Friday, July 18, 2025

FAKTA ILMIAH SEDEKAH MENYEHATKAN

Oleh: Dr. Toto Suharya, S.Pd., M.Pd.

Ide sedekah atau berbuat baik dapat menyehatkan telah dijelaskan di dalam Al Quran. Masalahnya ada yang memahami Al Quran dengan mistik dan ada yang memahami dengan fakta empiris. Di Indonesia sebagian besar memahami dampak sedekah dengan mistik.

Di Indonesia pola pikir mistik terlalu dominan menjadi pola pikir masyarakat dalam memahami agama. Maka terbentuklah budaya membaca teks bahasa Arab Al Quran tanpa memahami maknanya dengan keyakinan Allah akan membalas dengan pahala berlipat ganda. 

Dengan keyakinan, budaya membaca teks Arab Al Quran 30 Juz, di Indonesia menjadi ritual tahunan terutama di bulan Ramadan. Pola ini telah menjadi tradisi puluhan mungkin ratusan tahun di Indonesia. 

Di era teknologi pemahaman masyarakat tentang agama Islam dan Al Quran mulai berubah. Media teknologi informasi menyajikan informasi bervariasi tentang agama Islam dan Al Quran. Akibatnya masyarakat mulai mengkritisi tradisi-tradisi dalam ajaran agama yang kurang mendalam pemahannya.

Pola pikir mistik dan ilmiah sebenarnya saling melengkapi. Pola pikir mistik bersifat acak mengajak melatih manusia berpikir kreatif dan dinamis. Pola pikir ilmiah melatih manusia berpikir kronologis dan spesifik. Al Quran memiliki makna keterkaitan, artinya membuka peluang luas terhadap penafsiran.

Sedekah jika dipahami secara mistik dijelaskan dalam Al Quran jika dilakukan akan mendapat balasan dari Allah berlipat ganda hingga 700 kali lipat (lihat: Al Baqarah, 2:261). Jika orang berpedoman pada ayat ini orang tinggal yakin pada Allah dengan melakukannya, dan hasilnya banyak orang merasakan manfaatnya. 

Bagi orang berpikir, balasan 700 kali lipat tidak dipahami secara mistik, tapi berusaha memahami bahwa sedekah jika dilakukan memiliki banyak manfaat untuk kehidupan. Untuk ada upaya untuk memahami dampak sedekah ke dalam berbagai aspek kehidupan salah satunya pada kesehatan.

Untuk itu berkembanglah berbagai penelitian ilmiah tentang manfaat sedekah dalam berbagai konteks prilaku. Sebuah studi kohort terhadap kelompok relawan menunjukkan bahwa para relawan memiliki risiko mortalitas (kematian) lebih rendah. Studi menunjukkan bahwa kesukarelawan memiliki efek positif terhadap depresi, kepuasan hidup dan kesejahteraan (Jenkinson, at al. 2013).

Para peneliti melaporkan dari 2.605 orang Amerika berusia 62 tahun ke atas. Mereka memeriksa seberapa sering peserta menjadi sukarelawan. Hasilnya menunjukkan orang yang menjadi sukarelawan satu hingga empat jam per minggu mengalami penuaan biologis lebih lambat dibandingkan dengan mereka yang tidak menjadi sukarelawan sama sekali. (health.com).

Penelitian menyimpulkan bahwa sedekah meningkatkan kebahagiaan dan emosi positif. Efek ini telah ditunjukkan dalam berbagai perilaku sedekah, termasuk menjadi sukarelawan (Huang, 2018), mendonorkan darah (Buyx, 2009), memberi untuk amal (Liu dan Aaker, 2008), membelanjakan uang untuk orang lain (Dunn dkk., 2008), dan melakukan tindakan kecil, seperti menawarkan kopi, bersikap baik, atau membuat seseorang tersenyum (Rudd dkk., 2014). Aknin dkk. (2013a) menemukan hubungan di 120 dari 136 negara dan menyimpulkan bahwa hubungan ini tidak bergantung pada kekayaan suatu negara (frontiers.org).

Sedekah adalah ajaran universal yang tertulis di dalam kitab suci Al Quran. Menjadi ahli sedekah dengan berbagai prilaku bermanfaat bagi orang lain, dapat menjadi karakter dasar yang dapat menciptakan kesejahteraan umat manusia dan alam di muka bumi. Sedekah dapat menghasilkan hormon oksitosin (cinta), dopamin (motivasi), serotonin (ketenangan, rasa syukur), dan endorfin (bahagia) di otak. *** 

Saturday, July 5, 2025

MENGEMBALIKAN KIBLAT PENDIDIKAN

Oleh: Dr. Toto Suharya, S.Pd., M.Pd.

Dunia pendidikan sedang menghadapi krisis. Universitas-universitas terbaik di dunia, tidak melahirkan manusia-manusia pemelihara. 

Negara-negara yang memiliki universitas terbaik di dunia mereka telah melakukan kejahatan kemanusiaan melakukan genosida dan menutup perbatasan, membiarkan manusia menderita kelaparan.

Genosida di Palestina telah memakan korban lebih dari 50 ribu jiwa. Penduduk dunia menyaksikan Mesir melarang bantuan kemanusiaan masuk ke wilayah Gaza Palestina. 

Padahal Mesir dikenal sebagai tempat orang-orang menimba ilmu agama di universitas terkemuka. Orang-orang merasa bangga jika bisa sekolah di Mesir.

Melihat Mesir melakukan pembiaran pada kemanusiaan dan malah menambah penderitaan, kita mempertanyakan kembali pelajaran apa yang harus dipelajari saat ini? 

Arab Saudi sebagai tempatnya Kabah dan menjadi kiblat pemersatu umat Islam, mengapa tidak tegas melakukan pembelaan pada kemanusiaan.

Orang berbondong-bondong melakukan umrah dan haji rela mengeluarkan ratusan juta, antri puluhan tahun, sementara Genosida terus terjadi dan korban terus berjatuhan. 

Ibadah umrah dan haji hanya jadi pemuas kepentingan nafsu pribadi dibalut spiritual, padahal puncak spiritual dari ajaran agama adalah rasa kemanusiaan. 

Pengajaran agama telah berahasil membuat orang merasa dosa jika tidak melaksanakan umrah dan haji, tapi tidak merasa dosa membiarkan saudara-saudara sesama manusia dijajah, terusir, teraniaya, dan digenosida.

Amerika Serikat tempat kampus-kampus terkenal di dunia, ternyata melahirkan manusia-manusia intelek tapi lulusannya gagal menghargai kemanusiaan.

Puncak pendidikan adalah manusia memiliki tanggung jawab moral pada Tuhan, dan berani berkorban untuk memberi kesempatan hidup pada orang lain. 

Pelajaran agama, sains dan teknologi, telah gagal melahirkan kehidupan damai dan sejahtera bagi umat manusia. Orientasi pendidikan telah melampaui batas jauh dari rasa kemanusiaan.

Pengajaran agama telah melahirkan manusia-manusia individualis ditandai dengan ketaatan buntu pada ibadah ritual dan lalai melaksanakan ibadah sosial kemanusiaan. 

"Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat ria. dan enggan (menolong dengan) barang berguna. (Al Maa'uun, 107:7)."

Sumber ajaran agama bukan lagi belandaskan kitab suci. Ajaran agama bersumber pada pemikiran manusia dari masing-masing kelompoknya. 

Para pemikir, pemuka agama, aliran pemikiran, kelompok agama, menjadi tuhan-tuhan selain Tuhan yang ditaati. Penganut agama bukan membawa misi perdamaian malah saling curiga dan benci satu sama lain.

Tidak ada satu orang pun tahu siapa orang yang telah beriman atau kafir kepada Allah. Kegagalan pengajaran agama adalah kebanyakan manusia menjadi merasa telah beriman dan jadi manusia paling beriman. 

"Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar." ( Al Hujurat, 49:15).

Bagaimana orang beragama merasa telah beriman ketika melihat Genosida terhadap puluhan ribu manusia, anak-anak, perempuan, orang tua, secara terang-terangan dilakukan, tanpa ada yang berani menghentikan?

Bagaimana orang beragama merasa telah beriman, ketika puluhan ribu orang kelaparan, dia menutup akses bantuan dan membiarkan saudara mereka dalam kelaparan?  

Ibadah ritual menjadi menara gading berada di atas ibadah sosial. Padahal Allah berfirman, manusia-manusia terbaik bukan yang rajin ibadah ritual, tapi mereka yang bermanfaat bagi manusia lain.

Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya. (Al Kahfi, 18:7).

Tidak ada perbuatan baik selain shalat, dan orang-orang shalat pasti berani berkorban untuk membantu membebaskan orang lain dari penjajahan dan penderitaan. 

Setiap umat punya shalat masing-masing. Shalat bukan terbatas pada ruku dan sujud, shalat adalah komitmen kepada Tuhan untuk berani berkorban dengan jiwa dan harta karena Allah. 

(yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib, yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka, (Al Baqarah, 2:3).

Kiblat pendidikan bukan lagi untuk menciptakan teknologi dan bersaing satu dengan yang lain. Para pendidik seperti para nabi, mengajarkan moral dan tanggung jawab pada manusia untuk saling membantu satu sama lain dan menciptakan kesejahteraan manusia dan alam. 

Kiblat pendidikan adalah para nabi yang diutus oleh Tuhan. Para nabi adalah para guru yang mengajarkan manusia tentang keesaan Tuhan dan kemanusiaan. 

Nabi Muhammad menjadi nabi yang membawa kisah hidup sebagai manusia berani berkorban untuk membebaskan manusia dari penindasan, dan meninggalkan warisan berharga untuk umat manusia ayat-ayat suci Al Quran. 

Al Quran bukan untuk umat Islam tapi untuk umat manusia. Al Quran kiblat sumber pemikiran tanpa bias pemikir-pemikir yang telah dianggap tuhan dan menganggap dirinya tuhan. 

"Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui." (Saba', 34:28).

Tugas pendidikan adalah membawa kabar gembira dan peringatan agar manusia jadi pemimpin-pemimpin adil tidak melampau batas kemanusiaan***

Friday, July 4, 2025

KOMPETENSI DASAR IMAN DAN TAKWA

Oleh: Dr. Toto Suharya, S.Pd., M.Pd.

Di dalam Al Quran, iman dan takwa merupakan dua konsep berbeda. Pada tulisan ini saya ingin meyakinkan pembaca dimana letak perbedaan konsep iman dan takwa bersumber pada Al Quran. Metode yang saya gunakan dalam membangun definisi menggunakan metode hubungan konsep. Dalam metode hubungan konsep, sebuah konsep dapat dipahami maknanya jika dihubungkan dengan konsep lain.

Kursi dapat dipahami konsepnya jika dihubungkan dengan konsep duduk, pulpen dengan menulis, kertas dengan buku, dsb. Kursi adalah tempat duduk. Pulpen adalah alat untuk menulis. Kertas adalah lembaran yang ada dalam buku. 

Konsep membuat definisi seperti di atas, saya aplikasikan dalam memahami konsep iman dan takwa, dengan bantuan deskripsi yang ada dalam Al Quran. Arti kata dasar iman adalah percaya, dan takwa adalah menjaga, melindungi, atau menghindari dari bahaya.

Iman dan takwa sebagai kompetensi artinya kemampuan menjaga diri agar tetap percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Menjaga diri agar tetap percaya kepada Tuhan yang Maha Esa diwujudkan dalam komitmen melakukan segala tindakan sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh Tuhan. Hasil nyata dari beriman dan bertakwa adalah akhlak mulia.

Apa saja yang menjadi ciri dari orang berakhlak mulia? Kriteria orang berakhlak mulia dapat ditemukan dari ayat-ayat Al Quran yang berbicara secara langsung tentang orang beriman. Ciri-ciri orang berakhlak berdasar Al Quran bersifat universal. Berikut beberapa ciri akhlak paling dasar dari orang-orang beriman?

"(yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib, yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka," (Al Baqarah, 2:3).

Ciri akhlak dari orang beriman dan bertakwa adalah menjaga diri selalu mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian rezeki. Shalat memiliki arti aktivitas ritual menjaga komitmen beriman pada Tuhan Yang Esa. Umat Islam melaksanakan ritual shalat wajib dan sunah. Umat-umat beragama di seluruh dunia memiliki komitmen masing-masing pada Tuhan Yang Maha Esa. 

Ciri selanjutnya adalah orang beriman dan bertakwa menjaga diri dengan selalu berbagi pada sesama dalam kondisi sempit maupun lapang. Jadi akhlak atau karakter orang beriman dan bertakwa selain melakukan ibadah ritual untuk menjaga komitmen tetap percaya pada Tuhan Yang Maha Esa, mereka juga punya karakter dermawan. 

Prinsip dasar hidup di dunia terdiri dari dua yaitu vertikal dan horizontal. Vertikal ditandai dengan menjaga ritual keagamaan sesuai keyakinan, dan horizontal melaksanakan hubungan sosial dengan menjaga diri selalu menjadi orang yang berbakti pada orang tua dan dermawan.

Bagi orang beriman dan bertakwa, hubungan horizontal tidak hanya berbuat baik pada sesama manusia, tetapi kepada seluruh makhluk ciptaan Tuhan, diantaranya hewan, tumbuhan, dan alam semesta. Pengajaran iman dan takwa akan melahirkan manusia-manusia berakhlak mulia.

Iman dan takwa secara fislosofis menjadi dua konsep yang tidak terpisahkan. Iman menjadi ide pedoman kepercayaan dan ketaatan kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan takwa menjadi upaya menjaga tetap percaya pata Tuhan dengan melaksanakan hubungan horizontal sebagai sosok bermanfaat bagi sesama manusia, binatang, tumbuhan, dan alam.  

Iman dan takwa menjadi dua konsep dasar yang harus diajarkan dalam berbagai bentuk kegiatan kehidupan sehari-hari manusia. Mendidik manusia beriman dan bertakwa sebenarnya tujuan pendidikan universal karena menyangkut ketergantungan manusia kepada Tuhan dan kesejahteraan hidup manusia.*** 

FAKTA ILMIAH SEDEKAH MENYEHATKAN

Oleh: Dr. Toto Suharya, S.Pd., M.Pd. Ide sedekah atau berbuat baik dapat menyehatkan telah dijelaskan di dalam Al Quran. Masalahnya ada yang...