OLEH: TOTO SUHARYA
Selama delapan belas tahun dunia pendidikan kita memang hanya main-main, tidak berusaha menyelesaikan masalah dan mewariskan generasi yang tertinggal dengan perubahan zaman. Kondisi inilah yang menyebabkan harus terjadi perubahan kurikulum karena dunia pendidikan kita sedang mengalami krisis pembelajaran. Krisis itu sudah ada di depan mata dan datanya bisa kita saksikan di bawah ini:
Tabel 1: Skor Membaca, Matematika, dan Sains
Kategori |
Reading |
Mathematics |
Science |
|||
Tahun |
2000 |
2018 |
2000 |
2018 |
2000 |
2018 |
Skor |
371 |
371 |
360 |
379 |
393 |
396 |
Data pada tabel 1. di atas menunjukkan kemampuan membaca,
matematika, dan sains siswa Indonesia dari tahun 2000 sampai tahun 2018. Skor
rata-rata terbaik internasional 500. Data itu juga bermakna bahwa siswa-siswi
Indonesia memiliki kelemahan dalam berpikir, karena soal-soal tes PISA lebih
menekankan pada kemampuan berpikir tingkat tinggi.
Apa sebab terjadinya permasalahan ini? Pertama, dunia pendidikan kita terlambat shifting karena lalai mengikuti perubahan zaman. Kedua, kualitas pembelajaran di kelas memang belum bisa mengoptimalkan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Permasalahan ini, intinya kembali pada kualitas pembelajaran di kelas. Pekerjaan Rumah (PR) besar pendidikan kita adalah meningkatkan kemampuan guru-guru dalam mengajar. Kemampuan guru dalam melakukan evaluasi pembelajaran menggunakan konstruksi soal-soal HOTS, sebagaimana disajikan dalam tes PISA.
Sebagai negara religius,
berpikir adalah perintah Tuhan yang tidak boleh diabaikan. Kemampuan berpikir
menunjukkan kualitas manusia yang harus terus diupayakan. Mengajar tentang
berpikir di kelas adalah ibadah kita kepada Tuhan. Mengajarkan kemampuan
berpikir kepada siswa menjadi kewajiban bagi guru dan kepala sekolah sebagai
pemimpin pembelajaran. Dosa besar bagi kita semua jika tidak mengajarkan
kemampuan berpikir kepada siswa, karena seluruh aktivitas manusia adalah
aktivitas berpikir. Kegagalan berpikir dalam beraktivitas menjadi bukti nyata penyebab
prilaku manusia yang buruk dalam berakhlak kepada sesama dalam bermasyarakat
dan bernegara.
Pembelajaran dengan
menyajikan soal-soal HOTS standar PISA dapat menjadi sebuah pendekatan dalam
pembelajaran. Berdasarkan kajian dari soal-soal PISA tahun 2015, 2018, dalam
literasi membaca dan finansial, soal disajikan dengan kriteria, menyajikan
materi esensial, kontektual, dan pertanyaan menguji siswa mengolah data yang
disajikan dalam soal. Aspek yang diuji dari siswa adalah kemampuan analisis,
contoh membedakan antara fakta dan dan opini, mengambil kesimpulan dengan
mengintegrasikan dua fakta, dan menginterpretasi nilai dari sebuah kejadian
dalam materi yang disajikan.
Menyimak soal-soal yang disajikan
PISA, soal tersebut bisa kita modifikasi menjadi sebuah proses pembelajaran
HOTS, dengan melakukan adaftasi. Materi disesuaikan dengan kebutuhan siswa
secara esensial dan kontektual kontruksi materi dan pertanyaan mengikuti pola
yang disajikan dalam soal PISA. Ukuran materi esensial, berdasarkan dari
tampilan-tampilan materi yang disajikan dalam soal PISA, bersumber pada sumber
bacaan yang akuntabel, yaitu dari hasil penelitian atau pendapat ahli. Materi
bisa diambil dari koran, media sosial, blog, atau jurnal. Materi esesnsial mengajarkan
pada siswa, setiap informasi yang diakses harus materi akuntabel, memiliki
derajat kebenaran yang bersumber pada hasil penelitian atau pendapat para ahli
dalam berbagai bidang kajian. Secara kontektual materi bisa digunakan oleh
siswa dalam kehidupan sehari-hari menghadapi dunia nyata.
Betapa pentingnya untuk
memastikan bahwa apa yang diajarkan guru-guru sesuai dengan kaidah dan
kebutuhan zaman. Sebuah dosa besar bagi para kepala sekolah jika proses ini
tidak dikawal ketat melalui tugas pokoknya yaitu supervisi pembelajaran. Untuk
itu seluruh aktivitas kepala sekolah dalam berbagai kegiatan harus bertujuan
untuk menjaga kualitas pembelajaran terutama di kelas. Bangsa besar meregenerasikan
kualitas bangsanya sangat tergantung apa yang terjadi di ruang ruang belajar
terutama kelas. Wallahu’alam.