Monday, November 22, 2021

MERDEKA BELAJAR ALA SEKOLAH CIKAL

OLEH: TOTO SUHARYA

Ini pengalaman dua hari menimba ilmu di Sekolah Cikal Jakarta, dalam rangka Temu Pendidikan Nusantara (TPN) VII. Kegiatan ini baru pertama saya ikuti. Kedatangan saya, hanya ingin belajar, bagaimana merdeka belajar. Dua hari betul-betul saya serap apa inti dari merdeka belajar. Seluruh kemampuan literasi saya gunakan untuk menyerap esensi dari konsep Merdeka Belajar. Saya belajar bahwa kemampuan literasi bukan diukur dari berapa buku yang banyak dibaca, tetapi berkaitan bagaimana dan berapa informasi yang yang berhasil diserap.

Hari pertama saya berdikusi memahami konsep Merdeka Belajar yang disuguhkan pemateri. Dari penjelasan narasumber saya menarik sebuah kesimpulan bahwa inti dari Merdeka Belajar adalah self regulated learning, atau orang yang mengatur sendiri tujuan, cara, dan penilaian belajarnya.  Berdasarkan hasil riset ada hubungan antara kemampuan guru mengatur dirinya sendiri dalam pembelajaran dengan prestasi kerjanya. Sedangkan menurut Ki Hadjar Dewantara kemerdekaan dalam pendidikan ditandai dengan, tidak hidup di perintah, berdiri tegak karena kekuatan sendiri, cakap mengatur hidupnya dengan tertib. Jika demikian konsep merdeka belajar berkaitan dengan kompetensi profesional guru.

Selanjutnya, narasumber menjelaskan kunci dari Merdeka Belajar lainnya adalah pelibatan siswa mulai dari perumusan tujuan belajar yang akan dicapai, pelaksanaan, dan penilaiannya. Jadi penekanan Merdeka Belajar terletak pada proses pelibatan atau dialogis antara guru dan siswa pada saat mau melakukan perencanaan, pelaksanaan, dan asessmen pembelajaran. Rencana pembelajaran tidak ujug-ujug tercipta dan diberikan pada siswa, tetapi harus melalui proses asessmen diagnosis, dan proses dialogis.  

Narasumber lainnya menjelaskan, di Sekolah Cikal untuk menciptakan kemerdekaan belajar dikenal dengan 5M, yaitu Memanusiakan hubungan, Memahami konsep, Membangun keberlanjutan, Memilih tantangan, dan Memberdayakan kontek. Memanusiakan hubungan artinya regulasi harus dibuat bersama. Siswa tidak dianggap sebagai makhluk hampa, tetapi mereka harus diajak dialog untuk melakukan diagnostik tentang kemampuan apa yang anak-anak miliki, minat mereka di mana, cara belajar bagaimana yang mereka sukai, dan cara penilaian apa yang mereka inginkan dan tidak merugikan mereka.

Selanjutnya, memahami konsep artinya, guru harus memahami filosofi, konsep dasar, pengertian, dan aplikasi dari sebuah ilmu yang akan diajarkan. Dengan memahami konsep guru dapat mengajarkan ilmu yang diajarkan kepada siswa sesuai dengan perkembangan psikologi siswa. Sebelum pembelajaran, guru harus melakukan asessmen diagnosis, selanjutnya mengajak dialog anak-anak tentang apa tujuan, bagaimana cara pembelajaran yang dikehendaki, dan model asessmen apa yang akan dilakukannya.

Membangun keberlanjutan, berkaitan dengan kemampuan guru membaca bakat, minat, gaya belajar, dan cita-cita yang diharapkan dari pembelajaran. Dalam melakukan asessmen formatif, guru selalu memberi umpan balik kepada siswa. Asessment tidak mengekang siswa dengan menggunakan satu ukuran, tetapi membuka peluang kepada siswa untuk menentukan assessmen formatif yang siswa inginkan. Untuk kemerdekaan belajar, siswa harus diberi varian tes yang memberi kebebasan kepada siswa  untuk mencapainya sesuai dengan minat dan bakar yang dimilikinya.

Memilih tantangan adalah mendesain lingkungan belajar dan tugas belajar yang harus memberi tantangan belajar bertingkat, untuk melatih siswa menghadapi kesulitan dan kegagalan yang tidak terpisahkan dari proses belajar. Seperti bermain game, pembelajaran harus dirancang menarik dari belajar tingkat rendah hingga tingkat tinggi.

Terakhir memberdayakan kontek artinya pembelajaran harus bisa menyadarkan siswa dimana dia hidup dan dia tinggal serta bagaimana cara beradaftasinya. Pembelajaran dapat bermakna dan bermanfaat bagi siswa, jika pembelajaran dapat menjawab dan memecahkan masalah yang terjadi dilingkungan siswa sehari-hari.  

Tujuan dari merdeka belajar adalah sebagaimana tujuan utama pendidikan yaitu kemandirian. Untuk membangun kemandirian, pembelajaran harus melatih kemampuan murid menggali informasi, memilah informasi, mensintesa, mengemukakan pendapat, dan mengambil keputusan. Kemandirian bisa dimiliki murid jika mereka mampu memotivasi dirinya sendiri atau membangkitkan motivasi internal pada saat menghadapi tantangan dan kesulitan. Semua yang saya kemukakan pendapat pribadi hasil literasi selama dua hari di Sekolah Cikal. Wallahu’alam.

Friday, November 12, 2021

PESAN YASIN UNTUK PENDIDIK

OLEH: TOTO SUHARYA

Pesan moral yang tinggi ini saya dapatkan setelah ribuan kali membaca surat Yasin dari dulu hingga sekarang. Menyimak makna yang terkandung di dalamnya, saya dapati dengan menghubungkan konsep-konsep Al-Qur’an dan hadist yang pernah singgah dalam memori saya. Konsep-konsep tersebut saya sintesakan dan hasilnya ada makna yang saya temukan. Berikut isi surat Yasin dari ayat 1-6:

“Yaa Siin. Demi Al Qur'an yang penuh hikmah, sesungguhnya kamu salah seorang dari para utusan, (yang berada) di atas jalan yang lurus, (sebagai wahyu) yang diturunkan oleh Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang. agar kamu memberi peringatan kepada kaum yang bapak-bapak mereka belum pernah diberi peringatan, karena itu mereka lalai”. (Yaasin, 36:1-6).

Inspirasi saya dapatkan dari surat Yasin, “sesungguhnya kamu salah seorang dari para utusan”. Makna khusus dari ayat ini adalah menjelaskan tentang kehadiran para utusan, para penyampai kebenaran, salah satunya yaitu Nabi Muhammad SAW. Para utusan adalah membawa pesan-pesan Al-Qur’an. Selanjutnya para utusan adalah contoh teladan yang harus kita teladani. Untuk meneladani para utusan, pegangannya ada dalam Al-Qur’an dan Hadist. Selesai sampai di situ pemahaman saya.

Namun jika saya baca ulang, “sesungguhnya kamu salah seorang dari para utusan”, ayat ini seperti sedang berkomunikasi dengan siapa saja yang sedang membacanya. Memang benar, ayat ini sedang mengatakan bahwa yang diajak bicara adalah “kamu” orang yang sedang membaca. Saya menduga, ayat ini bisa bermakna khusus dan bisa bermakna luas. Makna khusus menjelaskan kisah para rasul utusan Allah, dan makna luas mengandung pesan moral bahwa kita harus menjadi penerus misi ajaran para rasul. Bisa jadi juga, ayat ini berpesan kepada orang-orang yang beriman kepada Tuhan, mereka diberi tanggung jawab moral untuk menjadi pewaris ajaran para rasul. Dari mulai para sahabat, ulama, wali, kiyai, ustad, guru, dosen, para pemimpin, kepala keluarga, ibu rumah tangga, orang dewasa, remaja, sampai anak-anak, dirangkum dalam pesan ini. Jadi dalam pundak seorang muslim (berserah diri pada Tuhan), kita semua diberi pesan moral untuk meneruskan misi, untuk mengimplementasikan ajaran-ajaran dari para rasul secara berkesinambungan.

Saya, sebagai orang yang berprofesi sebagai pendidik, menduga bisa jadi pesan ayat “sesungguhnya kamu salah seorang dari para utusan”, mengandung pesan moral tinggi untuk para pendidik. Para pendidik idealnya adalah manusia-manusia berkualitas tinggi, yang akan mengajari generasi-generasi penerus menjadi manusia-manusia berkualitas. Sangat dimengerti bahwa manusia-manusia yang akan mendidik manusia, haruslah manusia yang berkualitas tinggi pula. Jika demikian, betapa tingginya standar dari Tuhan bagi orang-orang yang layak menjadi pendidik. Masya Allah, astagfirullah.

Kecuriagaan saya semakin kuat, surat Yasin membawa pesan buat para pendidik yang bermoral tinggi, “agar kamu memberi peringatan kepada kaum yang bapak-bapak mereka belum pernah diberi peringatan, karena itu mereka lalai” (Yasin, 36:6). Tugas para pendidik memang menyampaikan peringatan-peringatan, nasehat-nasehat, tentang keimanan kepada  Tuhan Yang Maha Esa dalam kondisi sempit maupun lapang. Sekalipun bumi ini menjanjikan berbagai kenikmatan dan kebahagiaan, kekuasaan dan kekayaan, namun jangan sampai manusia melupakan keyakinannya kepada Tuhan. Intinya apa pun latar belakang profesi pendidik, mereka harus mengemban misi-misi spiritual.

Selanjutnya kualitas moral tinggi seorang pendidik dijelaskan di dalam surah Yasin, “ikutilah orang yang tiada minta balasan kepadamu; dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk”. (Yasin, 36:21). Kualitas moral tinggi dari seorang pendidik, dia konsisten berada di jalan lurus untuk tidak meminta bayaran dari pekerjaannya sebagai pendidik. Pekerjaan pendidik tidak terikat dengan upah. Semua pekerjaan dikerjakan karena berharap balasan rezeki dari Allah yang datang tidak disangka-sangka dan abadi. Suatu pekerjaan ada uang atau tidak ada uangnya, semuanya dikerjakan dengan sempurna. Adapun sumber kesejahteraan hidupnya diserahkan pada sekehendak Allah yang maha kaya dan melimpah rezekinya. Selama para pendidik bekerja dengan ikhlas dan mengerjakan semua pekerjaan dengan sempurna, maka kesejahteraan hidupnya ada dalam tanggungan Allah. Pendidik-pendidik yang bekerja ikhlas dan sempurna karena Allah, sangat tidak mungkin hidupnya miskin. 

Tulisan ini hanya refleksi untuk diri saya sebagai guru, betapa tingginya kualitas seorang pendidik jika kita kaji gagasannya dari Al-Qur’an. Dari tulisan ini muncul kesadaran bahwa penulis masih jauh dari kata layak untuk menjadi pendidik. Wallahu’alam. 

Tuesday, November 2, 2021

ILMU YANG DILUPAKAN GURU

OLEH: TOTO SUHARYA

Tulisan ini bernagkat dari hasil wawancara dan pengamatan, pada calon guru atau guru yang sudah terjun bertahun-tahun di dunia pendidikan. Ilmu-ilmu dasar pendidikan yang dipelajarinya di kampus, mereka katakana sudah lupa dan kadang susah untuk mengingatnya lagi. Penulis merefeksi diri, bahwa sesungguhnya selama kuliah sampai di lapangan menjadi guru, seperti tidak memiliki bekal pemahaman yang cukup tentang ilmu-ilmu dasar pendidikan yang harus jadi pedoman ketika terjun di lapangan.

Sebuah refleksi diri terjadi ketika menjelang tidur setelah menyelesaikan sebuah artikel tentang Tingkatan Pengetahuan (www.logika-tuhan.com). Dalam artikel tersebut saya bahas tingkatan pengetahuan dengan analisis dari sudut pandang agama, fisika, dan filsafat. Selanjutnya saya beri penjelasan dengan analisis menggunakan teori kognitif dari Bloom. Setelah membahas tingkatan pengetahuan, saya paham dengan mendalam bahwa seluruh produk dari hasil pendidikan ujungnya adalah pengetahuan (knowledge). Ijazah adalah tanda bahwa seseorang otaknya berisi ilmu pengetahuan, yang akan tercermin dalam cara bicara, bersikap, berprilaku terhadap sesama, orang tua dan anak-anak.

Seluruh aktivitas pembelajaran, melalui metode ceramah, praktek, penggunan video, rekaman, buku, modul, dll., hasil yang di dapat oleh peserta didik adalah pengetahuan. Jika demikian, seluruh urusan pendidikan terfokus pada bagian tubuh dari leher ke atas dan bagian yang paling vital di atas leher adalah otak, karena seluruh prilaku yang manusia lakukan berangkat dari perintah otak. Apa yang diperintahkan oleh otak sangat tergantung pada pengetahuan yang diolahnya. Seluruh rangkaian pendidikan dari mulai Paud, TK/RA, SD/MI, SMP/MTS, SMA/MA/MK/SLB, adaah upaya untuk menginput pengetahuan ke dalam otak para peserta didik.

Dalam sebuah penelitian, Taufiq Pasiak mengatakan otak terbagi menjadi tiga, yaitu otak mamalia baru (otak kreatif, logika, analisis), otak mamalia tua (perasaan), dan otak reptil (kebiasaan). Berdasar fungsi otak di atas, pebelajaran harus mencerdaskan otak. Pembelajaran yang mencerdaskan otak adalah kegiatan yang bisa mengaktifkan seluruh bagian otak. Dalam teori pembelajaran, aktivitas belajar harus melibatkan tiga bagian otak yaitu kognitif (otak mamalia baru), afektif (otak mamalia tua), dan psikomotor (otak reptil).

Ilmu dasar yang tidak boleh dilupakan guru-guru adalah pengetahuan memiliki tingkatan sampai enam lapis. Teori pengetahuan ini berurutan dari level ingatan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Enam level tingkatan pengetahuan ini harus diajarkan dan dilatihkan bagaimana cara mendapatkannya. Learning how to learn adalah melatih bagaimana cara peserta didik mendapatkan pengetahuan lapis 4, 5, dan 6. Learning how to learn, isinya adalah mengajarkan berpikir analisis, sintesis, dan evaluasi  untuk mendapatkan pengetahuan di level 4, 5, dan 6.

Kelemahan pembelajaran kita selama 20 tahun ke belakang adalah abai terhadap keterampilan berpikir yang harus dimiliki peserta didik. Pengetahuan instan dari cara bernalar rendah sering mendominasi kegiatan pembelajaran kita. Kelamahan selanjutnya adalah pengetahuan tidak dipahami sebagai capaian penting dalam pembelajaran. Pengetahuan dianggap sebagai bukan hasil dari proses pendidikan, maka dari itu budaya baca dan menulis buku kurang serius dihargai di lingkungan pendidikan. Survey kecil ketika supervisi PTMT dari 15 orang peserta didik, dengan jujur dihadapan Tuhan nya, mereka tidak suka membaca. Peserta didik demikian juga pendidik yang suka membaca masih jadi golongan minoritas, padahal ini dunia pendidikan.

Kelamahan lain yang dimiliki kita adalah para pendidik sangat jarang sekali menguasai pengajaran yang mengajarkan bagaimana cara memperloleh pengetahuan level 4, 5, dan 6. Kelamahan ini telah berdampak pada rendahnya penghargaan peserta didik pada pengetahuan, memberi dampak pada prilaku rendahnya minat baca, rendahnya kemampuan berpikir, dan rendahnya kemampuan bertahan dalam kondisi sulit (survival).

Semua kelemahan pendidikan kita, berawal dari kualitas bacaan dan rendahnya kualitas pengetahuan yang dimiliki peserta didik. Pengetahuan yang dimiliki peserta didik adalah kualitas pengetahuan awam, pengetahuan pasaran, pengetahuan murahan, yang tidak bisa digunakan untuk menyelesaikan masalah ketika peserta didik kembali ke masyarakat. Pengetahuan murahan hanya diakses dari televisi, berita koran, dan chating media sosial, diakses dengan menggunakan kemampuan otak level rendah. Semua kembali pada ilmu kependidikan yang harus ajeg dimiliki setiap pendidik.

Salah satu Ilmu yang ajeg dan tidak boleh dilupakan guru adalah teori kogintif dalam pembelajaran. Ilmu ini dilupakan karena kesalahpahaman. Dikira teori kognitif hanya mewakili kemampuan otak dalam berlogika, analisis, dan sintesa, padahal merasa, benci, cinta, dan munculnya manusia-manusia berkarakter baik adalah bagian dari bekerja dan berfungsinya otak. Pengetahuan sebagaimana menurut Sorokin, bisa di dapat melalui penalaran otak mamalia baru, bisa di dapat dengan perasaan (otak mamalia tua), dan bisa di dapatkan dengan cara melakukan (otak reptil). Oleh karena itu, pembelajaran harus memenuhi karakteristik ketiga fungsi otak. Di wilayah otak mamalia muda, pembelajaran harus melatih bagaimana peserta didik mendapat pengetahuan sampai pada pengetahuan dengan kualitas level enam. Di wilayah otak mamalia tua, pembelajaran harus bisa memberikan efek senang, riang, dan gembira. Untuk itu informasi yang masuk ke otak harus dipilih, informasi-informasi yang benar-benar membawa kebaikan dan harapan bagi para peserta didik. Pada wilayah otak reptil, pembelajaran harus menghadirkan informasi-informasi yang menstimulus peserta didik untuk berani melakukan, berani mencoba hal-hal yang baik dan mengulanginya.

Inilah ilmu dasar yang tidak boleh dilupakan guru sampai kapan pun, karena fungsi dan struktur otak minimalnya memiliki tiga fungsi sebagaimana dikemukakan para ahli otak dan ahli pendidikan. Melupakan ilmu dasar ini, akan berakibat rendahnya kepemilikan kualitas pengetahuan peserta didik, rendahnya kepemilikan makna hidup peserta didik, dan terbentuknya karakter-karakter peserta didik yang dikendalikan oleh naluri manusia-manusia pasaran yang hanya pantas untuk menerima suruhan dan cacian sebagaimana terjadi di zaman penjajahan. Wallahu’alam.

Rumus Keluar Dari Kemiskinan Ala Timothy Ronald

Oleh: Dr. Toto Suharya, S.Pd., M.Pd. Pada kali ini Timothy membagi sumber kekayaan menjadi dua yaitu human capital dan financial capital. ...