Sunday, November 29, 2020

SEKOLAH AGEN PROPAGANDA

OLEH: TOTO SUHARYA
(Kepala Sekolah, Sekretaris DPP AKSI, KACI)

Sekolah adalah lembaga yang ditugasi negara untuk mempropagandakan tujuan-tujuan negara. Propaganda dalam bahasa latin modern adalah propagare yang artinya mengembangkan atau memekarkan, isinya berupa rangkaian pesan yang bertujuan untuk memengaruhi pendapat dan kelakuan masyarakat atau sekelompok orang (id.wikipedia.org).

Tujuan sekolah adalah memengaruhi warga sekolah untuk memiliki pola pikir, prilaku dan kepribadian, yang sesuai dengan ideologi dan tujuan-tujuan pendidikan yang ditetapkan oleh negara. Sekolah harus bisa mewujudkan tujuan-tujuan negara menjadi pola pikir dan kepribadian warga negaranya.

Agen propaganda di sekolah dipimpin oleh kepala sekolah, guru, para pengawas, dan dinas pendidikan. Propaganda adalah seni memengaruhi pendapat warga sekolah, masyarakat, dengan mengembangkan dan menyampaikan pesan berulang-ulang, dengan berbagai macam cara agar pesan yang dikembangkan menjadi opini dan kolektif memori warga. Propaganda berkaitan dengan kreativitas mengolah pesan agar menjadi pusat perhatian, buah bibir, dan diapresiasi terus oleh masyarakat menjadi obrolah sehari-hari.

Kunci dari keberhasilan propaganda adalah intensitas komunikasi sekolah dengan warga sekolah dan masyarakat. Penggunaan berbagai media informasi dan kualitas informasi yang disampaikan ikut menentukan keberhasilan propaganda. Tidak kalah penting adalah tim kreatif yang punya keahlian mengemas informasi sekecil apapun menjadi informasi yang menarik, dikemas secara digital hingga mudah diakses oleh masyarakat.

Propaganda dilakukan oleh negara-negara besar di dunia yang ingin menguasi dunia. Kehebatan sebuah negara tergantung pada kemasan informasi di media massa dan disebarluaskan ke seluruh negara. Monopoli informasi menjadi salah satu alat keberhasilan negara-negara besar menguasai negara-negara kecil. Bumi bulat, peluncuran satelit, pendaratan di bulan, kekuatan militer, penemuan teknologi, penerapan sistem ekonomi, dominasi peredaran mata uang dan paradgima pengembangan ilmu, dikemas dalam sebuah propaganda demi eksistensi dan kehebatan sebuah negara. Penguasaan teknologi informasi di abad ini menjadi faktor vital guna menunjang keberhasilan propaganda.

Di abad informasi ini, sekolah selayaknya memiliki agen-agen kreatif propaganda. Agen propaganda di sekolah bertugas untuk membangun opini, pola pikir, dan mindset positif warga sekolah dan masyarakat. Agen propaganda sekolah beranggotakan kepala sekolah, guru, dan seluruh siswa. Agen propaganda adalah mereka yang berani to create hal-hal positif dan menyebarluaskannya di media massa. Keberanian to create hal positif adalah level tertinggi dalam dunia pendidikan yang harus terus dipompa.

Sekolah sebagai agen propaganda harus diisi oleh kepala sekolah dan guru-guru yang penuh “birahi” to create. “Birahi” to create hal-hal positif, edukatif, inspiratif harus terus digaungkan oleh leader to create yaitu kepala sekolah dan guru-guru. Di tangan kepala sekolah dan guru-guru, birahi to create ratusan sampai ribuan anak dalam satu sekolah harus tersalurkan dengan memerhatikan berbagai kompetensi yang dimilikinya.

Jika sekolah sudah menjadi agen propaganda pola pikir positif, pola pikir optimistik, pola pikir growth, dan berwujud dalam prilaku-prilaku positif, kemudian dipropagandakan melalui berbagai media sosial oleh ribuan warga sekolah, maka sekolah akan berubah menjadi wellbeing school. Sekolah menyenangkan, sekolah memuaskan dan sekolah yang menjadi harapan masyarakat dalam mengubah nasib hidupnya di masa yang akan datang.

Ilmu-ilmu propaganda harus diajarkan di sekolah, karena di zaman sekarang, kebenaran dan kebesaran sebuah negara tidak lepas dari propaganda yang berhasil mengubah mindset warga negaranya sesuai dengan ideologi dan tujuan negara. Sekecil apapun kebaikan anak-anak di sekolah akan menjadi besar namun sangat tergantung pada para agen propaganda dan leader to create di sekolah yaitu kepala sekolah dan guru-guru. Wallahu’alam.

PERANGKINGAN SEKOLAH MENYESATKAN

OLEH: TOTO SUHARYA
(Kepala Sekolah, Sekretaris DPP AKSI)

Beredar berita tentang urutan rangking dari 1000 sekolah berdasarkan hasil Ujian Tulis Bebrbasis Komputer (UTBK). Berderet nama-nama sekolah dari urutan tertinggi sampai terendah.  Urutan nama sekolah berdasar nilai hasil UTBK yang diumukan oleh perguruan tinggi, sebenarnya menggambarkan apa? Jika dasarnya hasil tes akademik, maka urutan sekolah tersebut menandakan capaian prestasi sekolah berdasarkan prestasi akademik. Ini berarti urutan 1000 sekolah dengan capaian nilai terbaik dalam UTBK menandakan pendidikan masih berorientasi pada prestasi akademik. Hal ini mengandung arti bahwa ribuan sekolah lainnya yang ada di Indonesia menghasilkan anak-anak dengan prestasi akademik rendah.

Apakah sekolah-sekolah yang tidak menghasilkan prestasi akademik tinggi, telah menghasilkan anak-anak bodoh?  Maslow (1954) menjelaskan “pada prinsipnya setiap bayi yang lahir terdapat kemampuan aktif kearah pertumbuhan aktualisasi potensi-potensi manusia. (Supardan, 2015, hlm. 219). fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah.” (Ar ruum, 30:30). Fitrah dikamuskan sebagai sifat, bakat, atau pembawaan. Sifat Allah ada 99, menjadi dasar penciptaan manusia. Atas dasar itu, tugas pendidikan memfasilitasi peserta didik agar bisa beraktualisasi diri dengan sifat, bakat, potensi yang dimilikinya manusia sejak penciptaanya.


Beraktualisasi diri tidak melulu harus dilihat dari capaian prestasi akademik. Artinya prestasi akademik adalah hanya salah satu dari kecerdasan yang dimiliki manusia. Howard Gardner mengidentifikasi ada sembilan kecerdasan dimiliki manusia. Jadi selain prestasi akademik ada delapan kecerdasan yang harus diapresiasi dari manusia. Prestasi akademik tidak dapat mewakili dari seluruh kecerdasan manusia. Stanley (2015) setelah meneliti 733 orang paling kaya (miliarder), mereka tidak mengandalkan kecerdasan akademik dalam meraih kesuksesannya, mereka lebih mengedepankan kemampuan bergaul sebagai faktor pendukung dalam meraih keberhasilannya. Para miliarder menempatkan prestasi akademik pada urutan ke-21 dan sekolah ternama pada urutan ke-23.

Jadi informasi tentang urutan sekolah terbaik berdasar capaian akademik, tidak menggambarkan kualitas sekolah secara keseluruhan. Informasi ini hanya menggambarkan sekolah berdasarkan satu kecerdasan saja yaitu akademik dan sangat parsial. Informasi ini bisa menyesatkan masyarakat dan mendorong dunia pendidikan stagnan karena paradigmanya tidak menyesuaikan dengan perkembangan zaman.

Paradigma pendidikan abadi ke-21 adalah mengembangkan dan mengaktualisasikan sembilan potensi yang dimiliki anak-anak didik. Dari sembilan kecerdasan yang diidentifikasi dimiliki anak-anak, tidak mungkin dapat disamakan dengan ukuran prestasi akademik yang hanya satu sisi. Kecerdasan-kecerdasan lainnya perlu dikembangkan dan diukur sehingga akan lebih banyak prestasi anak-anak berdasarkan potensinya yang dapat diapresiasi. Itulah mengapa ada pendapat bahwa, “sekolah-sekolah ternama banyak menghasilkan anak-anak bodoh, karena yang terbaik hanya ada pada peringkat tertinggi secara akademik”. Informasi yang menggambarkan urutan 1000 sekolah berdasarkan rangking prestasi akademik, telah menjudment ribuan sekolah menghasilkan anak-anak bodoh. 

Jack Ma mengatakan “siswa-siswa paling pintar di sekolah biasanya mudah frustrasi jika menghadapi masalah di dunia nyata” (Clark, 2017, hlm. 137). Siswa-siswa pintar tidak mau bekerja memulai karir dengan gaji rendah. Siswa-siswa pintar tidak mau merintis usaha dari bawah. Mereka rata-rata ingin memulai sesuatu dari tempat nyaman. Siswa-siswa pintar tidak tertarik pada wirausaha karena tidak mau menghadapi kesulitan dan menderita. Dapat dipahami mengapa para peraih prestasi akademik tidak mau turun ke sawah, kebun, pasar, dan lapangan untuk menciptakan lapangan kerja.

Itulah sebab mengapa selama ini, sekolah-sekolah yang melahirkan siswa-siswa cerdas akadmeik tidak banyak melahirkan banyak entrepreneuer di negeri ini. Sebaliknya siswa-siswa yang ditempa dengan kesulitan hidup dan tidak memiliki prestasi akademik,  lebih berani menciptakan lapangan pekerjaan sekalipun berangkat dari jalanan dan kaki lima. Siswa-siswa dengan prestasi akademik rendah lebih berani menghadapi risiko hidup dan kesulitan yang harus mereka hadapi.

Perangkingan sekolah berdasarkan hasil ujian akademik tidak lagi popular di abad ke-21. Sekolah-sekolah harus lebih kreatif mengeluarkan rangking-rangking siswa berdasarkan multi pendekatan mengacu pada kecerdasam majemuk yang dimiliki siswa. Sekolah-sekolah tidak lagi perlu mengejar target-target akademik sebagai ukuran sukses sebuah sekolah, tetapi harus berinovasi mengeluarkan rangking-rangking siswa berdasar keunggulan dilihat dari kecerdasan majemuk.

Berdasar hasil penelitian Masaru Emoto (2016) air bereaksi dan membentuk hexagonal berbeda-beda sesuai dengan jenis getaran suara yang dia terima. Demikian juga dengan siswa-siswa kita, mereka memiliki karakter berdasarkan pada latar belakang pengetahuan, lingkungan keluarga, masyarakat, dan lingkungan sekolah. Keberhasilan siswa tidak disebabkan oleh sebab tunggal. Oleh karena itu pendidikan harus lebih holistik dan harus banyak memperkenalkan berbagai sudut pandang yang dapat menggambarkan keberhasilan siswa.

Penyeragaman prestasi anak dari sudut pandang akademik yang selama ini terus dipromosikan, ternyata tidak banyak menghasilkan bangsa cerdas, karena siswa berprestasi akademik jumlahnya sedikit. Selama ini pendidikan telah gagal mencerdaskan masyarakat, karena diluar prestasi akademik sebagian besar siswa dianggap bodoh dan dunia pendidikan berpuluh-puluh tahun menganggap sebagian besar siswa-siswa kita bodoh karena sudut pandang yang sempit dan bodoh.

Perangkingan siswa berdasarkan hasil akademik sudah tidak lagi menggambarkan keberhasilan pendidikan. Pandangan bisa keliru, menyesatkan, dan tidak mengubah paradigma berpikir masyarakat sesuai dengan dengan tuntutan zaman. Wallahu’alam.

MENGAPA GURU HARUS TERHORMAT

Oleh: Dr. Toto Suharya, S.Pd., M.Pd. Untuk menghormati guru, di Jepang tidak ada hari guru. Kisah ini dibagikan oleh Pak Susila dari Banten ...