Friday, February 16, 2024

APA SEBAB SEMAKIN TINGGI PENDIDIKAN JADI ATHEIS

Oleh: Dr. Toto Suharya, S.Pd., M.Pd.

Ilmu disampaikan dengan narasi (penjelasan) menggunakan bahasan lisan dan tulisan. Narasi adalah berbicara dengan diri sendiri. Menurut Gunggung Riyadi ilmuwan penemu ilmu Nafas Ritme. Beliau mengatakan nafas ritme narasi adalah berbicara dengan diri sendiri dikembangkan dengan lima tingkatan.

Setelah mendengarkan penjelasan narasi dari Gunggung Riyadi, saya paham mengapa ada fenomena semakin tinggi pendidikan semakin tidak percaya Tuhan, bahkan sampai Atheis. Penyebabnya adalah narasi ilmu yang cenderung mengikuti paradigma sekuler menggiring manusia menjadi tidak percaya Tuhan, agnostik, bahkan Atheis. 

Pengajaran sekuler diakui terjadi di sekolah-sekolah Indonesia. Bukti pengajaran sekuler di sekolah terjadi dengan pemilahan ilmu melalui mata pelajaran mata pelajaran yang terlepas dari narasi kitab suci. 


Ilmu-ilmu yang diajarkan guru-guru di mata pelajaran narasinya tidak sampai pada kitab suci sehingga murid murid semakin lama pengajaran semakin jauh dari Tuhan. Inilah fenomena terjadi di dunia, termasuk di negara Indonesia yang dasar negaranya dilandasi ketuhanan yang maha esa.

Narasi ilmu pengetahuan menurut Gungung Riyadi ilmuwan penemu Nafas Ritme, dikembangkan sampai lima tingkatan. Pertama, narasi yang dibuat oleh diri sendiri. Dibangun oleh tingkat spiritual, kelilmuan, yang dimiliki seseorang. 

Jika narasi dibuat diri sendiri gagal, akan naik ke level dua, narasi menggunakan yang dibuat oleh orang yang terberkati mungkin para pengajar (guru). Mereka adalah orang-orang yang dianggap baik dan punya kesalehan. Kalau pada level ini gagal karena orang baik atau soleh bisa terlihat kekurangannya. 

Selanjutnya, naik ke level narasi menggunakan pemuka agama atau orang yang dianggap suci, ustad, ulama, kiai, biksu, pendeta, dsb. Kegagalan narasi oleh orang yang dianggap suci bisa gagal jika ternyata orang-orang yang dianggap suci terungkap aibnya, yang aibnya terlihat betul atau terekspos.

Selanjutnya naik level ke narasi yang dibuat para nabi, dan sampai ke narasi yang dibuat oleh kitab suci. Narasi yang dikembangkan Barat hanya berhenti pada level dua atau tiga, karena ilmuwan Barat rata-rata tidak percaya nabi dan kitab suci. 

Dari penjelasan narasi yang dijelaskan Gungung Riyadi, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa mengapa semakin tinggi pendidikan jadi tidak percaya Tuhan, karena narasinya berhenti di level dua atau tiga.

Cara narasi ilmu yang dikembangkan di sekolah-sekolah kebanyakannya berhenti pada level dua dan tiga. Di Indonesia narasi menggunakan nabi dan kitab suci hanya ada pada mata pelajaran agama.

Dari fenomena ini, dipahami perlu ada perbaikan pada semua mata pelajaran, agar narasi yang digunakan harus sampai pada narasi yang menggunakan narasi para nabi dan kitab suci. Pendekatan sekuler kurang cocok dikembangkan di Indonesia yang punya dasar nilai ketuhanan. 

Pendekatan integralis, holistis, menjadi solusi pengembangan narasi keilmuan yang harus dikembangkan di seluruh dunia khususnya di Indonesia. Pendekatan ini tidak membatasi antara ilmu alam dan agama, semua ilmu bermuaranya satu yaitu kepada Tuhan.

Sumber pengetahuan dari para nabi dan kitab suci, sesungguhnya jika kita kembali tinjau tidak menegasikan antara ilmu sains dan agama. Banyak ditemukan bahwa dasar-dasar pengembangan ilmu-ilmu sains dijelaskan dalam narasi-narasi para nabi dan kitab suci.

Ilmu nafas ritme yang dikembangkan oleh Gungung Riyadi salah satunya ilmu yang dikembangkan dengan menggunakan narasi sampai level empat dan lima, karena prinsip keilmuan menurut Gunggung Riyadi tidak boleh menyimpang orang dari ketauhidannya kepada Tuhan. 

Demikiannlah jawaban sementara mengapa saat ini semakin tinggi ilmu pengetahuan dikembangkan, semakin banyak orang-orang yang tidak percaya Tuhan terutama di negara-negara sekuler. Untuk itu cara pandang sekuler menjadi kurang relevan di abad 21 ini dan perlu terus mendapat kritikan.***

Friday, February 9, 2024

APA BEDANYA GURU DAN BUKAN GURU?

Oleh: Dr. Toto Suharya, S.Pd., M.Pd.

Belajar memang benar butuh kehadiran guru. Guru dianggap orang yang lebih mengerti ilmu apa yang bermanfaat bagi siswa dan karakter apa yang harus dimiliki siswa. Belajar dari guru siswa jadi lebih cepat memiliki ilmu dan berkarakter yang bermanfaat bagi dirinya dan orang lain.

Kelebihan guru dari ilmuwan adalah kemampuan guru dalam mentranfer ilmu kepada orang lain. Di tangan guru-guru ilmu yang sulit menjadi sangat mudah dipahami oleh anak-anak. Di sinilah letak beda antara guru dan bukan guru. 

Sampai saat ini masih banyak orang yang sulit membedakan mana guru dan bukan guru. Hal yang tidak dimiliki oleh orang-orang yang bukan guru adalah mereka tidak belajar bagaimana mentransfer ilmu kepada orang lain.

Oleh karena ini, keahlian guru yang tidak akan dimiliki oleh orang selain guru adalah kecerdasan dan kreativitasnya dalam mengajarkan ilmu kepada orang lain. Di tangan guru-guru hebat, ilmu apapun selalu bisa di transfer dengan baik dan cepat kepada orang lain.

Kelebihan dari guru yang lainnya adalah kemampuannya dalam memahami ilmu-ilmu baru dan menciptakan metode ketika akan mengajarkannya. Guru-guru punya kecepatan dalam memahami ilmu-ilmu baru.

Guru selalu terdepan dalam memahami perubahan zaman, karena minat bacanya yang tinggi dan dalam kesehariannya selalu membaca, mengapa dan bagaimana hal-hal baru bisa terjadi dilapangan.

Perbedaan guru dengan yang bukan guru adalah ketika melihat orang dia selalu melihat potensi baik yang dimiliki orang lain. Ketika melihat murid-muridnya guru selalu melihat perubahan baik. 

Guru tidak pernah memaksakan suatu perubahan dengan paksaan, kecuali dia tidak berhenti memberi penjelasan dari berbagai sudut pandang. Sehingga perubahan akan dilakukan murid-muridnya karena proses kesadaran dirinya untuk berubah setelah memahami dirinya. 

Guru tidak pernah mengajarkan kepada murid-muridnya untuk mendapat kekuasaan untuk menguasai orang lain. Guru selalu mengajarkan kepada murid-muridnya untuk mendapatkan kekuasaan dengan menguasai dirinya sendiri.

Guru selalu bersifat netral. Kenetralan guru bukan berarti tidak berpihak, tetapi dia lebih berpihak pada Tuhan. Ketika guru berpihak pada Tuhan, guru berusaha memosisikan murid-muridnya sebagai makhluk Tuhan yang tidak boleh menuhankan hawa nafsunya.

Demikianlah sedikit perbedaan guru dan mereka yang bukan guru. Hal yang paling dasar yang membedakan antar guru dan bukan guru adalah dia selalu membaca setiap kejadian atas nama Tuhan Semesta Alam.***

  

Saturday, February 3, 2024

APAKAH STRES MENYEHATKAN?

Oleh: Dr. Toto Suharya, S,Pd., M.Pd.

Diskusi ini penulis sajikan bersumber pada paparan Gunggung Riyadi dalam webinar yang sisajikan di youtube. Penulis kaji penjelasan beliau dan disintesakan dengan ilmu logika Tuhan.

Stres adalah acanaman terhadap kondisi harmonis. Apakah stres dapat dihadapi dengan berpikir positif? Belum tentu. Stres dapat menimbulkan kekebalan tubuh sangat tergantung pada sumber stress.

Stres ketika kita disuruh presentasi di depan, berbeda ketika kita menghadapi stres ketika terjadi pandemi Covid-19. Stres ketika menghadapi juri yang bersifat sementara, stres lebih bisa dihadapi. Namun ketika sumber stres tidak bisa dikendalikan, maka yang muncul pesimisme.

Namun demikian, kita harus hati-hati dalam menempatkan optimisme, jangan sampai berlebihan. Dari hasil sebuah penelitian, optimisme yang berlebihan menimbulkan kurang peduli pada kondisi fisik atau kendisi nyata. Artinya ketika optimisme belebihan tindakan kita menjadi tidak waspada, atau tidak hati-hati.

Contoh kasus, berdasarkan hasil penelitian, orang-orang yang merasa akan terdampak virus Covid-19 mereka lebih peduli untuk menjaga kesehatan, dengan rajin cuci tangan, mennjaga jarak, dan olah raga. Sebaliknya orang yang merasa tidak akan tertular Covid-19 mereka optimis tetapi mengabaikan Langkah-langkah preventif pada akhirnya tubuh sehingga kondisi kekebalan tubuhnya menurun.

Bagaimana hubungan stress dengan sedekah? Dalam sebuah penelitian 1000 orang dewasa usia 39 sampai dengan usia 90 tahun, lalu dibandingkan dengan tingkat kematian di wilayah tersebut. Hasilnya sebanyak 30% orang yang mengalami stres berat memiliki risiko kematian. Tetapi tidak semua, orang yang lebih banyak melakukan aktivitas bantu orang (sedekah), statsitik menunjukkan terjadi penurunan stres dan angka kematian 0 (nol).

Secara ilmiah sedekah atau membantu orang akan menghasilkan hormon oxitocyn. Hormon ini berfungsi membangun terhadap pertahanan terhadap kondisi stress. Untuk hidup sejahtera kita butuh melakukan pengulangan berbuat baik (sedekah atau helping people) akan masuk menjadi alam bawah sadar. Menurut para ahli neurologi pikiran sadar bekerja hanya 1-5%, dan sisanya yang banyak bekerja adalah pikiran bawah sadar.

Jadi solusi untuk kendalikan stress adalah berbuat baik (helping people atau sedekah, berpikir positif (shalat), lakukan berulang-ulang dengan disiplin atau sabar. Dengan demikian pikiran bawah sadar akan bekerja menghasilkan hormon oxitocyn yang menghasilkan kekebalan tubuh sehingga hidup kita sehat dan selalu bahagian.***

BERPIKIR CEPAT

Oleh: Dr. Toto Suharya, S.Pd., M.Pd. Berat otak manusia sekitar 1,3 kg atau 2% dari berat badan. Otak tidak pernah berhenti bekerja sekalipu...