Sunday, October 18, 2020

PENDIDIKAN MANUSIA

 OLEH: TOTO SUHARYA

Berbagai sudut pandang filsafat dan teori tentang pendidikan dikemukakan para ahli dari berbagai latar belakang bangsa, negara, suku, dan agama. Saya tidak tahu mana yang harus dijadikan rujukan untuk mendidik manusia. Setiap pemikiran tidak pernah komprehensif memberikan pandangan bagaimana seharusnya manusia diberi pendidikan.

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, bantahlah mereka dengan cara yang baik” (Al Nahl, 16:125).

Tugas Nabi Muhammad saw dari Allah adalah menyempurnakan akhlak. Inilah inti pendidikan manusia sesungguhnya. Berbagai bidang profesi yang bisa digeluti manusia pada intinya mereka harus punya akhlak yang baik dalam menjalani tugas profesinya.

Untuk membentuk akhlak yang baik di dalam Al-Qur’an Tuhan memberi pedoman berdasarkan proses penciptaannya manusia terdiri dari tiga unsur yaitu basyar, insan, dan annas. Basyar adalah makhluk spiritual, insan makhluk invidual, dan annas makhluk sosial. Murid-murid sebagai manusia utuh untuk pertama kali harus diperkenalkan siapa Tuhan yang menciptakannya dan apa tujuan Tuhan menciptakannya. Selanjutnya murid-murid difasilitasi untuk mengenal segala potensi yang ada pada dirinya. Sebagai individu murid-murid harus difasilitasi untuk menjadi pribadi-pribadi yang punya kompetensi agar bisa menjaga kehormatan dirinya. Setelah menjadi pribadi yang kompeten, murid-murid harus dilatih kesadarannya untuk menjadi makhluk sosial dengan menjadi manusia bermanfaat untuk manusia lainnya.

Ketiga unsur pendidikan manusia sebagai makhluk basyar (spiritual), insan (individu), dan annas (sosial), tidak lepas dari konteks sebagai manusia spiritual yang melakukan segala aktivitasnya sebagai bagian dari ketundukkan dan kepatuhan kepada Tuhannya. “seutama-utama manusia adalah mukmin yang berilmu yang apabila diperlukan, ia berguna. Kalaupun tidak diperlukan, ia dapat mengurusi dirinya”. (Hadis).

Akal adalah sumber ilmu. Sabda Rasulullah Saw yang menegaskan kemuliaannya, “Yang pertama kali diciptakan adalah akal. Allah berfirman kepadanya, “Menghadaplah! Maka ia menghadap. Kemudian dia berpfirman kepadanya, Mundurlah! Maka ia mundur. Dia berfirman, Demi keagungan dan kebesaran Ku Aku tidak menciptakan makhluk lebih mulia bagi Ku dari padamu. Dengan mu Aku mengambil, dengan mu Aku memberi, dengan mu Aku memberi pahala, dan dengan mu aku memberi hukuman”. (Al-Ghazali, 2016, hlm.40)

Kemulaiaan manusia terletak pada akalnya. Dalam hadis lain Rasulullah saw bersabda, “aku bertanya kepada Jibril, apakah kepemimpinan itu? Jibril menjawab, Akal”. Manusia kelak akan diadili oleh Tuhan adalah akalnya. (Al-Ghazali, 2016, hlm.40)

Pendidikan untuk manusia agar menghidupkannya sebagai makhluk basyar, insan, dan annas, terletak pada akalnya. Mengajari akalnya dengan berbagai ilmu, cara berpikir (berlogika) yang baik, dan berbicara yang baik agar mereka hidup di jalan Tuhan.

Hamka (2018, hlm. 44) menjelaskan sebuah hadis, “Tiadalah sempurna akal manusia selama-lamanya, sebelum sempurna akalnya. Agama manusia ialah akalnya, dan siapa yang tiada berakal tiadalah agama baginya”.  

Begitu utmanya akal dalam keberagamaan manusia. Menurut riwayat Anas pernah dipuji-puji orang seorang sahabat dekat Rasulullah, dipuji ibadahnya, dipuji perangainya, dipuji keimanannya, adabnya dan sopannya. Tetapi Rasulullah Saw. Tiada memperdulikan pujian-pujian itu, hanya beliau bertanya, “bagaimanakah akalnya?” Mereka balik bertanya, “Bagaimana ya Rasulullah? Kami sebut segala macam kelebihannya, tetapi Rasulullah tanyai juga akalnya.” Maka Beliau bersabda “sesungguhnya orang yang ahmak (bodoh) tetapi rajin beribadah telah tertimpa bahaya lantaran bodohnya, lebih besar dari ada bahaya yang menimpa lantaran kejahatan orang yang durjana. Yang mengangkat manusia kepada derajat dekat kepada Tuhan ialah menurut kadar akal mereka jua”. (Hamka, 2018, hlm, 41).

Al khalil Ibn Ahmad berkata, Manusia itu ada empat: pertama, yang tahu dan tahu bahwa ia tahu. Ia adalah alim, maka ikutilah. Kedua, yang tahu tetapi ia tidak tahu bahwa ia tahu. Ia adalah orang yang tertidur, maka bangunkanlah. Ketiga, yang tidak tahu, dan tahu bahwa ia tidak tahu. Ia adalah orang yang mencari bimbingan, maka ajarilah. Keempat, yang tidak tahu, tetapi tidak tahu bahwa ia tidak tahu. Ia adalah orang bodoh, maka waspadailah. (Al Ghazali, 2016, hlm. 38).

Begitulah pentingnya mendidik akal manusia agar mereka menjadi manusia yang selalu patuh dan taat kepada Tuhannya dan bermanfaat bagi kesejhateraan umat manusia. Wallahu’alam.

No comments:

Post a Comment

KOMITE PENJAMIN MASA DEPAN BANGSA

Oleh: Dr. Toto Suharya, S.Pd., M.Pd. Untuk menjaga otak bangsa, Finlandia memiliki semacam komite khusus penjamin masa depan bangsa. Komite ...