Friday, March 15, 2019

LITERASI SHALAT


OLEH: TOTO SUHARYA

Mengacu pada tujuan pendidikan nasional, visi pertama yang harus jadi acuan adalah menciptakan generasi beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa (kompetensi spiritual). Visinya adalah mewujudkan generasi religius. Tuangkan dalam kalimat misi yang lebih operasional yaitu mewujudkan peserta didik yang taat menjalankan ibadah sesuai agamanya masing-masing. Tujuannya menjadikan suasana sekolah berkultur dan siswa berkarakter religius.

Indikator pencapainya sesuaikan dengan peribadatan agama masing-masing siswa yang terukur. Bagi muslim targetnya membiasakan peserta didik melaksanakan shalat lima waktu, dhuha setiap hari, dan shalat berjamaah, berkolaborasi dengan orang tua siswa.

Target idealnya 100 persen, namun berdasarkan pengalaman untuk mencapai 80% saja pemantauannya luar biasa harus mengerahkan semua energi guru dan orang tua. Dari hasil survey ke tiap kelas, dan verifikasi orang tua, setelah program berjalan sembilan bulan, kurang lebih hanya 10-20% anak yang melaksanakan shalat secara konsisten tiap hari. Namun selama di sekolah program shalat dhuha 12 rakaat setiap hari dilaksanakan bersama-sama di lapangan. Setelah shalat diisi kuliah dhuha untuk tambahan literasi spiritual.

Kendala yang dihadapi adalah ketekunan dalam mengkondisikan dan pemantauan siswa oleh guru dan orang tua yang lemah. Kendala kedua adalah sarana prasarana ibadah dan kebutuhan air wudhu yang terbatas. Untuk mencapai target program sangat dibutuhkan pengkondisian dan kerjasama seluruh warga sekolah, dan dukungan orang tua.

Faktor berikutnya adalah literasi tentang shalat yang harus ditingkatkan. Rata-rata pemahaman yang beredar, shalat hanya dipahami sebagai kewajiban tanpa argumentasi hubungannya dengan kehidupan. Kuliah dhuha, pembelajaran agama, harus didorong untuk meningkatkan literasi anak-anak dan warga sekolah tentang efek positif shalat bagi kehidupan.

Shalat bisa jadi ukuran prilaku akhlak mulia anak-anak dan memiliki fungsi serta efek pada seluruh kehidupan. Secara rasional shalat bisa meningkatkan kecerdasan, kesejahteraan, lepas dari kesulitan dan meningkatkan kebahagiaan. Literasi shalat bisa digali dari keterangan kitab suci, hadis shahih, hasil-hasil penelitian, pengalaman spiritual, dan kesaksian. Literasi shalat bisa ditingkatkan dengan menambah koleksi-koleksi buku tentang segala keajaiban dan kajian ilmiah shalat, dengan mengundang ahli tafsir, penceramah, motivator, dan mengadakan seminar-seminar tentang pengalaman spiritual dari kajian neurosains, dan berbagai kajian ilmu pengetahuan.

Dari sumber kitab suci, di dapat keterangan shalat dapat membawa dampak pada kesejahteraan, kesehatan, kecerdasan, kesuksesan, dan kesabaran. Melihat dampak ini, kompetensi spiritual harus benar-benar jadi kultur di setiap lingkungan pendidikan.


Dari kesaksian anak-anak dan orang tua, shalat yang telah dilakukan secara konsisten, membawa perubahan pada kecerdasan dan kesejahteraan. Pengakuan anak-anak dalam karya tulisnya tentang pengalaman spiritual shalat, dia merasa prestasinya meningkat menjadi tiga besar dibanding sebelumnya sebelum melaksanakan shalat secara rutin. Para orang tua mengalami perbaikan kesejahteraan dilihat dari menurunnya jumlah tunggakkan iuran bulanan ke ke sekolah. Lima orang guru lolos seleksi CPNS, dan pembangunan infrastruktur sekolah bantuan dari pemerintah dan orang tua berjalan lancar. Kondisi lingkungan sosial sekolah terasa lebih harmonis, dan suasana sekolah lebih positif.

Selama ini belum ada kajian ilmiah yang meneliti tentang efek positif kegiatan spiritual shalat di sekolah terhadap warga sekolah. Namun penelitian dalam bidang kesehatan, di Amerika sudah banyak dilakukan dengan hasil, “mereka yang rutin, disiplin, melakukan ibadah lebih tahan terhadap penyakit, dan lebih panjang umur”. (Pasiak, 2012). Shalat (doa rutin) dapat membantu seseorang menjadi lebih optimis dalam menghadapi permasalahan hidup. Sikap optimis ini telah melahirkan hormon endorphin yang membuat kita merasa semangat, bahagia, dan senang. (Muhtadi, 2017, hlm. 278). 

Dijelaskan dalam Al-Qur’an, shalat membawa efek pada kemakmuran rezeki. “Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur. (Ibrahim, 18:37).

Mekah adalah bukti nyata, bahwa ketika shalat didirikan maka berubahlah Mekah menjadi tempat subur dan damai, dipenuhi makanan dan buah-buahan, diawali dengan keluarnya air sumur zam-zam yang tak habis-habis. Jika sekolah menjadi tempat didirikannya shalat, dilakukan dengan komitmen dan konsisten oleh seluruh warga sekolah kolaborasi dengan orang tua siswa, tidak mustahil bagi Allah untuk memakmurkan tanah dan seluruh keluarga besar sekolah.

Bagi siapa saja yang selalu bedoa, berharap, optimis dengan konsisten dalam kondisi lapang maupun sempit (takwa), “… niscaya Dia (Allah) akan mengadakan baginya jalan ke luar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” (At Thalaaq: 1-2). Inilah literasi shalat yang harus digali dan terus ditingkatkan dengan pemahaman, penghayatan, dan pembuktian. Wallahu ‘alam.   

(Kepala Sekolah SMAN 1 Cipeundeuy KBB)

Thursday, March 14, 2019

KOMPETENSI KEPRIBADIAN DAN SOSIAL


OLEH: TOTO SUHARYA

“Sekolah tanpa masalah adalah pekuburan”.  (Chatib, 2011, hlm.6). Selanjutnya Beliau mengatakan bahwa sekolah berkualitas adalah sekolah yang mampu menyelesaikan masalah yang dihadapinya.  “Matilah sekolah jika sudah tidak punya masalah”. Ini pendapat saya, beda redaksi saja dengan pendapat Munif Chatib. Apapun masalah di sekolah, itu ujian agar sekolah selalu meningkatkan kualitasnya.

Masalah pertama yang selalu timbul di sekolah adalah konflik internal antar warga sekolah. Konflik didasari oleh hubungan antar personal yang tidak harmonis akibat perbedaan karakter dan gaya komunikasi. Guru dari berbagai latar belakang pendidikan, memiliki karakter dan gaya komunikasi berbeda. Guru selayaknya memiliki kecerdasan intrapersonal dan interpersonal. Sekalipun kecerdasan ini tidak dimiliki oleh setiap orang, mau tidak mau seleksi guru harus memilih orang-orang yang memiliki dua kecerdasan ini.

Untuk para guru, kecerdasan intrapersonal dan interpersonal di atas, dituangkan dalam Permendikbud. No. 16 tahun 2007 tentang Kompetensi Guru, yaitu kompetensi kepribadian dan sosial. Berbahaya jika guru tidak dipilih dari orang-orang yang tidak memiliki dua kompetensi ini.

Apa bahaya jika guru-guru yang tidak memiliki kompetensi kepribadian dan sosial? Masalah-masalah yang timbul di sekolah bukan masalah meningkatkan kualitas pendidikan, tetapi masalah pribadi intra dan interpersonal guru. Kata orang Sunda, jika masalah di sekolah sudah seperti ini,  ibarat “cul dogdog tinggal igel”. Artinya pendidikan menjadi tanpa kendali seperti orang menari tanpa iringan gendang, atau bagai layang-layang putus dari tangan tak tentu arah. Sekolah sibuk menyelesaikan masalah kepribadian dan hubungan sosial antar guru, sedangkan siswa yang harus dikembangkan kecerdasannya terbengkalai.

MANUSIA DEWASA HANYA 17 KALI TERTAWA DALAM  SEHARI, ANAK ANAK USIA 6 TAHUN 300 KALI SETIAP HARI. (STOLTZ, 2000, hlm. 58) 
Betul, tidak semua guru memiliki kecerdasan intra dan interpersonal, tetapi peraturan telah menunut semua guru harus memiliki kompetensi kepribadian dan sosial. Kasarnya, jika tidak mau mememuhuhi standar tersebut, lempar handuk putih saja, jangan jadi guru.

Hemat penulis perlu ada ukuran standar kompetensi kepribadian dan sosial guru yang bisa dipahami secara operasional. Standar kepribadian mutlak yang harus dimiliki oleh guru, pertama; Guru harus mampu menjaga pola pikirnya selalu positif. Untuk itu perlu banyak diadakan seminar motivasi tentang belajar ilmu berpikir positif. Konflik terjadi karena ada prilaku yang terbiasa berprasangka negatif terhadap kejadian. Prasangka negatif ini terus berkembang, menular dan bisa jadi mengganggu keharmonisan lingkungan sekolah dan ini merugikan lembaga pendidikan.

Standar kepribadian kedua adalah seorang guru wajib memiliki tingkat kesabaran tinggi. Allah bersama orang sabar ini dalilnya dari Al-Qur’an. Separoh agama adalah kesabaran. Seluruh Nabi memiliki tingkat kesabaran tinggi. Untuk mejadi pribadi sabar, rumusnya dilarang menyalahkan orang lain. Nabi Muhammad saw tidak marah dilempari sampai luka, karena Beliau tidak menyalahkan yang melempar tetapi memahami bahwa mereka yang melempar belum mengerti kebaikan yang diajarkannya.

Rasa marah muncul karena menilai orang lain salah dan saya benar. Menilai saya benar adalah perbuatan salah karena kebenaran hanya milik Allah. Kata-kata yang muncul saat marah sebagian besar hampir semua isinya menyalahkan, dan mengorek keburukan orang lain, dan lupa bahwa semua manusia tempatnya salah. Menjaga atau mengendalikan pikiran selalu positif dan tidak menyalahkan, serta mengorek keburukan orang lain, akan jadi dasar lahirnya pribadi guru yang ramah dan sabar.

Dalam kompetensi sosial standar prilaku yang harus dimiliki guru, pertama; taat pada aturan dan pemimpin yang ditunjuk sebagai pengambil keputusan. Ketaatan pada aturan akan menghindari konflik antar personal. Jika saja terjadi konflik, yang bermasalah bukan personal tetapi aturan. Diskusi-diskusi yang dikemukakan harus bagaimana memperbaiki aturan agar permasalahan bisa diminmalisir. Diskusi akan terkendali karena tidak saling menyalahkan, dan menyerang personal, tetapi mencari solusi untuk memperbaiki aturan. Jika mungkin diubah aturannya harus diubah, jika tidak bisa diubah harus bersabar karena jadi masukkan buat para pengambil keputusan. Selanjutkan untuk menunggu perubahan, gunakan kompetensi kepribadian dengan tetap optimis (positif) dan terus bersabar, berharap ada perubahan ke arah lebih baik.

Standar prilaku sosial guru yang kedua; membiasakan bicara, menyelesaikan masalah dalam saluran musyawarah. Dalilnya, “bermusyawarahlah” (Ali Imran, 3:159). Suka bermusyawarah adalah kompetensi sosial guru yang harus selalu dikembangkan di sekolah, dan menjadi agenda rutin. Suka bermusyawarah adalah prilaku sosial yang dicintai Allah, dan menjadi karakter penjaga hubungan sosial (silaturahmi) harmonis antar personal.

Bermusyarah dapat dilakukan dalam bebagai kesempatan, pelatihan, workshop, seminar, briefing, rapat-rapat khusus, dan obrolan santai. Semakin banyak dibuka berbagai alternatif musyawarah, sekolah akan semakin kondusif, karena semua warga sekolah dapat saling belajar dari pemikiran setiap satu sama lain.

Hal penting yang perlu dipahami para pendidik adalah berkomitken tinggi menaati segala hasil keputusan musyawarah. Hasil musyawarah adalah keputusan yang tidak bisa dibatalkan kecuali melalui musyawarah berikutnya berdasarkan hasil evaluasi. 

Tak ada sekolah tanpa masalah kecuali pekuburan. Namun, seyogyanya masalah-masalah yang timbul di sekolah semaksimal mungkin bukan karena kepribadian buruk hubungan interpersonal para pendidik, tetapi masalah dalam memperbaiki dan mengembangkan kecerdasan anak-anak didik. Wallahu ‘alam.

(Penulis Kepala Sekolah) 

KOMPETENSI SABAR


OLEH: TOTO SUHARYA

Bagi orang dewasa hidup adalah beban. “Rata-rata anak-anak berusia 6 tahun tertawa 300 kali setiap harinya, dan orang dewasa rata-rata 17 kali”. (Stoltz, 2005, hlm. 58). Anak-anak lebih mudah damai jika berkelahi, sebaliknya orang dewasa lebih sulit. Untuk itu, orang dewasa butuh banyak pengetahuan agar bisa lebih sabar dalam hidup.  

“Dan bagaimana kamu dapat SABAR atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai PENGETAHUAN yang cukup tentang hal itu?" (Al Kahfi, 18:68). Kompetensi sabar memiliki hubungan dengan pengetahuan. Dalam teori multiple intelegent, kompetensi sabar termasuk pada kecerdasan interpersonal. “Semakin banyak perbendaharaan pengetahuan seseorang, semakin baik kualitas kesabarannya”. (Plato, 2019).

Sikap tidak sabar dibentuk oleh persepsi negatif. Anak-anak di rumah bisa sabar, berhenti menangis, jika orang tuanya menjanjikan reward yang jadi harapan anak. Reward telah mengubah persepsi anak menjadi positif dan punya harapan.

KOMPETENSI SABAR BISA DILATIH DENGAN LATIHAN BERPIKIR POSITIF DARI KEJADIAN NEGATIF
Pendidikan adalah melatih anak-anak berpikir positif agar menjadi pribadi  sabar. Dalam pembelajaran anak-anak harus dilatih membangun perspesi positif dari kejadian-kejadian negatif. Latihan ini harus berulang-ulang oleh seluruh guru mata pelajaran di sekolah.

Melakukan latihan persepsi positif terhadap hal-hal negatif, akan melatih otak menjadi kreatif dan inovatif.  Selain itu, melatih otak anak-anak berpikir dengan higher order thingking.

Respon anak-anak terhadap hal negatif, dibentuk lewat pengaruh-pengaruh orang tua, guru, teman sebaya, dan orang-orang yang memiliki peran penting selama masa kanak-kanak. (Stlotz, 2005, hlm. 47). Di lingkugan pendidikan, guru adalah ujung tombak pendidikan, melatih anak-anak agar memiliki kemampuan berpikir positif dan optimis. Hal penting lainya guru harus menanamkan keyakinan kepada anak-anak bahwa dengan berpikir positif, selalu optimis, akan berdampak pada kehidupan yang lebih baik pada kesehatan, kejahteraan, hubungan sosial, dan sabar sampai akhir khayat.

“Terdapat hubungan yang kuat antara kinerja dan cara pegawai-pegawai merespon kesulitan. Orang yang merespon kesulitan secara optimis diramalkan lebih bersikap agresif, dan lebih berani mengambil resiko. Anak-anak dengan respon-respon pesimis terhadap kesulitan tidak akan banyak belajar dan berprestasi, dibandingkan dengan anak-anak yang optimis”. (Stoltz, 2005, hlm. 93-95).

Semakin sering melatih anak-anak berpikir positif terhadap hal-hal negatif, pikiran itu akan menjadi bagian otak sadar dan semakin kuat menjadi kebiasaan bagian tak sadar otak. Seiring dengan perubahan itu, hal terpenting akan terbentuk pribadi anak-anak yang lebih sabar menghadapi kesulitan belajar dan tetap optimis.

Demikianlah cara mengajarkan anak-anak agar memiliki kompetensi sabar. Kelak mereka akan jadi pemimpin-pemimpin tangguh dan selalu optimis dalam menghadapi segala perubahan. Wallahu ‘alam.  

(Penulis Kepala Sekolah SMAN Cipeundeuy KBB)




Saturday, March 9, 2019

VISI MISI SEKOLAH DARI ALLAH


OLEH: TOTO SUHARYA

“Jadi seorang ayah jangan hanya bisa cari nafkah saja, kalau hanya cari nafkah untuk memberi makan membesarkan anak, binatang pun bisa membesarkan anak-anaknya. Anak membutuhkan bimbingan ruh dan pikirannya. Anak Anda badannya tumbuh besar, tapi ruh dan pikirannya jauh dari pola pikir orang-orang beriman.  Anda harus jadi kepala sekolah untuk anak-anak Anda di rumah. Anda harus punya kurikulum untuk keluarga Anda, kurikulum yang bisa mengumpulkan keluarga di surga. Kelak yang akan ditanya pertanggungjawaban di akhirat bukan gurunya, tapi bapaknya. Visidari seorang ayah adalah seluruh anggota keluarga harus masuk surga. Ini visi penting! Implementasi dari surah At Tahriim surat ke-66, ayat 6. ” (KH. Bachtiar Nasir, youtube, 22 April 2016).

“..peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka…” (At Tahriim, 66:6)

Sekolah diibaratkan sebuah keluarga. Kepala sekolah adalah ayah. Tugas ayah di sekolah bukan membesarkan badannya, tetapi mengisi ruh dan pikiran anak-anak untuk menjadi orang-orang yang selalu beriman, berpikir untuk berserah diri kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa.  Jiwa dan pikirannya berkomitmen selalu ingin berbuat baik terhadap sesama.

VISI SETIAP SEKOLAH ADALAH MENGHINDARKAN ANAK-ANAK DARI API NERAKA DAN MISINYA MENJAGA ANAK-ANAK AGAR TETAP MENYEMBAH SATU TUHAN DAN HIDUP BERMANFAAT BAGI UMAT MANUSIA
Menjadikan anak-anak sukses adalah visi dari seorang kepala sekolah. Visi sekolah yang benar seperti visi seorang ayah di rumah tangga yaitu seluruh anggota keluarga harus sukses dengan jaminan masuk surga. Itulah visi sekolah yang akan membawa kesuksesan dunia dan akhirat bagi anak-anak. Visi ini merupakan implementasi dari Al-Qur’an surah At Tahriim ayat 6. Visi sekolah harus menjangkau akhirat, sesuai dengan makna visi itu sendiri.

Di dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, tujuan pendidikan dapat dibagi menjadi dua konsep yaitu tujuan primer dan sekunder. Tujuan primer adalah mewujudkan generasi beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia. Tujuan sekunder adalah mewujudkan generasi yang sehat, berilmu, cerdas, kreatif, mandiri, demokratis, dan bertanggungjawab. Dua konsep dasar ini hendaknya menjadi misi yang dituangkan dalam setiap program pendidikan.

Misi harus jadi landasan pengembangan program-program pendidikan dengan tujuan mencapai visi yaitu menyelamatkan keluarga dari api neraka. Pondasi misi yang merupakan implementasi visi adalah mengembangkan program-program sekolah yang membiasakan anak-anak selalu menyembah atau bergantung hanya kepada Allah Tuhan Yang maha Esa dalam segala kondisi, dan membentuk pribadi anak menjadi insan penyejahtera, bagi seluruh makhluk ciptaan Tuhan.  Dasar pengembangan misi  dilandasi oleh Al-Qur’an surat Al-Baqarah, ayat 3.
  
“… yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka,” (Al Baqarah, 2:3).

Konsep dasar pendidikan, di manapun, kapan pun, visinya menyelamatkan anak-anak dari api neraka. Misinya melatih anak-anak untuk selalu menyembah bergantung kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan menjadikan mereka pribadi-pribadi yang bermanfaat bagi seluruh alam.

Bagi kaum muslimin, melatih anak-anak selalu bergantung kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa adalah melatih dan membiasakan shalat. Maka shalat menjadi kegiatan yang harus di kontrol dan di kemas mewarnai setiap kegiatan. Apakah anak-anak didik mu sudah dijaga shalatnya? Itu pertanyaan di akhirat bagi ayah atau kepala sekolah.

Shalat adalah mukjizat dari Allah yang diajarkan kepada Nabi Muhammad saw. beserta umatnya. Shalat adalah solusi bagi segala permasalahan hidup manusia di muka bumi. Nabi Muhammad saw memenangkan Perang Badar, sebelumnya memohon pertolongan dengan shalat. Selanjutnya selamatkan anak-anak dari api neraka, walaupun dengan sedekah membuang sampah pada tempatnya. Shalat dan sedekah adalah penyelamat keluarga kita dari api neraka. Inilah kurikulum dasar pendidikan yang sampai kapan pun tidak akan mengalami perubahan. Wallahu ‘alam.  

(Penulis Kepala Sekolah)

Thursday, March 7, 2019

MEMBACA MENULIS SATU NAFAS

Oleh: TOTO SUHARYA

Masih ingat kisah Habiebie, ketika Ibu Ainun meninggal, jiwa pak Habiebie sangat terguncang. Pak Habiebie hampir gila. Beliau bisa selamat dengan menulis. Buku curhatannya, menjadi karya tulis terbaik dan menjadi film yang sangat menginspirasi penulis. Itulah energi positif dari menulis, bukan hanya menyelamatkan nyawa penulis tetapi bisa memberi semangat hidup kepada orang banyak.

Dunia ini menyedihkan, tidak ada manusia di muka bumi yang lepas dari kesedihan. Allah menciptakan kesedihan, karena dibalik kesedihan Allah menyimpan berbagai pelajaran agar manusia bisa menikmati hidup dengan bahagia.

Jika Allah menciptakan kesedihan, maka pasti Allah menciptakan solusinya. Membaca adalah solusi dari Allah agar manusia bisa melepaskan diri dari kesedihan. Hasil membaca adalah input pengetahuan. Perbendaharaan pengetahuan menjadi alat bagi manusia untuk menyelesaikan segala kesedihan.

Membaca bisa jadi sarana untuk mengisi kekosongan waktu. Orang Jepang, selalu membawa buku guna mengantisifasi kekosongan waktu. Hidup ini menjenuhkan jika tidak ada aktivitas. Membaca adalah pekerjaan diam tetapi penuh aktivitas. Para pembaca tidak pernah merasa kesepian, karena ketika membaca dia sedang berbicara dengan banyak orang, bahkan dengan dirinya sendiri. Para pembaca bisa berdialog dengan Tuhannya. 

MEMBACA DAN MENULIS SEPERTI KITA MENARIK DAN MENGHEMBUSKAN NAFAS. SIAPA YANG TIDAK MEMBACA DAN MENULIS MAKA JIWANYA MATI
Hobi membaca bisa diciptakan, tidak tergantung pada bawaan. Dulu penulis tidak punya hobi membaca atau menulis, setelah banyak baca dan rajin menulis jadilah hobi. Ukuran pekerjaan jadi hobi, jika pekerjaan dilakukan dengan rasa senang. Jika malas membaca, bacalah sampai merasa senang.

Membaca bisa kita ciptakan menjadi hobi dengan terus membaca. Bagi yang merasa kesepian, dan kurang bergairah hidup atau stres, membaca bisa jadi alternatif pengobatan. “carilah hobi yang dapat membuat kita senantiasa bersemangat dalam melakukannya. Jika bersemangat, dopamin (hormon motivasi), akan senantiasa hadir untuk membuat kita lebih dapat berkonsentrasi”. (Muhtadi, 2017, hlm. 277). Membaca bisa membuat hidup tetap semangat (tidak kekurangan dan tidak kelebihan dopamin).

Membaca bisa jadi menyehatkan jika dilanjutkan dengan menulis. Istri penulis yang merasa stres dan kesepian karena kehilangan anak, dianjurkan untuk membaca dan menulis. Nonton sinetron, film, bukannya tidak baik, tetapi jika kontennya kurang baik akan membawa efek semakin stres. Nonton adalah perbuatan menyerahkan diri kita kepada orang lain. Membaca menjadi kegiatan menyenangkan dan menyehatkan, berada di atas kendali kita, bisa dilakukan di mana saja tanpa batas, tidak seperti nonton.

Membaca dilanjut menulis jika sudah menjadi kegiatan menyenangkan dapat membantu otak memproduksi hormon endorphin (hormon bahagia). Hormon ini dianggap sebagai obat anti stres. “Hormon ini keluar saat kita merasa bahagia, senang, dan bersemangat, sebaliknya kita merasa bahagia, senang, dan bersemangat bila hormon ini hadir di tubuh kita”. (Muhtadi, 2017, hlm. 2780).

Membaca dan menulis bisa melahirkan semangat dan kebahagiaan. Membaca adalah input pengetahuan dan menulis melepaskan pengetahuan. Pengetahuan yang di dapat dari bacaan bisa jadi penyemangat hidup (memproduksi dopamin), dan karya tulis yang dihasilkan bisa jadi aktualisasi diri yang membahagiakan (endorphin).

Membaca dan menulis seperti gerakan bernafas, menarik osigen dan menghembuskan karbondioksida. Jika membaca mulai membosankan, itu tanda harus segera menulis. Membaca yang tidak dibarengi dengan menulis, seperti menarik nafas dan tidak dihembuskan kembali. Apa jadinya? Jika menarik nafas tanpa dihembuskan. Membaca tidak akan jadi obat stres tanpa dibarengi menulis. Maka perintah belajar membaca dan menulis adalah satu nafas dan tidak boleh hilang dalam dunia pendidikan. Bagaimana mereka yang tidak membaca? Sama dengan tidak bernafas. Wallahu ‘alam.

(Penulis Kepala Sekolah)

Wednesday, March 6, 2019

MASALAH DASAR PENDIDIKAN KITA


OLEH: TOTO SUHARYA

Keberhasilan Finlandia disajikan dalam data skor rata-rata empat kompetensi yang di kompetisikan ditngkat internasional, menduduki peringkat tertingi. Secara berurutan empat besar negara dengan rata-rata skor tertinggi adalah Finlandia (545,90), Korea Selatan (541,29), Honkong-China (536,83), Jepang (531,79). Indonesia ada di empat besar terbawah. (Chatib, 2011,hlm. 24-25).

Dimana sebab kegagalan pendidikan kita. Jawabnya, Tuhan memerintahakn untuk pertama kalinya kepada manusia adalah bacalah! Ini fakta, agar manusia berkualitas perintah dari Yang Maha Tahu awali, dasari, dengan membaca! Sejarah membedakan zaman pra sejarah dan sejarah, di awali dengan ditemukannya tulisan. Manusia penulis sudah pasti pembaca. Manusia-manusia penulis adalah penanda tingginya peradaban manusia.

Socrates, Plato, Aristoteles dikenal sebagai pemikir Yunani sampai sekarang, karena tulisannya dibaca hingga sekarang. Al Gazhali, Ibu Sina, Al Farabi, Al Kindi, Ibn Rusyd, adalah pemikir berpengaruh di kalangan umat Islam karena karya tulisnya. Empat madzab besar dalam Islam, sangat berpengaruh karena tulisannya. Nabi Muhammad saw, mendapat wahyu dalam bentuk tulisan dan ajarannya sudah 1400 tahun terus bertahan tanpa ada perubahan sampai sekarang. Betapa tulisan dapat menjaga kualitas manusia dari zaman ke zaman.
     
Finlandia sebagai negara terbaik dalam kualitas pendidikan, hampir semua guru menjadi penulis buku, minimal menulis buku teks yang aplikatif, atau menulis buku pelajaran untuk mereka gunakan di kelas. Hasil pendidikan dari guru-guru penulis, diwujudkan dalam tingginya kualitas pendidikan siswa Finlandia ditandai dengan skor tertinggi di dunia dalam kemampuan membaca yaitu 543,46. (Chatib, 2011, hlm. 11).

Negara-negara dengan ekonomi sejahtera, ditandai dengan masyarakat yang memiliki kemampuan tinggi dalam membaca. Kualitas manusia tertinggi di negara tersebut adalah para penulis buku yang menyediakan bacaan untuk masyarakat. Negara-negara dengan skor membaca tinggi, seperti Finlandia, Korea Selatan, Kanada, Australia, Jepang, Hongkong-China, Selandia Baru, termasuk negara sejahtera. 

MAKAN BERSAMA MELATIH KECERDASAN INTERPERSONAL SISWA
Saya pikir tidak perlu lagi banyak fakta disampaikan. Fakta di atas sudah lebih dari cukup untuk menggambarkan bahwa meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia harus diawali dengan melatih dan memperbaiki kemampuan membaca anak-anak didik kita. Bagi guru-guru bukan lagi membiasakan membaca tapi harus menulis, untuk menyediakan bacaan bagi anak-anak agar mereka terangsang untuk terus membaca dan berkarya tulis.

Gerakan literasi (membaca) sudah didengungkan, tetapi penghayatan terhadap pentingnya membaca belum menyerap sampai ke sumsum tulang belakang. Anggaran 20 persen dana bos sekolah untuk buku, saya berharap bukan untuk membeli buku saja, tetapi untuk mendorong guru dan siswa untuk menulis buku melalui pelatihan dan pencetakkannya. Sekarang sudah mulai banyak bertaburan buku karya guru dan menyebar ke siswa. Inilah tanda bangkitnya peradaban bangsa Indonesia.

Saatnya untuk melahirkan anak-anak penulis bukan hanya pembaca. Anak-anak pembaca masih konsumtif karena mereka hanya bisa menjadi pembeli buku, tetapi melahirkan anak-anak penulis, kita sudah melahirkan generasi produktif dengan karya. Inilah masalah dasar pendidikan kita. Tuhan tidak mungkin salah, awalilah dengan membaca dan terus tingkatkan dengan menulis. Setiap penulis pasti pembaca, dan baru setengah peradaban kita miliki jika hanya jadi pembaca.  Wallahu ‘alam.


(Penulis Kepala Sekolah)

BERPIKIR CEPAT

Oleh: Dr. Toto Suharya, S.Pd., M.Pd. Berat otak manusia sekitar 1,3 kg atau 2% dari berat badan. Otak tidak pernah berhenti bekerja sekalipu...