Saturday, March 18, 2023

PESAN AL QURAN DARI BAMBU

Oleh: Dr. Toto Suharya, S.Pd., M.Pd.

Mr. Wouter dari Global Peace Foundation mengatakan untuk membentuk karakter seorang pemimpin, kita dapat belajar dari filosofi bambu. Bambu punya karakter sebelum menumbuhkan batangnya yang tinggi, dia membuat akar yang kokoh. Akar yang kokoh dibangun secara bertahap, berkelanjutan dan dibentuk dalam sebuah kelompok. Hal ini sebenarnya adalah pesan dari Al Quran. 

Dalam kepemimpinan, membangun akar yang kokoh seperti membangun prinsip-prinsip hidup yang harus tumbuh dalam diri seorang pemimpin. Prinsip-prinsip hidup seorang pemimpin harus dibentuk sejak dini, ditanamkan, kemudian dipelihara dalam sebuah komunitas yang sama-sama punya komitmen menumbuhkan jiwa-jiwa kepemimpinan. Begitulah cara bambu, membentuk karakter pemimpin.

Batang bambu banyak manfaatnya bagi kehidupan. Sifatnya yang elastis dapat dibentuk menjadi apa saja. Inilah sifat seorang pemimpin yang harus ditiru dari pohon bambu. Pemimpin yang banyak manfaatnya bagi kehidupan masyarakat. Pemimpin harus punya kemampuan beradfatasi tinggi, fleksible thingking, sehingga bisa menjadi pengayom bagi masyarakat.

Jiwa kepemimpinan ada pada diri setiap orang. Ketika lahir manusia sudah diberi potensi menjadi seorang pemimpin. Mr. Wouter mengatakan, "the leader has no age". Artinya kepemimpinan tidak mengenal usia. Menjadi seorang pemimpin tidak perlu menunggu tua. Pendidikan sejak dini harus melatih murid-murid untuk memiliki kompetensi seorang pemimpin. 

Menyimak pernyataan Mr. Wouter, saya teringat pada hadis Rasulullah SAW. "Dari Ibnu Umar RA, dia berkata, “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, ‘Kalian semua adalah pemimpin dan akan di mintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.'” (HR Bukhari dan Muslim). Hadis ini, dalam bahasa Mr. Wouter adalah the leader has no age, karena menurut hadis semua orang adalah pemimpin.

Dan Kami Allah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami dan Kami wahyukan kepada mereka agar mereka berbuat kebaikan, melaksanakan shalat, menunaikan zakat dan hanya kepada Kami mereka menyembah. (QS. Anbiya:73).

The leader has no age, karena setiap orang terlahir sebagai pemimpin

Aku wasiatkan kalian agar bertaqwa kepada Allah, mendengar dan taat kepada pemimpin walaupun ia seorang hamba sahaya habasyah” (HR. At Tirmidzi).  Kompetensi bagaimana menjadi seorang pemimpin, dan mentaati pemimpin menjadi ajaran penting dalam ajaran Islam.

“Para fuqaha telah berijma’ akan wajibnya menaati penguasa yang menang (dengan senjata) dan berjihad bersamanya. Dan bahwa menaatinya lebih baik dari memberontak kepadanya. Karena yang demikian itu lebih mencegah terkucurnya darah dan menenangkan kekacauan” (Fathul Baari 13/7).

Seorang muslim wajib mendengar dan taat dalam perkara yang dia sukai atau benci selama tidak diperintahkan untuk bermaksiat. Apabila diperintahkan untuk bermaksiat, maka tidak ada kewajiban mendengar dan taat.” (HR. Bukhari no. 7144).

Ajaran Islam tidak menekankan pada bagaimana seseorang pemimpin saja, tetapi mengajari pula bagaimana menjadi seorang rakyat yang baik. Rakyat-rakyat yang baik akan melahirkan pemimpin yang baik. Sebagaimana batang bambu, mampu menahan terpaan badai angin, karena batang bambu tumbuh dari kelompok akar batang yang kokoh. Artinya, membentuk pemimpin yang kuat, harus diwujudkan dengan membentuk masyarakat yang baik. 

Upaya Global Peace Foundation dalam mewujudkan perdamaian dunia melalui pembentukkan karakter pemimpin pada murid-murid, relevan dengan misi ajaran Islam. Dalam kisah hidup Nabi Muhammad SAW, akhir dari perjuangan kenabian Nabi Muhammad SAW ditandai dengan pembebasan Mekkah. Kisah pembebasan Mekkah dikenang sebagai masa pengampunan massal, karena Nabi Muhammad melarang setetes pun darah tertumpah.***


LOGIKA ADALAH PEMBENTUK KARAKTER

Oleh: Dr. Toto Suharya, S.Pd., M.Pd.

Supaya mudah, pengertian logika saya artikan dengan definisi berpikir sebab akibat. Berpikir sebab akibat sangat sederhana, contohnya saya makan karena lapar. Saya pergi ke toilet karena ingin buang air kecil. Cara berpikir atau belogika paling dasar adalah berpikir sebab akibat. Semua yang dilakukan orang berdasarkan perintah otak dengan pola sebab akibat. 

Penyebab berpikir sebab akibat menjadi kompleks tergantung pada pembendaharaan pengetahuan. Perbedaan perbendaharaan pengetahuan seseorang, menjadi sebab terjadinya perbedaan pendapat. Untuk menguji kebenaran pendapat didukung oleh beberapa faktor yang memengaruhinya. Pertama, kebenaran didukung oleh fakta primer dan variasi jumlahnya. Kedua, kebenaran didukung oleh otoritas, orang atau lembaga yang disepakati memiliki kewenangan. Ketiga, jumlah pendukung argumen yang banyak.  

Pengajaran karakter sumber dasarnya adalah pengetahuan. Logika-logika yang dibangun pada pendidikan karakter adalah tentang etika, moral, dan nilai-nilai. Pembentukkan karakter dibangun oleh pengetahuan tentang etika, moral, dan nilai-nilai. Pembentukkan karakter dibangun oleh pengetahuan etika, moral, dan  nilai, bersumber dari pengetahuan dari kitab suci, buku, tokoh, dan otoritas yang punya kredibilitas tinggi, dan pengalaman. 

Pengajaran pendidikan karakter biasanya dilakukan dengan cara pembiasaan. Namun demikian, perubahan karakter yang kelak terjadi bukan dilihat dari kebiasaan berprilaku sehari-hari, tapi terletak pada pembentuk pola pikir yang dibentuk di otak. Secara kasat mata, siswa melakukan hal baik secara berulang-ulang, tapi sesungguhnya siswa sedang membentuk pola tindak yang ada dalam otak. Para ahli neurologi mengatakan bahwa tindakan yang diulang-ulang, di dalam otak akan membentuk seperti jalan setapak yang sering dilalui.  

Jadi pembentukkan karakter yang sebenarnya bukan pada pembiasaan prilaku sehari-hari semata, tetapi pembentukan pola pikir di dalam otak. Siswa yang setiap hari disiplin tepat waktu, disiplin melaksanakan ritual doa, di dalam otaknya akan terbentuk pola pikir didukung berdasarkan pengetahuan-pengetahuan yang dia dapatkan dari pengalaman yang dia lakukan. Jika pengalaman buruk yang dia dapatkan, maka kebiasaan disiplin akan bersifat sementara. Sebaliknya jika pengalaman baik yang dia dapatkan selama berprilaku disiplin, maka prilaku disiplin akan bertahan lama. 

Oleh karena itu, pendidikan karakter bukan sebatas membiasakan siswa berpilaku baik, tetapi mereka harus bisa tahu dan merasakan jika berprilaku baik dampaknya memang diketahui dan dirasakan hidup menjadi lebih baik. Metode pendidikan karakter sebaiknya menggunakan pendekatan komprehensif, dimana dalam pembelajaran harus menyentuh tiga ranah yaitu psikomotor, afektif, dan kognitif. 

Pendidikan karakter baiknya dilakukan dari psikomotor lebih dulu, yaitu membimbing siswa untuk melakukan prilaku baik. Selanjutnya, bimbing siswa untuk menemukan pengalaman-pengalaman menyenangkan atau pun menyedihkan (afektif) setelah melakukan prilaku-prilaku baik. Setiap temuan-temuan menyenangkan dan menyedihkan dari pengalaman, harus dicatatkan dalam catatan harian. 

Dalam jangka yang sudah ditentukan, siswa dibimbing untuk melakukan analisis pengalamannya, dan harus bisa mengambil kesimpulan. Sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil kesimpulan, guru memberi pengetahuan tentang hal-hal positif dari prilaku baik yang dilakukan siswa. Pada ranah kognitif, guru harus menyajikan bacaan yang memberi tahu bahwa prilaku positif yang dilakukan akan berdampak baik dengan menghadirkan contoh-contoh, misalnya dari tokoh-tokoh sukses dari berbagai bidang. 

Untuk pembentukkan karakter pada domain koginitif, siswa perlu diberi panduan-panduan berlogika pembentuk karakter. Berikut ada beberapa pola logika pembentuk karakter yang dapat menjadi pedoman mengapa siswa harus melaksanakan program pendidikan karakter yang telah ditentukan prilakunya. 

Pola dasar berlogika yang harus dipahami adalah kebaikan dan kejahatan tidak bercampur. Polanya, kebaikan selalu berakibat kebaikan, dan kejahatan berakibat kejahatan. Pada tataran empiris atau fakta lapangan, bisa terjadi perbedaan pandangan yaitu tidak selalu yang baik berbalas kebaikan. Hal ini tidak dapat dipandang sebagai kebenaran karena dalam tataran empiris hidup manusia berada dalam proses. Kebaikan sesungguhnya ada pada pola pikir, bukan pada tataran empiris. Pada tataran pola pikir, kebenaran pada akhirnya ada di dunia imajinasi yang kelak akan jadi kenyataan. Kenyataan akhir dari hukum kebaikan berbalas kebaikan ada di kehidupan setelah kematian. 

Bagi orang-orang yang tidak percaya kehidupan setelah kematian mungkin tidak menerima kebaikan berbalas kebaikan ada dikehidupan setelah kematian. Namun demikian, pendapat mereka yang tidak percaya hari kemudian tidak dapat dipertanggungjawabkan karena sama-sama tidak bisa membuktikan bahwa kehidupan setelah kematian itu tidak ada kehidupan. Sebagai bangsa berkeyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa, kita yakin bahwa ada kehidupan setelah kematian. 

Logika pasti bagi pembentuk karakter adalah kebaikan akan berbalas kebaikan, dan kejahatan akan bebalas kejahatan. Logika pasti ini merupakan logika pembentuk karakter mutlak karena setelah kematian akan ada kehidupan. Jadi pendidikan agama yang mengarah pada pengajaran etika, moral, dan nilai hidup menjadi sumber ajaran pembentukkan karakter.***



BERPIKIR CEPAT

Oleh: Dr. Toto Suharya, S.Pd., M.Pd. Berat otak manusia sekitar 1,3 kg atau 2% dari berat badan. Otak tidak pernah berhenti bekerja sekalipu...