakukan refleksi diri, apakah kebijakan-kebijakan politik selama ini dilakukan dengan niat untuk memperbaiki kualitas hidup masyarakat dan menjaga kelestarian alam? Bagi para pengusaha lakukan refleksi diri, apakah perdagangan yang dilakukan untuk menjaga kesejahteraan? Bagi para birokrat dan pegawai pemeritah, apakah selama ini telah melaksanakan tugasnya sebagai pelayan masyarakat?

Jadi secara fisik, memahami sebab-sebab terjadinya gempa menjadi inspirasi bagi kita untuk membuat teknologi yang bisa menyelamatkan nyawa manusia ketika terjadi gempa. Secara non fisik, dari kacamata logika Tuhan, memahami sebab-sebab terjadinya gempa dapat menjadi pelajaran agar pola prilaku hidup kita dalam berbagai aspek kehidupan harus diperbaiki dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah swt. 

Melalui dua pemahaman ini, kehidupan manusia menjadi lebih sempurna. Secara fisik manusia bisa memahami sebuah teknologi rumah anti gempa misalnya, namun secara psikologis, spiritual, gempa menjadi pelajaran untuk kita agar senantiasa hidup berpedoman pada apa yang telah Allah perintahkan pada umat manusia. Jadikanlah seluruh aktivitas kehidupan kita sehari-hari sebagai kegiatan dengan niat ibadah kepada Allah swt. Wallahu'alam. 



BERPIKIR CEPAT

Oleh: Dr. Toto Suharya, S.Pd., M.Pd. Berat otak manusia sekitar 1,3 kg atau 2% dari berat badan. Otak tidak pernah berhenti bekerja sekalipu...