Monday, October 26, 2020

KEGAGALAN MENGELOLA SEKOLAH

OLEH: TOTO SUHARYA
(Kepala Sekolah, Sekretaris I DPP AKSI, KACI)

“Kuasailah informasi maka kamu akan menggenggam dunia”. (John Naisbitt). Pernyataan ini sangat masuk akal. Dulu ketika saya pergi ke Jakarta selalu tersesat karena tidak tahu jalan. Sekarang dengan informasi dari GPS, pelosok Jakarta mana yang tidak bisa saya temukan. Dulu kampung saya tidak dikenal, jangankan sama orang Jakarta, tetangga kampung saja masih bertanya-tanya dimana letak kampung saya. Sekarang dengan GPS orang Jakarta tiap minggu menghindari kemacetan lewat jalan kampung saya. Inilah bukti bahwa dengan informasi kita dapat menguasai medan.

Di abad 21 kebutuhan masyarakat tentang pentingnya informasi semakin meningkat. Namun sayang kemampuan memilah dan memilih informasi-informasi yang bermanfaat rendah. Masyarakat terbuai oleh informasi-informasi remeh tentang kriminal, kekerasan, pornografi, dan ujaran kebencian. Pendidikan telah gagal mengajarkan betapa pentingnya menguasai informasi. Berjubelnya informasi yang bisa diakses semakin sadar betapa pentingnya punya kemampuan berpikir tinggi untuk menginterpretasi, mengintegrasi, meng-create dan mengambil keputusan berdasarkan informasi yang diterima.

Keberhasilan mengelola sekolah salah satu faktornya adalah mengelola informasi. “Semua masalah terjadi karena miskomunikasi” (Muhammad Plato). Ada orang duduk di trotoar marah-marah kepada orang yang lewat karena menginjaknya. Orang yang terinjak memaki dengan kata-kata kotor dan sangat tidak pantas. Tetapi setelah orang yang menginjak itu menceritakan bahwa dirinya buta, jadi berbalik orang yang terinjak meminta maaf kepada yang menginjak. Inilah gambaran umum bahwa sebuah masalah terjadi karena miskomunikasi.

Sahabat saya seprofesi mengatakan, “komunikasi itu gampang, tapi susah”. Memang komunikasi itu gampang melakukannya, tetapi belum tentu orang yang diajak komunikasi memahami dan menganggap penting apa yang kita komunikasikan. Maka susahnya berkomunikasi karena kita butuh kesabaran untuk mengulang-ulang informasi yang disampaikan untuk menjamin tidak terjadi miskomunikasi.

Program sekolah belum tentu berhasil sebelum informasi program sampai ke seluruh warga sekolah. Maka dibutuhkan komunikasi inten pihak sekolah dengan anak-anak untuk menginformasikan program. Untuk membangun komunikasi inten, pihak sekolah harus mengerahkan seluruh tenaga dan cara yang bisa dijadikan sebagai media komunikasi. Semakin banyak tenaga dan alat atau teknologi dimanfaatkan untuk mengkomunikasikan program, semakin besar kemungkinan program menjadi kolektif memori anak-anak dan semakin besar peluang program bisa berhasil.

Segala prilaku manusia ditentukan oleh apa yang ada di memorinya. Mengubah prilaku siswa adalah mengubah isi memori siswa. Sosialisasi program sekolah harus dilakukan inten dan dilakukan oleh seluruh warga sekolah. Sosialisasi program harus dilakukan dan terkondisikan tiap hari.

“Dan sebutlah Allah banyak banyak agar kamu mendapat kemenangan” (Al Jumu’ah, 62:10).

Ayat di atas mengispirasi dunia pendidikan bahwa kata kata positif, kata-kata yang membangun optimisme, kata-kata yang menggembirakan harus disampaikan berulang-ulang sesering mungkin untuk membentuk pola pikir anak-anak. Maka janji Allah jika informasi-informasi positif terus dikomunikasikan, maka peluang besar kemenangan, keberhasilan, dan kesuksesan akan diraih oleh anak-anak.

Demikian juga komunikasi antar pendidik harus dibangun terus dalam kerangka membangun optimisme, dan harmonisasi dalam dunia kerja. Komunikasi menjadi faktor penting dalam mengelola sekolah untuk meminimalisir terjadinya permasalahan yang dapat mengganggu keberhasilan mengelola program sekolah. Wallahu’alam.

Saturday, October 24, 2020

WELLBEING STUDENT

 Oleh: Toto Suharya

(Kepala Sekolah, Sekretaris I DPP AKSI, KACI)

Sekolah harus menjadi tempat yang paling membahagiakan bagi anak-anak. Sekolah harus menjadi tempat yang menjanjikan kesejahteraan bagi anak-anak. Mereka yang masuk sekolah harus punya keyakinan bahwa dengan masuk sekolah mereka bisa hidup lebih sejahtera. Dengan keyakinan ini anak-anak akan merasa wellbeing (bahagia) dalam melaksanakan seluruh aktivitas belajar di sekolah. Untuk mewujudkannya, Syawal Gultom menjelaskan masalah dan apa yang harus dilakukan oleh sekolah.

Wellbeing Student ditandai dengan sikap positivity (selalu positif, good mood) ditandi dengan prilaku positif dan berbicara positif, resilience, self-optimissation, and satisfaction. (Nobel dan McGrath, dalam Aris dan Djamhur, 2017, hlm. 769).  Sikap positif tercermin dalam hubungan sosial dengan semua kalangan antara lain guru, teman sebaya, komunitas dan lingkungan keluarga. Resilience adalah kemampuan siswa dalam menghadapi kesulitan dan mengembalikan kondisi menjadi positif berkelanjutan. Self-optimisation adalah kepercayaan diri yang dimiliki anak terhadap kemampuan dirinya ditandai dengan kepemilikan growt mindset. Satisfaction berkaitan dengan kepuasaan anak terhadap proses pembelajaran yang dirasanya bermanfaat dan relevan dengan kebutuhan untuk menjalani hidup di masyarakat.   

Pertama anak-anak harus diajari untuk punya kemandirian, selalu berpikir positif, tidak pernah mencurigai orang lain. Anak-anak diajari jangan pernah bersikap negatif pada orang. Untuk mengajarkannya harus didukung oleh kepala sekolah yang harus paham pendidikan Indonesia. Paham tentang keprofesionalan guru. Paham kondisi pembelajaran dan paham kondisi lulusan pendidikan indonesia.

Selanjutnya menurut Gultom, kemajuan suatu bangsa ditentukan oleh level berpikir generasinya. Pembelajaran di kelas harus mengajarkan kemampuan berpikir tinggkat tinggi, kepedulian, dan mampu menyelesaikan masalah yang ada pada diri dan lingkungannya. Sebagai contoh pada masa pandemi Covid-19 anak-anak harus diajak beradaftasi dengan pradigma baru tentang kesehatan. Masa covid 19 telah merubah cara hidup sehat bukan dengan obat-obatan. Kesehatan adalah mempertahankan daya tahan tubuh secara alami dengan membiasakan prilaku dan pola hidup sehat, dan masa obat-obatan sudah berlalu.

Hal seperti di atas bisa diajarkan oleh sekolah yang dimpimpin kepala sekolah yang mengajarkan keteladanan tentang personal value, leading teaching, leading innovation and change, and leading the management of school. Kepala sekolah harus bisa meyakinan bahwa orang datang ke sekolah untuk jadi pembelajaran yang sukses. Kepala sekolah harus menjamin ketersediaan guru yang tangguh yaitu guru dengan jiwa pembelajar. Guru yang tangguh memiliki komitmen pada nilai hidup bahwa setinggi-tinggi derajat manusia adalah mereka yang memiliki kontribusi kepada orang dan alam. Guru yang memesona adalah guru yang sepenuh jiwa mengabdikan dirinya untuk melayani dan mengembangkan seluruh potensi anak-anak.  

Pendidikan juga harus relevan ketika berbicara soal kesejahteraan. Jumlah 24,9 juta orang miskin di indonesia sangat tidak mungkin terjadi jika dibandingkan dengan sumberdaya alam yang dimiliki bangsa Indonesia. Masyarakat miskin mereka berpenghasilan Rp. 15.000 per hari. Padahal seluruh jenis kekayaan alam yang ada di muka bumi semuanya ada di Indonesia.  

Kita perlu melakukan lompatan besar dalam mengelola pendidikan. Pendidikan adalah hidup itu sendiri (John Dewey). Kita harus akui bahwa selama ini guru-guru kita tidak memiliki kepatuhan pada jadwal belajar karena hadir ke kelas terlambat. Jika hadir tepat waktu kita belum mengajarkan materi yang relevan dibutuhkan anak-anak. Kita juga masih bermasalah dalam hal pendalaman materi dan guru belum sepenuh hati menjadi pengajar.

Konsep pendidikan di negara lain dengan negara kita tidak jauh berbeda. Masalahnya adalah kejujuran kita sebagai guru perlu ditingkatkan. Di Finlandia, guru diberi tujuan negara. Guru bisa mewujudkannya di kelas. Kita kadang-kadang mengajarkan sesuatu yang tidak sebagaimana ditugaskan oleh negara. Di jepang, RPP sudah ada di hati, pikiran, dan tindakan guru. Kita masih berkutat dengan RPP dalam bentuk adminsitrasi fisik.

Tentang kompetensi berpikir tingkat tinggi, Gultom mengatakan 70% guru kita telah mengetahuinya, namun yang paham hanya 40%, yang menerapkan 20% dan guru yang mengajarkan berpikir tingkat tinggi kepada anak-anak hanya 5%. Dari skala 0-10, guru-guru yang mengajarkan kreativitas kepada anak-anak, guru-guru kita hanya ada di skala 2,87. Dalam kondisi ini anak-anak tidak diajari berpikir sampai pada level 6 (create).

Selanjutnya Gultom mebeberkan fakta, sejak 2005 hasil program sertifikasi  hanya 10 persen guru yang berubah prilaku kerjanya. Sertifikasi guru belum menemukan inti tujuan sertifikasi. Ternyata yang hebat pendidikan itu soal kejujuran. Konsep kita tidak kalah baik dengan negara lain. Kejujuran diawali dari guru yang harus mau melakukan perubahan ke arah wellbeing hingga membudaya di sekolah. Perubahan mulai dari persepsi cara berpikir positif dan prilaku dari seorang guru. Guru yang terbaik yang punya tanggung jawab untuk berubah. Darwin mengatakan manusia terbaik adalah mereka yang mampu beradftasi dengan lingkungan.

Pendidikan kita butuh kepala sekolah, guru, pengawas, dan kepala dinas yang wellbeing dalam melaksanakan tugas. Sehingga lingkungan pendidikan menjadi lingkungan yang menjanjikan kebahagiaan dan memberdayakan.  Wallahu’alam. 

Thursday, October 22, 2020

SEKOLAH AGEN PROPAGANDA

OLEH: TOTO SUHARYA
(Kepala Sekolah, Sekretaris I DPP AKSI, KACI)

Sekolah adalah lembaga yang ditugasi negara untuk mempropagandakan tujuan-tujuan negara. Propaganda dalam bahasa latin modern adalah propagare yang artinya mengembangkan atau memekarkan, isinya berupa rangkaian pesan yang bertujuan untuk memengaruhi pendapat dan kelakuan masyarakat atau sekelompok orang (id.wikipedia.org).

Tujuan sekolah adalah memengaruhi warga sekolah untuk memiliki pola pikir, prilaku dan kepribadian, sesuai dengan ideologi dan tujuan-tujuan pendidikan yang ditetapkan oleh negara. Sekolah harus bisa mewujudkan tujuan-tujuan negara menjadi pola pikir dan kepribadian warga negaranya.

Agen propaganda di sekolah dipimpin oleh kepala sekolah, guru, siswa, para pengawas, dan dinas pendidikan. Propaganda adalah seni memengaruhi pendapat warga sekolah, masyarakat, dengan mengembangkan dan menyampaikan pesan berulang-ulang, dengan berbagai macam cara dan kreasi agar pesan yang dikembangkan menjadi opini dan kolektif memori warga. Propaganda berkaitan dengan kreativitas mengolah pesan agar menjadi pusat perhatian, buah bibir, dan diapresiasi terus oleh masyarakat menjadi obrolan sehari-hari.

Kunci dari keberhasilan propaganda adalah intensitas komunikasi sekolah dengan warga sekolah dan masyarakat. Penggunaan berbagai media informasi dan kualitas informasi yang disampaikan ikut menentukan keberhasilan propaganda. Tidak kalah penting adalah tim kreatif yang punya keahlian mengemas informasi sekecil apapun menjadi informasi yang menarik, dikemas secara digital hingga mudah diakses oleh masyarakat.

Propaganda dilakukan oleh negara-negara besar di dunia yang ingin menguasi dunia. Kehebatan sebuah negara tergantung pada kemasan informasi di media massa dan disebarluaskan ke seluruh negara. Monopoli informasi menjadi salah satu alat keberhasilan negara-negara besar menguasai negara-negara kecil. Bumi bulat, peluncuran satelit, pendaratan di bulan, kekuatan militer, penemuan teknologi, penerapan sistem ekonomi, dominasi peredaran mata uang dan paradgima pengembangan ilmu, dikemas dalam sebuah propaganda demi eksistensi dan kehebatan sebuah negara. Penguasaan teknologi informasi di abad ini menjadi faktor vital guna menunjang keberhasilan propaganda.

Di abad informasi ini, sekolah selayaknya memiliki agen-agen kreatif propaganda. Agen propaganda di sekolah bertugas untuk membangun opini, pola pikir, dan mindset positif warga sekolah dan masyarakat. Agen propaganda sekolah beranggotakan kepala sekolah, guru, dan seluruh siswa. Agen propaganda adalah mereka yang berani to create hal-hal positif dan menyebarluaskannya di media massa. Keberanian to create hal positif adalah level tertinggi dalam dunia pendidikan yang harus terus dipompa.

Sekolah sebagai agen propaganda harus diisi oleh kepala sekolah dan guru-guru yang penuh “birahi” to create. “Birahi” to create hal-hal positif, edukatif, inspiratif harus terus digaungkan oleh leader to create yaitu kepala sekolah dan guru-guru. Di tangan kepala sekolah dan guru-guru, birahi to create ratusan sampai ribuan anak dalam satu sekolah harus tersalurkan dengan memerhatikan berbagai kompetensi yang dimilikinya.

Jika sekolah sudah menjadi agen propaganda pola pikir positif, pola pikir optimistik, pola pikir growth, dan berwujud dalam prilaku-prilaku positif, kemudian dipropagandakan melalui berbagai media sosial oleh ribuan warga sekolah, maka sekolah akan berubah menjadi wellbeing school. Sekolah menyenangkan, sekolah memuaskan dan sekolah yang menjadi harapan masyarakat dalam mengubah nasib hidupnya di masa yang akan datang.

Ilmu-ilmu propaganda harus diajarkan di sekolah, karena di zaman sekarang, kebenaran dan kebesaran sebuah negara tidak lepas dari propaganda yang berhasil mengubah mindset warga negaranya sesuai dengan ideologi dan tujuan negara. Sekecil apapun kebaikan anak-anak di sekolah akan menjadi besar namun sangat tergantung pada para agen propaganda dan leader to create di sekolah yaitu kepala sekolah dan guru-guru. Wallahu’alam.

Sunday, October 18, 2020

PENDIDIKAN MANUSIA

 OLEH: TOTO SUHARYA

Berbagai sudut pandang filsafat dan teori tentang pendidikan dikemukakan para ahli dari berbagai latar belakang bangsa, negara, suku, dan agama. Saya tidak tahu mana yang harus dijadikan rujukan untuk mendidik manusia. Setiap pemikiran tidak pernah komprehensif memberikan pandangan bagaimana seharusnya manusia diberi pendidikan.

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, bantahlah mereka dengan cara yang baik” (Al Nahl, 16:125).

Tugas Nabi Muhammad saw dari Allah adalah menyempurnakan akhlak. Inilah inti pendidikan manusia sesungguhnya. Berbagai bidang profesi yang bisa digeluti manusia pada intinya mereka harus punya akhlak yang baik dalam menjalani tugas profesinya.

Untuk membentuk akhlak yang baik di dalam Al-Qur’an Tuhan memberi pedoman berdasarkan proses penciptaannya manusia terdiri dari tiga unsur yaitu basyar, insan, dan annas. Basyar adalah makhluk spiritual, insan makhluk invidual, dan annas makhluk sosial. Murid-murid sebagai manusia utuh untuk pertama kali harus diperkenalkan siapa Tuhan yang menciptakannya dan apa tujuan Tuhan menciptakannya. Selanjutnya murid-murid difasilitasi untuk mengenal segala potensi yang ada pada dirinya. Sebagai individu murid-murid harus difasilitasi untuk menjadi pribadi-pribadi yang punya kompetensi agar bisa menjaga kehormatan dirinya. Setelah menjadi pribadi yang kompeten, murid-murid harus dilatih kesadarannya untuk menjadi makhluk sosial dengan menjadi manusia bermanfaat untuk manusia lainnya.

Ketiga unsur pendidikan manusia sebagai makhluk basyar (spiritual), insan (individu), dan annas (sosial), tidak lepas dari konteks sebagai manusia spiritual yang melakukan segala aktivitasnya sebagai bagian dari ketundukkan dan kepatuhan kepada Tuhannya. “seutama-utama manusia adalah mukmin yang berilmu yang apabila diperlukan, ia berguna. Kalaupun tidak diperlukan, ia dapat mengurusi dirinya”. (Hadis).

Akal adalah sumber ilmu. Sabda Rasulullah Saw yang menegaskan kemuliaannya, “Yang pertama kali diciptakan adalah akal. Allah berfirman kepadanya, “Menghadaplah! Maka ia menghadap. Kemudian dia berpfirman kepadanya, Mundurlah! Maka ia mundur. Dia berfirman, Demi keagungan dan kebesaran Ku Aku tidak menciptakan makhluk lebih mulia bagi Ku dari padamu. Dengan mu Aku mengambil, dengan mu Aku memberi, dengan mu Aku memberi pahala, dan dengan mu aku memberi hukuman”. (Al-Ghazali, 2016, hlm.40)

Kemulaiaan manusia terletak pada akalnya. Dalam hadis lain Rasulullah saw bersabda, “aku bertanya kepada Jibril, apakah kepemimpinan itu? Jibril menjawab, Akal”. Manusia kelak akan diadili oleh Tuhan adalah akalnya. (Al-Ghazali, 2016, hlm.40)

Pendidikan untuk manusia agar menghidupkannya sebagai makhluk basyar, insan, dan annas, terletak pada akalnya. Mengajari akalnya dengan berbagai ilmu, cara berpikir (berlogika) yang baik, dan berbicara yang baik agar mereka hidup di jalan Tuhan.

Hamka (2018, hlm. 44) menjelaskan sebuah hadis, “Tiadalah sempurna akal manusia selama-lamanya, sebelum sempurna akalnya. Agama manusia ialah akalnya, dan siapa yang tiada berakal tiadalah agama baginya”.  

Begitu utmanya akal dalam keberagamaan manusia. Menurut riwayat Anas pernah dipuji-puji orang seorang sahabat dekat Rasulullah, dipuji ibadahnya, dipuji perangainya, dipuji keimanannya, adabnya dan sopannya. Tetapi Rasulullah Saw. Tiada memperdulikan pujian-pujian itu, hanya beliau bertanya, “bagaimanakah akalnya?” Mereka balik bertanya, “Bagaimana ya Rasulullah? Kami sebut segala macam kelebihannya, tetapi Rasulullah tanyai juga akalnya.” Maka Beliau bersabda “sesungguhnya orang yang ahmak (bodoh) tetapi rajin beribadah telah tertimpa bahaya lantaran bodohnya, lebih besar dari ada bahaya yang menimpa lantaran kejahatan orang yang durjana. Yang mengangkat manusia kepada derajat dekat kepada Tuhan ialah menurut kadar akal mereka jua”. (Hamka, 2018, hlm, 41).

Al khalil Ibn Ahmad berkata, Manusia itu ada empat: pertama, yang tahu dan tahu bahwa ia tahu. Ia adalah alim, maka ikutilah. Kedua, yang tahu tetapi ia tidak tahu bahwa ia tahu. Ia adalah orang yang tertidur, maka bangunkanlah. Ketiga, yang tidak tahu, dan tahu bahwa ia tidak tahu. Ia adalah orang yang mencari bimbingan, maka ajarilah. Keempat, yang tidak tahu, tetapi tidak tahu bahwa ia tidak tahu. Ia adalah orang bodoh, maka waspadailah. (Al Ghazali, 2016, hlm. 38).

Begitulah pentingnya mendidik akal manusia agar mereka menjadi manusia yang selalu patuh dan taat kepada Tuhannya dan bermanfaat bagi kesejhateraan umat manusia. Wallahu’alam.

BERPIKIR CEPAT

Oleh: Dr. Toto Suharya, S.Pd., M.Pd. Berat otak manusia sekitar 1,3 kg atau 2% dari berat badan. Otak tidak pernah berhenti bekerja sekalipu...