Thursday, March 7, 2019

MEMBACA MENULIS SATU NAFAS

Oleh: TOTO SUHARYA

Masih ingat kisah Habiebie, ketika Ibu Ainun meninggal, jiwa pak Habiebie sangat terguncang. Pak Habiebie hampir gila. Beliau bisa selamat dengan menulis. Buku curhatannya, menjadi karya tulis terbaik dan menjadi film yang sangat menginspirasi penulis. Itulah energi positif dari menulis, bukan hanya menyelamatkan nyawa penulis tetapi bisa memberi semangat hidup kepada orang banyak.

Dunia ini menyedihkan, tidak ada manusia di muka bumi yang lepas dari kesedihan. Allah menciptakan kesedihan, karena dibalik kesedihan Allah menyimpan berbagai pelajaran agar manusia bisa menikmati hidup dengan bahagia.

Jika Allah menciptakan kesedihan, maka pasti Allah menciptakan solusinya. Membaca adalah solusi dari Allah agar manusia bisa melepaskan diri dari kesedihan. Hasil membaca adalah input pengetahuan. Perbendaharaan pengetahuan menjadi alat bagi manusia untuk menyelesaikan segala kesedihan.

Membaca bisa jadi sarana untuk mengisi kekosongan waktu. Orang Jepang, selalu membawa buku guna mengantisifasi kekosongan waktu. Hidup ini menjenuhkan jika tidak ada aktivitas. Membaca adalah pekerjaan diam tetapi penuh aktivitas. Para pembaca tidak pernah merasa kesepian, karena ketika membaca dia sedang berbicara dengan banyak orang, bahkan dengan dirinya sendiri. Para pembaca bisa berdialog dengan Tuhannya. 

MEMBACA DAN MENULIS SEPERTI KITA MENARIK DAN MENGHEMBUSKAN NAFAS. SIAPA YANG TIDAK MEMBACA DAN MENULIS MAKA JIWANYA MATI
Hobi membaca bisa diciptakan, tidak tergantung pada bawaan. Dulu penulis tidak punya hobi membaca atau menulis, setelah banyak baca dan rajin menulis jadilah hobi. Ukuran pekerjaan jadi hobi, jika pekerjaan dilakukan dengan rasa senang. Jika malas membaca, bacalah sampai merasa senang.

Membaca bisa kita ciptakan menjadi hobi dengan terus membaca. Bagi yang merasa kesepian, dan kurang bergairah hidup atau stres, membaca bisa jadi alternatif pengobatan. “carilah hobi yang dapat membuat kita senantiasa bersemangat dalam melakukannya. Jika bersemangat, dopamin (hormon motivasi), akan senantiasa hadir untuk membuat kita lebih dapat berkonsentrasi”. (Muhtadi, 2017, hlm. 277). Membaca bisa membuat hidup tetap semangat (tidak kekurangan dan tidak kelebihan dopamin).

Membaca bisa jadi menyehatkan jika dilanjutkan dengan menulis. Istri penulis yang merasa stres dan kesepian karena kehilangan anak, dianjurkan untuk membaca dan menulis. Nonton sinetron, film, bukannya tidak baik, tetapi jika kontennya kurang baik akan membawa efek semakin stres. Nonton adalah perbuatan menyerahkan diri kita kepada orang lain. Membaca menjadi kegiatan menyenangkan dan menyehatkan, berada di atas kendali kita, bisa dilakukan di mana saja tanpa batas, tidak seperti nonton.

Membaca dilanjut menulis jika sudah menjadi kegiatan menyenangkan dapat membantu otak memproduksi hormon endorphin (hormon bahagia). Hormon ini dianggap sebagai obat anti stres. “Hormon ini keluar saat kita merasa bahagia, senang, dan bersemangat, sebaliknya kita merasa bahagia, senang, dan bersemangat bila hormon ini hadir di tubuh kita”. (Muhtadi, 2017, hlm. 2780).

Membaca dan menulis bisa melahirkan semangat dan kebahagiaan. Membaca adalah input pengetahuan dan menulis melepaskan pengetahuan. Pengetahuan yang di dapat dari bacaan bisa jadi penyemangat hidup (memproduksi dopamin), dan karya tulis yang dihasilkan bisa jadi aktualisasi diri yang membahagiakan (endorphin).

Membaca dan menulis seperti gerakan bernafas, menarik osigen dan menghembuskan karbondioksida. Jika membaca mulai membosankan, itu tanda harus segera menulis. Membaca yang tidak dibarengi dengan menulis, seperti menarik nafas dan tidak dihembuskan kembali. Apa jadinya? Jika menarik nafas tanpa dihembuskan. Membaca tidak akan jadi obat stres tanpa dibarengi menulis. Maka perintah belajar membaca dan menulis adalah satu nafas dan tidak boleh hilang dalam dunia pendidikan. Bagaimana mereka yang tidak membaca? Sama dengan tidak bernafas. Wallahu ‘alam.

(Penulis Kepala Sekolah)

No comments:

Post a Comment

BERPIKIR CEPAT

Oleh: Dr. Toto Suharya, S.Pd., M.Pd. Berat otak manusia sekitar 1,3 kg atau 2% dari berat badan. Otak tidak pernah berhenti bekerja sekalipu...