Thursday, May 11, 2023

SEKOLAH YANG MEMBUAT SISWA MISKIN

Oleh: Dr. Toto Suharya, S.Pd., M.Pd.

Penyebab sekolah kita miskin adalah apa yang terjadi sekolah tidak berkaitan langsung dengan kebutuhan siswa di lapangan. Pembelajaran dilaksanakan hanya menyampaikan apa yang ada dalam dokumen kurikulum. Dokumen kurikulum kemudian diterjemahkan secara sempit menjadi buku paket. Oleh karena itu buku paket menjadi sumber belajar bagi guru yang dipaksanakan harus dipelajari anak-anak, tanpa melihat latar belakang minat dan bakat anak-anak.

Buku paket yang digunakan dalam pembelajaran seperti racun yang membuat anak-anak lumpuh dan tidak berdaya saing. Buku paket yang isinya sering tertinggal dengan kondisi sosial yang terjadi, sering menjadi sajian kadaluarsa yang ketika dikonsumsi oleh siswa membuat otak siswa terkena penyakit akut yaitu malas dan tuna kompetensi. 

Jadi penyebab siswa-siswa kita "miskin" adalah akibat konsumsi pengetahuan-pengetahuan basi yang disajikan dalam buku paket. Kualitas pengetahuan yang diberikan kepada siswa jarang dianalasis apakah bergizi bagi otak siswa, relevan dengan kehidupan sehari-hari siswa, dan berguna bagi penyelesaian masalah yang dihadapi siswa. 

Pengajaran di sekolah terlalu formal sebagai kegiatan ritual yang diukur berdasar urutan struktur dalam dokumen kurikulum yang harus diberikan pada siswa. Sementara kebutuhan siswa tidak pernah menjadi fokus dalam setiap pembelajaran, sehingga siswa cenderung mengalami skeptis, pesimis, dan antipati terhadap kegiatan belajar. 

Pembelajaran menyenangkan kadang tidak dikemas menjadi siswa senang belajar, tetapi menjadi senang bermain dan pembelajaran menjadi standup comedy. Sementara pembelajaran menyenangkan yang membuat minat belajar siswa sepanjang hayat tumbuh hal ini tidak terjadi. Alhasil setelah siswa lulus sekolah dia seperti berakhir dari proses belajar. Konsep belajar menjadi sempit karena hanya dilakukan ketika siswa ada di sekolah atau di kampus. Sementara di jalan, di pasar, di tempat kerja, mereka tidak merasa sedang belajar. 

Penyebab sekolah kita miskin yang lainnya adalah guru tidak bertindak sebagai pengembang kurikulum, tapi lebih bertindak sebagai petugas kurikulum. Guru memahami bahwa kurikulum adalah dokumen yang didesain oleh pemerintah, yang dilengkapi dengan petunjuk teknis. Guru menganggap pembelajaran yang baik adalah yang mengikuti petunjuk teknis sesuai dokumen kurikulum. 

Jadi pendidikan yang membuat siswa miskin adalah pendidikan yang mengabaikan potensi-potensi yang dimiliki siswa, dan tidak relevan dengan kebutuhan hidup realistis siswa di lapangan. Pendidikan yang membuat miskin siswa adalah pendidikan yang mengejar tujuan formalistik dokumen kurikulum tanpa analisis kebutuhan siswa. 

Di sekolah yang membuat miskin siswa, dokumen kurikulum menjadi kitab tekstual yang kaku dan haram untuk ditafsir, diadaftasi, disesuaikan dengan kebutuhan siswa. Sekolah yang memiskinkan siswa adalah sekolah yang mewariskan karakter miskin secara turun-temurun, yaitu karakter yang tuna nalar, tuna kompentsi dan malas belajar.***

Tuesday, May 9, 2023

Sekolah Terbaik Abad 21???

Oleh: Dr. Toto Suharya, S.Pd., M.Pd.

Untuk diketahui para orang tua siswa. Dunia pendidikan paradigmanya sudah berubah. Sekolah-sekolah favorit kini sudah menjadi penginggalan sejarah. Namun banyak orang tua yang kurang mendapat pemahaman tentang perubahan paradigma pendidikan abad 21. 

Orang tua masih menganggap anak-anak seperti lumba-lumba. Anak-anak berprestasi masih ditandai dengan menjuarai lomba-lomba. Padahal juara-juara lomba sudah terbukti tidak signifikan menyelesaikan masalah sosial di masyarakat. Sekolah yang melahirkan juara-juara lomba tidak berkontribusi signifikan dengan masalah-masalah sosial dan lingkungan yang terjadi. Angka kemiskinan tetap tinggi dan setiap tahun lahir pengangguran-pengangguran terdidik. Para juara lomba setelah lulus tidak signifikan menyelesaikan masalah bangsa, karena para juara lomba pada akhirnya berkarir dengan menjadi pencari kerja. 

Sekolah dengan orientasi menjadi juara lomba, tidak menyelesaikan masalah sumberdaya manusia. Data-data statistik tentang sumber daya manusia, selalu menunjukkan posisi terburuk di tingkat dunia. Kita masih kekurangan manusia-manusia berkarakter entrepreneur. Kita kekurangan manusia-manusia bernalar tinggi yang kreatif, berani mengambil risiko, mampu bertahan dalam kondisi sulit, dan mandiri dalam mengambil keputusan.  

Pendidikan dengan orirentasi juara lomba tidak mengantarkan anak-anak kita menjadi manusia-manusia sejahtera dan hidup bahagia. Hasil pendidikan kita selama ini hanya menghasilkan manusia yang bisa bertahan hidup dengan mengandalkan gaji UMR. Prestasi juara-juara lomba hanya jadi sertifikat penghargaan yang tidak menjamin anak-anak jadi manusia sejahtera dan penyejahtera.

Kini sekolah-sekolah terbaik tidak ditandai dengan berapa jumlah siswa yang berhasil menjuarai lomba. Sekolah-sekolah terbaik saat ini adalah yang fokus mengubah tujuan belajar untuk mewujudkan anak-anak didik menjadi manusia-manusia mandiri sedini mungkin. Anak-anak dilatih bukan untuk menjuarai lomba. Anak-anak dilatih diberi pendidikan untuk bisa menyelesaikan masalah-masalah hidup yang dihadapinya. 

Pengajaran harus menuntun anak-anak menjadi manusia kritis, kreatif, berwawasan global, punya kemampuan berkolaborasi, selalu potimis, dan punya kemandirian. Inilah profil pelajar Pancasila, yaitu manusia berkarakter entrepreneur yang dihadaprkan bisa mengurai setiap permasalahan yang dihadapinya dan berguna bagi masyarakat. 

Manusia-manusia berguna harus diciptakan sejak dari sekolah. Pengajaran harus fokus pada konteks dimana mereka hidup dan mengenal masalah yang dihadapinya sehari-hari. Sekolah bukan bertujuan menyelesaikan program kurikulum, tetapi bertujuan melatih dan mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki siswa. Sekolah menjadi tempat para siswa mengembangkan berbagai potensi yang dimilikinya hingga menjadi keterampilan bagi dirinya untuk bertahan hidup. 

Kreativitas menjadi fokus tujuan pendidikan. Program-program di sekolah harus dikembangkan dengan tujuan melahirkan manusia-manusia terampil dalam mengolah masalah menjadi peluang untuk mengembangkan karirnya sejak di sekolah. Ujung dari hasil pendidikan adalah harus melahirkan manusia-manusia mandiri yang tidak tergantung pada orang lain hanya sekedar untuk bertahan hidup. 

Sekolah-sekolah terbaik di abad 21 bukan sekolah yang melahirkan banyak siswa juara lomba. Sekolah terbaik di abad 21 adalah sekolah yang berhasil mencatatkan berbagai karya siswa yang bermanfaat bagi dirinya dan masyarakat. Sekolah-sekolah terbaik ditandai dengan banyaknya siswa yang berani hidup mandiri dengan ketermapilan hidup yang didapatnya dari dunia pendidikan.***

Sunday, May 7, 2023

PENDIDIKAN AGAMA LATIH POLA PIKIR

Oleh: Dr. Toto Suharya, S.Pd., M.Pd.

Pelajaran agama yang diajarkan di sekolah terlalu formalistik. Ajaran agama dipatok dengan ajaran yang kaku dalam bentuk praktek ajaran ritual yang mekanistik. Ajaran agama yang fomalistik dan kaku, menjadi sebab ajaran agama tidak konstekstual dengan kehidupan sehari-hari. 

Cara pengajaran agama Islam saat ini cenderung menggunakan sudut pandang ilmu fiqih, ilmu yang mengajarkan hukum-hukum ritual formal yang dikembangkan para ulama fiqih. Cara pandang ilmu fiqih dalam beragama mendominasi cara-cara beragama masyarakat. Kelemahan pengajaran agama dari sudut pandang ilmu fiqih adalah tidak fleksibel dan kadang memberatkan. 

Misalnya ketika orang mau melakukan shalat jama, dalam ilmu fiqih disyaratkan harus menempuh perjalanan 80 km. Akibat aturan fiqih terlalu kaku, kadang-kadang shalat seseorang lebih fokus pada aturan fiqih bukan pada substansi shalat sebagai ibadah kepada Allah.

Aturan lainnya, ketika ingin memahami Al Quran. Aturan-aturan membaca Al Quran yang terlalu ketat dengan syarat keilmuan khusus, kehadiran guru secara formal, menjadi hambatan, keraguan seseorang ketika ingin memahami Al Quran dengan berbagai macam cara. Sementara di era teknologi informasi, situasinya jauh berbeda dengan era sebelumnya. Akses seseorang untuk mendapatkan ilmu sangat terbatas dan cenderung dilembagakan. Saat ini, ilmu sudah menjadi milik semua orang yang mau mempelajarinya dengan kehadiran media informasi massal. 

Metode dalam mempelajari agama perlu ada penyesuaian dengan situasi saat ini. Ilmu fiqih tetap diperlukan, namun tidak dijadikan kecenderungan satu-satunya yang paling mendekati kebenaran. Dalam situasi saat ini, metode yang perlu dikembangkan dalam mempelajari agama adalah melalui metode yang mendorong seseorang mampu belajar mandiri melalui konsep belajar sepanjang hayat. 

Metode yang bisa dikembangkan untuk mempelajari agama saat ini adalah melatih kemampuan berpikir. Kontradiksi umat beragama dengan prilaku sehari-hari yang dilakukan umat saat ini terjadi karena pengajaran agama terlalu mekanistik pada penerapan hukum-hukum. Sementara pemahaman dalam bentuk pola-pola pikir orang beragama belum banyak dikembangkan. Keterbatasan agama dalam sudut pandang penerapan hukum-hukum agama, kadang tidak selaras dengan kondisi budaya dan masalah sosial yang dihadapi masyarakat. Akhirnya ajaran agama tidak memberikan harapan-harapan baik yang dapat mengubah hidup seseorang. 

Agama adalah ajaran yang memberikan harapan-harapan hidup lebih baik sekalipun seseorang dalam kondisi terpuruk. Untuk itu perlu pengajaran yang berimbang, antara ilmu hukum agama, dengan ilmu berpikir bersumber dari agama. Allah yang dipersepsi sebagai maha pengampun harus memberi harapan kepada semua orang untuk menjadi orang baik dan hidup lebih baik.

Allah yang maha bijaksana dapat dipahami dengan pendekatan-pendekatan pola pikir yang dikembangkan dari Al Quran dan hadis. Pola pikir agama jika diajarkan, dalam prakteknya lebih banyak memberi manfaat pada pribadi seseorang karena sifatnya fleksibel dan menuntut setiap orang untuk terus berpikir memperbaiki kualitas hidupnya. 

Masalah sosial seperti pelecehan seksual, pencemaran lingkungan, kemiskinan, penyalahgunaan narkoba, dan ketidakteraturan sosial, kadang tidak bisa disentuh dengan pendekatan agama yang cenderung mekanistik mengatur ibadah ritual. Masalah-masalah sosial dan lingkungan yang terjadi membutuhkan banyak pemikir-pemikir yang kreatif dalam mewujudkan masyarakat agama yang berperadaban. 

Diakui beberapa ahli pendidikan saat ini, kelemahan dari umat beragama adalah lemah dalam mengimplementasikan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari. Kelemahan ini diawal dari kelemahan umat beragama dalam memahami pola-pola pikir yang ada dalam pengajaran agama. Oleh karena itu, kita sering melihat kontrakdiksi antara kehidupan umat yang mengatasnamakan agama dengan umat manusia yang tidak mengatasnamakan agama. Kehidupan masyarakat yang tidak mengatasnamakan agama lebih bersih dibanding dengan umat yang tidak secara langsung mengatasnamakan agama. 

Potret kehdiupan masyarakat agama dan tidak beragama menjadi pandangan pesimis terhadap ajaran agama. Pengajaran agama dianggap tidak sesuai dengan kebutuhan zaman dan ajaran agama sedikit demi sedikit ditingalkan penganutnya. Ajaran agama yang dianggap suci bersumber dari para Nabi, kadang dilecehkan dan dinistakan. 

Mengajarkan agama dengan sudut pandang pola pikir perlu dikembangkan disandingkan dengan pendekatan-pendekatan hukum yang mekanistik. Melalui pengembangan pola pikir, diharapakan pengajaran agama dapat membantu masyarakat bisa menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapinya. Pola pengajaran agama melalu sudut pandang pola pikir, dapat dilakukan dengan menghadirkan masalah-masalah sosial, ekonomi, budaya, yang ada di masyarakat melalui proses dialogis berkelanjutan. 

Melalui sudut pandang pola pikir yang dialogis, sikap saling menghormati dan menghargai perbedaan pendapat harus dibangun dengan tujuan yang sama yaitu menuju masyarakat damai dan sejahtera. Allah menurunkan ajaranNya untuk membantu manusia agar bisa hidup sejahtera di dunia dan akhirat.***

Thursday, April 27, 2023

AL QURAN KITAB PENDIDIKAN KARAKTER

Oleh: Dr. Toto Suharya, S.Pd., M.Pd. 

Sejak usia sekolah dasar hingga sekarang, saya tidak pernah bosan membaca Al Quran. Mulai belajar tajwij dan sekarang sedang fokus belajar logika-logika yang terkandung dalam Al Quran. Setelah kurang lebih 13 tahun mempelajarinya, hingga sekarang mulai menemukan titik terang. Sebelumnya kalau membaca Al Quran hanya sebatas membaca dalam bahasa Arab tanpa mengerti isinya. Sekarang ketika membaca Al Quran selalu tertarik ingin mengetahui pola-pola pikir yang terkandung di dalamnya. 

Setelah belajar logika-logika yang terkandung dalam Al Quran, ternyata pola-pola pikir orang hebat di seluruh dunia merupakan pola-pola pikir yang terkandung dalam Al Quran.  Saya semakin yakin bahwa Al Quran diturunkan bukan hanya untuk umat Islam, tetapi untuk seluruh umat manusia untuk mengenal cara-cara hidup Islam dengan kualitas tinggi. 

Al Quran adalah kitab pendidikan karakter yang abad ini sedang dikampanyekan. Semakin maju teknologi, ternyata semakin berbahaya jika tidak diimbangi dengan karakter. Al Quran jika dipelajari dari pola pikirnya, mengandung pendidikan karakter yang mengajarkan cara berpikir. Cara berpikir menjadi faktor penentu akhlak seseorang. 


Berikut saya rangkum beberapa pola pikir Al Quran yang bisa dijadikan sebagai dasar dalam pola pikir pendidikan karakter di sekolah. 

Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah. (Al Kautsar, 108:1-2).

Pola pikir yang harus diajarkan dari ayat di atas adalah setiap anak harus diajari keberanian untuk berkorban, dalam bentuk pengorbanan jiwa dan raga. Berkorban dengan jiwa salah satu contohnya adalah berani meluangkan waktu untuk menunda kesenangan hidupnya, yaitu melaksanakan shalat dalam arti melakukan perbuatan-perbuatan yang bermanfaat bagi diri dan orang lain. Berani berkorban harus dimiliki karena dari pengorbanan akan lahir keuntungan yang besar. 

Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan (Alam Nasyrah, 94:5-6). 

Pola pikir yang harus diajarkan dari ayat ini adalah anak-anak yang dibiasakan berani mencoba dengan tidak takut gagal. Kegagalan harus dibiasakan dialami oleh anak-anak, sebab anak-anak yang biasa mengalami kegagalan merekalah yang sering belajar. Semakin banyak gagal semakin kuat karakternya dalam meraih kesuksesan. 

Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap. (Alam Nasyrah, 7-8).

Selanjutnya pola pikir dari ayat di atas adalah anak-anak harus dilatih, bila mengerjakan sesuatu pekerjaan targetnya harus selesai. Masalah hasilnya baik atau buruk tidak perlu jadi pikiran. Anak-anak harus dilatih bekerja tuntas dengan harapan-harapan baik yang dialamatkan kepada Tuhan. Membangun harapan pada Tuhan setelah melakukan pekerjaan sangat penting, untuk menjaga optimisme dalam hidup, dan tidak mudah menyerah ketika menghadapi kesulitan atau kegagalan.

Masih banyak karakter-karakter lain yang bisa dikembangkan dari Al Quran dan daiajarkan pada anak-anak. Mengajarkan pola pikir dari kitab suci Al Quran berbeda dengan mengajarkan pola pikir belajar dari alam. Belajar pola pikir dari akitab suci akan menggerakkan hati anak-anak menjadi tambah yakin pada Tuhan dan tidak akan pernah mengenal kata menyerah. Wallahu'alam.


SEKOLAH GRATIS PRODUK KEBIJAKAN KEPENTINGAN PRIBADI

Oleh: Dr. Toto Suharya, S.Pd., M.Pd.

Pada masanya kebijakan sekolah gratis mendapat sambutan masyarakat. Kini, situasi telah berubah, dunia persaingan sumber daya manusia bukan lagi level antar kota, daerah, tapi antar negara dan benua. Semua negara sedang melakukan tranformasi dunia pendidikannya. Berlomba-lomba melahirkan manusia-manusia unggul. Untuk melakukan transformasi pendidikan dibutuhkan anggaran besar. Alih-alih menambah anggaran pendidikan, sekolah gratis kini akan "menyengsrengsarakan...hehe" rakyat.  

Saat ini, kebijakan sekolah gratis bukan lagi kebijakan politik yang pro rakyat dengan tujuan menjaga kualitas pendidikan. Sekolah gratis adalah kebijakan politik yang dipaksakan dengan dalih kepentingan rakyat, dan keuntungan besarnya untuk kepentingan pribadi dan golongan. Kebijakan sekolah gratis adalah kebijakan tirani yang berusaha mengorbankan generasi bangsa untuk tujuan politik sesaat dan kepentingan pribadi yang bernafsu kekuasaan.  

Berdasarkan pengamatan di lapangan, sekolah gratis berakibat pada diskusi-diskusi pendidikan tidak lagi peduli pada esensi pendidikan, tapi masalah-masalah remeh tentang perbedaan pungutan dan sumbangan. Sekolah gratis telah menimbulkan konflik masyarakat yang tidak berkesudahan seputar masalah pengelolaan dana pendidikan. Sekolah gratis telah memporakporandakan penataan, pemetaan, infrastruktur dan kualitas layanan pendidikan. Di tengah situasi krisis dunia pendidikan saat ini, sekolah gratis ikut memperparah situasi dengan menurunkan kadar kualitas perhatian masyarakat pada dunia pendidikan. 

Kebijakan sekolah gratis telah menurunkan kualitas intelektual masyarakat yang hanya peduli pada masalah gratisnya dana pendidikan, seperti kualitas tidak menjadi tuntutan. Asal sekolah gratis kualitas peduli amat. Orang yang peduli pendidikan otaknya di kepala, dan orang yang kurang peduli pendidikan otaknya di perut. Perubahan zaman akibat perkembangan teknologi informasi hanya bisa diikuti oleh orang-orang yang otaknya di kepala. 

Sekolah gratis bukan kebijakan yang berdasarkan pada kajian akademis kepentingan pendidikan. Sebenarnya kebutuhan dana pendidikan per siswa per tahun, diakui para pengamat pendidikan tidak pernah dipenuhi dalam kebijakan sekolah gratis. Sekolah gratis adalah kebijakan politik untuk kepentingan murni politik dan mengorbankan kualitas pendidikan.

Di beberapa daerah, sekolah sekolah di tingkat dasar dan menengah dengan kebijakan sekolah gratis seperti merana tidak terawat. Ada sekolah kesulitan air bersih, wc-wc mengeluarkan bau wangi karena sumber air terbatas. Toilet-toilet sekelas hotel merana tidak terawat, tidak ada lagi yang mau membersihkan seperti layanan kebersihan toilet di mall. Sekolah seperti pabrik yang setiap hari hilir mudik karyawan sebatas isi daftar hadir kerjakan tugas rutin. Karyawan tidak punya kebebasan untuk melakukan inovasi dan perubahan. Dunia pendidikan sebentar lagi akan jadi kantor departemen. 

Kegiatan-kegiatan harus dilakukan tanpa boleh melakukan makan dan minum. Guru-guru harus membiasakan puasa. Guru-guru harus menganggap setiap hari seperti bulan Ramadan. Di republik ini ada yang tidak suka kalau guru-guru sehat karena makan dan minumnya terpenuhi. Guru-guru yang kesejahteraannya sangat insidental harus menjadi ahli sufi atau Sang Budha yang sudah tidak butuh lagi makan dan minum.   

Sekarang keadilan hanya ada di pengetahuan dan pikiran yang pernah dialaminya. Pengalaman, pengetahuan, dan pikiran orang lain salah. Semua harus tunduk pada sudut pandangnya. Seperti kata Fir'aun, "saya adalah tuhan yang maha tinggi". Sebentar lagi, kesombongannya akan melahirkan malapetaka dengan lahirnya manusia-manusia yang otaknya pindah ke perut.  

Sekolah gratis adalah kebijakan yang memperkosa dunia pendidikan untuk bisa hidup dengan anggaran seadanya. Sekolah gratis adalah tirani kekuasaan atas nama demokrasi konstitusi. Demi menikmati langgengnya kedudukan dan kelanjutan karir di dunia politik, dunia pendidikan dipaksa harus hidup dalam dunia keterbatasan demi popularitas. 

Satu-satunya keberhasilan dari kebijakan sekolah gratis adalah jumlah penduduk yang sekolah meningkat, dan jumlah penduduk yang berpikir menurun. Satu lagi, keberhasilan kebijakan sekolah gratis adalah meningkatknya kaum duafa dan menurunkan masyarakat agnia. Gotong royong hanya berlaku untuk mendukung kepentingan politik, sementara dalam dana pendidikan kita dilatih jadi manusia-manusia individualis.

Dunia pendidikan sedang menghadapi tantangan hebat. Pola perubahan zaman sedang terus bergerak akan menggeser angkot dan tukang ojeg pengkolan yang tidak mau berubah. Sekolah gratis harusnya untuk kepentingan rakyat bukan untuk kepentingan pribadi. Semoga kelak kita semua akan dimpin manusia-manusia yang otaknya di kepala. Wallahu'alam. 

  

Wednesday, April 26, 2023

MEMAHAMI POLA PIKIR PENGKRITIK?

Oleh: Dr. Toto Suharya, S.Pd., M.Pd.

Tidak semua orang bisa menerima kritikan, karena ketika dikritik merasa dirinya sedang dijatuhkan atau diserang. Padahal kritikan adalah tanda bahwa pemikiran kita di apresiasi orang. Hanya saja, budaya kritik di negara kita belum punya tata dan etika yang memenuhi kriteria sebuah kritik. Kritikan kadang disampaikan dengan menyalakan dan menjatuhkan. Padahal pengkritik sendiri tidak memiliki otoritas sebagai pemilik kebenaran. 

Antara orang yang di kritik dan pengkritik tidak punya jaminan sebagai pemilik kebenaran. Saat kita mengemukakan pendapat, sebenarnya hanya prediksi saja bahwa yang kita kemukakan mengandung kebenaran. Perdebatan bisa terjadi konflik jika masing-masing sudah memiliki ego sebagai pemilik kebenaran. Jika saja kedua belah pihak yang berdebat tidak merasa memiliki kebenaran, maka konflik tidak akan pernah terjadi. Selama orang tidak memiliki rasa sebagai pemilik kebenaran, tidak akan ada pemaksaan dan konflik dengan menyalahkan pendapat orang lain. 

Kritik adalah cara mengemukakan sudut pandang berbeda dengan orang lain. Kritik disampaikan pada gagasan orang lain yang dinilai kurang relevan, tidak berbasis data, atau tidak didukung dengan data-data yang kuat dari persepsi pengkritik. Kritik disampaikan dengan membandingkan pendapat yang dikemukakan orang lain, dengan pendapat pribadi berdasarkan data. 

Kritik berbasis data dan fakta justru akan membuka pemikiran kedua belah pihak. Kritik berupa pandangan berbasis data dan fakta, dapat membawa pencerahan bagi yang menyimak. Budaya kritik berbasis data bisa terjadi jika masyarakat sudah punya budaya nalar ilmiah dan semangat literasi tinggi. Sementara kritik di masyarakat dengan nalar ilmiah rendah dan budaya baca rendah, kadang terjebak pada kritikan yang menyerang, menjatuhkan, dan terdengarnya menjadi olok-olok dan penghinaan.

Kritik di masyarakat budaya nalar dan literasi rendah kadang dilakukan dengan menyalah-nyalahkan pendapat orang lain. Menyalahkan pendapat orang lain, sudah melanggar kode etik dalam melakukan kritik. Menyalahkan orang lain sifatnya sudah tendensius, egois, diskriminatif, karena terbersit anggapan orang yang dikritik bodoh dan posisinya lebih rendah, bahkan dianggap musuh. 

Dalam budaya kritik di masyarakat bernalar dan literasi tinggi, tidak ada menyalahkan pendapat orang lain. Budaya kritik di masyarakat bernalar dan literasi tinggi, selalu menganggap lawan kritiknya sama-sama punya hak yang sama dalam mengeluarkan pendapat. Para pengkritik di masyarakat budaya nalar dan literasi tinggi, selalu menjaga sikap agar tidak menyalahkan dan menjatuhkan harga diri orang lain. 

Dalam budaya kritik di masyarakat bernalar tinggi, tidak ada istilah salah paham, tetapi lebih ke berbeda paham. Para pengkritik dan yang dikritik tidak bisa memaksanakan pendapatnya. Kata salah paham berarti sudah memosisikan dirinya sebagai pemilik kebenaran. Berbeda paham memiliki arti bahwa lawan kritik sejajar posisinya dengan yang pengkritik. Mengatakan lawan kritik salah paham, sudah memiliki tendensi untuk menguasai atau memaksa orang lain mengikuti pendapatnya.***

 


Apakah Nabi Muhammad Buta Huruf?

Oleh: Dr. Toto Suharya, S.Pd., M.Pd.

Nabi Muhammad adalah contoh teladan umat manusia. Namun telah terjadi perbedaan pendapat, ada yang berpendapat Nabi Muhammad buta huruf dan ada yang berpendapat Nabi Muhammad tidak buta huruf. Saya coba jelaskan berdasarkan sudut pandang bersumber pada kitab suci Al Quran. 

Kata "ummi" berasal dari bahasa Arab, yang memiliki beberapa arti tergantung pada konteksnya. Secara harfiah, "ummi" berarti "ibu", namun dalam konteks agama Islam, "ummi" merujuk pada seseorang yang tidak bisa membaca dan menulis.

Dalam Al-Qur'an, kata "ummi" digunakan untuk menggambarkan Nabi Muhammad SAW sebagai orang yang tidak bisa membaca dan menulis sebelum menerima wahyu Allah SWT. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan literasi bukanlah faktor penting dalam menjadi seorang nabi atau rasul, melainkan ketaatan dan pengabdian kepada Allah SWT.

Selain itu, kata "ummi" juga dapat merujuk pada orang Arab yang bukan berasal dari kota atau pusat kebudayaan Arab, seperti Mekkah atau Madinah. Dalam hal ini, kata "ummi" lebih merujuk pada asal-usul geografis atau kultural seseorang daripada kemampuan literasinya.

Nabi Muhammad SAW tidak buta huruf. Sebenarnya, pada saat beliau hidup, huruf Arab merupakan bagian penting dari kebudayaan Arab dan banyak orang yang pandai membaca dan menulis. Nabi Muhammad SAW sendiri adalah seorang pedagang yang terampil dan sering melakukan perjalanan ke berbagai wilayah, sehingga beliau memiliki kesempatan untuk memperluas pengetahuan dan kemampuan literasinya.

Selain itu, sejarah juga mencatat bahwa Nabi Muhammad SAW dikenal sebagai sosok yang sangat pandai berbicara dan memimpin, sehingga kemampuan literasinya pasti sangat baik. Hal ini terbukti dengan kemampuannya dalam menyusun dan menyampaikan wahyu Allah SWT yang kemudian menjadi kitab suci umat Islam, Al-Qur'an.

Sebenarnya, tidak ada hadis sahih yang secara eksplisit menyatakan bahwa Nabi Muhammad SAW buta huruf. Ada beberapa riwayat yang mengindikasikan bahwa beliau tidak terlalu terampil dalam membaca dan menulis, namun tidak secara langsung menyebutkan bahwa beliau buta huruf.

Salah satu riwayat yang sering dikutip adalah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim, yang menyatakan bahwa Nabi Muhammad SAW pernah berkata: "Ana ummi, tidak bisa membaca dan menulis." (HR. Bukhari dan Muslim)

Namun interpretasi yang lebih tepat dari hadis ini adalah bahwa Nabi Muhammad SAW rendah diri dan menyatakan bahwa beliau bukanlah merasa sarjana yang terdidik, melainkan hanya seorang pedagang yang tidak memiliki kemampuan literasi yang cukup. Hadis ini sebenarnya lebih mementingkan pentingnya ketaatan dan pengabdian kepada Allah SWT daripada kemampuan literasi dalam menjalankan tugas sebagai nabi dan rasul.

Berdasarkan informasi dari Al Quran, kata buta huruf tidak merujuk pada sosok Nabi Muhammad, tetapi lebih pada penggambaran kultural masyarakat. 

Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, menyucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah (As sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata, (Al Jumu'ah, 62:2).

Keterangan berikutnya, kata buta huruf berkaitan dengan penjelasan budaya buta huruf yang tidak mengerti isi kitab suci. Masyarakat tidak mengetahui isi kitab suci kecuali hanya dongeng yang dikarang-karang tidak berdasarkan sumber kitab suci. 

Dan di antara mereka ada yang buta huruf, tidak mengetahui Al Kitab (Taurat), kecuali dongengan bohong belaka dan mereka hanya menduga-duga. (Al Baqarah, 2:28).

Buta huruf adalah sebuah kondisi kultural masyarakat yang tidak mengenal kebenaran-kebenaran dari Tuhan. Buta huruf tidak berkaitan dengan baca dan tulis secara teknis, tetapi sebuah penggambaran kondisi budaya masyarakat. Sekalipun bisa baca tulis, namun jika tidak mengenal dengan baik isi kitab suci, kita termasuk masyarakat buta huruf.***

SEKOLAH YANG MEMBUAT SISWA MISKIN

Oleh: Dr. Toto Suharya, S.Pd., M.Pd. Penyebab sekolah kita miskin adalah apa yang terjadi sekolah tidak berkaitan langsung dengan kebutuhan ...