Penemuan ilmu napas ritme oleh Gunggung Riyadi bisa dikatakan penemuan spektakuler abad 21. Oleh Gunggung Riyadi, napas ritme bisa dipahami secara rasional melalui penjelasan berbagai hasil riset di jurnal internasional.
Gunggung Riyadi mengaku bisa memahami manfaat pernafasan setelah membaca kurang lebih 200 karya jurnal internasional. Riset yang panjang telah menghasilkan sebuah temuan spektakuler dan bermanfaat bagi kesehatan. Penemuannya telah diterapkan pada purnawirwan tentara pada saat covid-19. Hasilnya semua purnawirawan yang usianya di atas 60 tahunan bisa selamat melewati covid-19.
Kini ilmunya diperkenalkan secara luas kepada masyarakat, dan sudah menghasilkan beberapa riset di tingkat doktoral. Gunggung Riyadi kini giat memberikan edukasi melalui kegiatan pelatihan secara online dan offline.
Berdasarkan penjelasan Gunggung Riyadi, prinsip dasar napas ritme adalah gerakan tarik-buang saat bernapas. Intinya, pernapasan bisa digunakan sebagai pembentuk frekuensi manual melalui paru-paru.
Melalui alat ukur Heart Rate Variability (HRV) dibuktikan bahwa frekuensi jantung terbagi menjadi tiga yaitu Very Low Frekuency (<0,04 Hz), Low Frequency (0,04-0,15 Hz), dan High Frequency (0,15-0,4).
Pernapasan yang diatur dengan ritme hitungan detik bisa menghasilkan frekuensi. Dari hasil pengukuran, napas ritme 1:1, 2:2, 3:3, menghasilkan kategori high frequency yang berhubungan dengan syarap parasimpatik.
Napas ritme, 5:5, 10:10, 12:12, menghasilkan kategori low frequency berkaitan dengan syaraf simpatik. dan napas ritme 15:15, 30:30, menghasilkan kategori very low frequenscy berkaitan dengan neuro hormonal.
Napas ritme 5:5, tarik napas 5 detik dan buang napas 5 detik tanpa tahan napas, sudah banyak penelitian dilakukan. Napas ritme 5:5 menghasilkan frekuensi 0,1 Hz dengan kategori low frekuensi. Napas 5:5 jika dipraktekan mengandung beberapa gambaran manfaat, antara lain:
dapat mengurangi risiko penyakit TBC
meringankan sesak napas
meningkatkan saturasi oksigen
otak menjadi lebih rileks
menormalkan aliran darah
meningkatkan adaftasi jantung
menambah oksigen pada darah
membantu tekanan darah normal
sinkronisasi kinerja jantung
Berdasarkan hasil temuan di atas, napas ritme bisa diperkenalkan di satuan pendidikan sebagai alat untuk meningkatkan kemampuan belajar para siswa. Napas ritme bisa membantu meningkatkan kecerdasan otak, karena napas ritme 5:5 bisa meningkatkan suplai oksigen pada darah, otak rileks, dan tekananan darah normal.
Napas ritme biasa jadi alat stimulasi dan menyegarkan otak diterapkan pada saat jeda pembelajaran di kelas. Jeda pembelajaran dapat dilakukan setiap 10 menit sekali. Latihan ini bisa diterapkan di sekolah dengan berbagai latar belakang budaya dan agama.***
Gunggung Riyadi (2024) ahli nafas ritme mengatakan ada hubungan antara kondisi otak alpa dengan kemampuan seseorang dalam mengambil keputusan (https://www.youtube.com/@MasGunggung).
Menarik sekali penjelasan Gungung Riyadi tentang koherensi otak. Koherensi otak adalah keselarasan antara jantung, otak, dan badan. Koherensi otak merupakan kondisi otak pada kondisi alpa.
Mengondisikan otak pada kondisi alpa bisa dilatih dengan nafas ritme. Namun demikian, nafas ritme tidak bisa hanya latihan gerak tarik dan kelurkan nafas sesuai ritme. Ketika tarik dan keluarkan nafas harus ada substansinya.
Salah satu subtansi nafas ritme adalah ilmu logika tentang hubungan nafas ritme dengan jantung, otak, dan kesehatan. Artinya, tarik dan keluarkan nafas harus disertai dengan pemahaman logika manfaat dari nafas ritme.
Rutinitas doa setiap hari di sekolah, tingkatkan kecerdasan anak-anak
Sebuah penelitian doktoral dari Suharsi, UIN Walingsongo Semarang, ditemukan doa yang dilakukan seseorang berpengaruh pada penurunan kualitas stres seseorang. Doa pada intinya adalah harapan dan imajinasi seseorang tentang kondisi yang diinginkan.
Dari hasil penelitian Suharsi, 40-45% reponden mengalami penuruan kualitas stres setelah melakukan doa. Penelitian dilakukan pada responden lintas agama. Nafas ritme dengan doa bisa dikombinasikan menjadi tindakan untuk meringankan stres.
Penulis sudah lebih dari 13 tahun menerapkan program shalat dhuha 12 rakaat setiap pagi di sekolah. Program ini sudah diterapkan di lima sekolah. Di tiap sekolah menemukan fenomena, rata-rata anak-anak yang disiplin ibadah memiliki kemampuan intelektual lebih baik.
Sebaliknya, anak-anak yang tidak memiliki kebiasaan disiplin ibadah, selalu ditemukan dari anak-anak yang melakukan tindakan-tindakan menyimpang seperti berkelahi, pencurian, bolos sekolah, malas belajar, dan masalah di keluarga.
Data tahun 2024, siswa-siswi yang lolos ke perguruan tinggi melalui jalur (seleksi nasional berbasis prestasi) SNBP, berdasarkan hasil penelusuran, dari 31 orang semuanya termasuk yang disiplin melaksanakan ibadah ritual. Hanya tiga orang yang tidak melaksanakan dhuha secara disiplin. Namun shalat lima waktu dilaksanakan disiplin.
Dari wawancara beberapa anak secara anak, rata-rata mereka mengakui bahwa setelah ritual dhuha pagi dilaksanakan di sekolah mereka merasa tengang. Kondisi tenang sebagai efek dari doa atau dhuha, bukan perkara sepele.
Berdasarkan penjelasan Gunggung Riyadi, kondisi tenang seseorang adalah tanda bahwa otak berada pada kondisi alpa. Kondisi tenang dapat diartikan juga sebagai kondisi tingkat stres anak-anak rendah. Namun penulis sampai ini belum melakukan pengukuran berapa signifikan doa bisa menimbukan kondisi tenang.
Namun berdasarkan penelitian, Suharsi, disimpulkan bahwa doa-doa yang dialntunkan dapat menurunkan tingkat stres. Otak yang rileks menandakan kondisi otak dalam kondisi sehat, lebih siap menerima pelajaran.
Selanjutnya, perlu ada penelitian khusus pada anak-anak shalat yang disiplin doa atau shalat, seberapa pengaruh kegiatan ritual doa tiap hari di sekolah berpengaruh pada kondisi stres anak-anak. Hipotesi sementara penelitian punya asumsi bahwa doa harian yang dirutinkan tiap hari dapat meningkatkan tingkat kecerdasan anak-anak.
Menyimak perubahan paradigma pendidikan abad 21, arahnya sudah bergeser. Lomba-lomba yang diadakan di lembaga pendidikan sudah ketinggaalan zaman. Pendidikan sebagai juara lomba sudah usang dan tidak menyelesaikan masalah.
Juara-juara lomba sudah diraih oleh putra-putri terbaik kita, tetapi tidak signifikan menyelesaikan masalah. Penghargaan kepada mereka yang menjuarai lomba, telah mengalihkan fokus pendidikan pada pencapaian juara lomba, namun berbagai permasalahan yang kelak dihadapi anak-anak terabaikan.
Sumber daya mansia kita di tingkat internasional masih jauh tertinggal. Jumlah pengangguran berpendidikan masih tinggi. Produksi sampah meningkat belum tertangani. Daya beli masyarakat rendah karena penghasilan rendah. Penghasilan rendah karena keterampilan hidup rendah. Pertumbuhan teknologi informasi semakin cepat, namun pemanfaatan teknologi informasi secara produktif masih tertinggal.
Kehadiran teknologi informasi di negara-negara lain, dimanfaatkan untuk menyelesaikan berbagai masalah. India dan China berhasil mengurangi kemiskinan dengan memanfaatkan teknologi informasi. Teknologi informasi menjadi alat untuk meningkatkan produktivitas.
Dunia pendidikan yang terlalu menghargai juara-juara lomba kadang abai terhadap masalah dasar yang sedang dihadapi bangsa. Dunia pendidikan harus diarahkan membangun karakter berbasis pada pemecahan berbagai permasalahan yang sedang dihadapi.
Dunia pendidikan harus memperkenalkan berbagai permasalahan serius akan dihadapi anak-anak dalam kehidupan sehari-hari di mana mereka tinggal. Tujuan pendidikan harus menyadarkan anak-anak bahwa hidup yang dijalan oleh mereka sehari-hari mengandung masalah yang harus segera diantisifasi.
Masalah finansial merupakan masalah serius dihadapi setiap hari. Kesulitan ekonomi menjadi penyebab terjadinya perceraian dan berakibat pada pola asuh dan kebutuhan anak-anak di keluarga terabaikan. Di sekolah anak-anak dengan latar belakang keluarga cerai, cenderung mengalami masalah karakter.
Perkelahian, penyimpangan seks, pencurian, perundungan, kekurangan gizi, stres, tidak punya cita-cita, malas belajar, ternyata sebagian besar terjadi pada anak-anak yang kurang mendapat perhatian di lingkungan keluarga.
Anak-anak yang lahir di lingkungan keluarga berada, mereka relatif manja, tidak punya semangat belajar, mudah menyerah, dan budaya baca rendah. Sekalipun dari lingkungan keluarga mampu, tapi tidak berbanding lurus dengan minat baca dan motivasi belajar tinggi. Rendahnya minat baca menjadi masalah umum di lingkungan keluarga dan pendidikan.
Kebijakan pendidikan harus mengurangi penghargaan pada juara lomba-lomba. Kebijakan pendidikan harus dikembalikan pada tugas pokok pengajaran yaitu memberikan dan meningkatkan layanan pendidikan terbaik sesuai dengan perkembangan zaman.
Setiap guru harus hadir membawa ilmu-ilmu terbaru yang sedang berkembang saat ini. Ilmu-ilmu terbaru dipertontonkan kepada anak-anak dengan merujuk pada sumber-sumber keilmuan yang dapat dipercaya. Ilmu-ilmu terbaru dihadirkan untuk membantu anak-anak menyelesaikan permasalahan hidup yang sedang terjadi pada diri mereka sekarang bukan nanti.
Pengajaran berbasis masalah dan proyek harus banyak digunakan untuk melatih kemampuan anak-anak berpikir kritis dan kreatif untuk memecahkan masalah. Akhir dari pengajaran bukan untuk lomba, tapi sebagai bahan refleksi apakah anak-anak bisa beradaftasi dan memecahkan berbagai masalah yang sedang mereka hadapi.
Sekolah harus melahirkan inovator-inovator sejak di sekolah. Melatih anak menjadi inovator harus dilakukan dalam setiap proses pengajaran. Prestasi-prestasi anak di sekolah dipublikasikan bukan melalui lomba, tetapi disajikan melalui dokumentasi praktik baik di media sosial milik sekolah.
Penghargaan diberikan bukan sebagai juara lomba yang diusakan jadi juara, tetapi sebagai bentuk pengakuan. Penghargaan yang diusahakan melalui juara lomba, tidak melahirkan jiwa-jiwa murni pewirausaha. Sebaliknya, penghargaan yang diberikan dalam bentuk pengakuan, dilakukan melalui proses pengamatan panjang, berbasis data, dan observasi lapangan, untuk membuktikan yang diberi penghargaan bermanfaat bagi banyak orang.
Oreintasi penghargaan dalam bentuk pengakuan akan mengalihkan sekolah pada pelayanan pendidikan, kosistensi, dan berkelanjutan dalam mengembangkan program. Sehingga hasil dari pendidikan betul-betul akan melahirkan karakter dan kemampuan, karena sekolah fokus mengembangkan program-program yang diunggulkannya sesuai visi dan misi. Ukuran penghargaan bukan pada capaian akhir tapi pada kualitas proses kesinambungan pendidikan.***