Oleh: Muhammad Plato
Mereka merasa telah memberi
nikmat kepadamu dengan keislaman mereka. Katakanlah: "Janganlah
kamu merasa telah memberi nikmat kepadaku dengan keislamanmu, sebenarnya Allah
Dialah yang melimpahkan nikmat kepadamu dengan menunjuki kamu kepada keimanan
jika kamu adalah orang-orang yang benar". (Al Hujurat, 49:17)
Jangan merasa bangga karena merasa
telah memeluk Islam, sebab Allah akan terus menguji keimanan seseorang. Memeluk
Islam dengan cara bersyahadat menghapus dosa masa lalu, namun belum tentu di
masa mendatang kita bebas dari dosa padahal sudah masuk Islam. Setelah berislam
dan beriman kepada Al-Qur’an, seberapa banyak informasi dari Al-Qur’an yang
telah diimani?
Untuk itu dalam keislaman yang
harus ditingkatkan adalah keimanan. Setelah masuk Islam hidup akan terus
mengalami peningkatan kualitas dengan peningkatan kualitas kualitas keimanan.
Peringatan-peringatan keagamaan selalu mengajak untuk meningkatkan keimanan
agar menjadi muslim dengan total berserah diri.
Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu. (Al Baqarah, 2:208).
Keimanan seorang muslim sangat
ditentukan oleh seberapa pengetahuan yang dimiliki tentang ajaran-ajaran Islam.
Allah tidak menghukum seseorang yang tidak memiliki pengetahuan. Kedalaman
pengetahuan seseorang tentang Islam akan menentukan kualitas keislamannya.
Jangan mengatakan bahwa
pengetahuan tidak menentukan kualitas keimanan seseorang, karena Allah sudah
menetapkan hanya orang-orang berpengetahuan yang diangkat derajatnya beberapa
derajat dari manusia-manusia lainnya. Membaca
Allah tetapkan sebagai sebab manusia dapat menemukan kebenaran-demi kebenaran
sebagaimana perjalanan Nabi Ibrahim dalam prosesnya mencari Tuhan.
Kualitas keislaman seseorang
terbagi menjadi dua, yaitu pada level fisik dan psikis. Pada level keislaman
fisik keimanan ditunjukkan dalam bentuk tampilan-tampilan budaya dalam bentuk
fisik seperti ornament bangunan rumah ibadah, hiasan-hiasan hasi budaya,
pakaian, tari-tarian, kesenian, dan kegiatan-kegiatan tradisi turun-temurun
yang sudah dinaggap melekat dengan masyarakat Islam.
Pada level psikis keislaman
seseorang tidak terlalu fokus pada tampilan-tampilan hasil produk budaya,
tetapi lebih pada pengolahan pola berpikir dan rasa. Pada level psikis
keislamanan akan tampil menjadi pribadi-pribadi yang mengimplementasikan
prilaku-prilaku keimanan kepada ajaran-ajaran Islam. Pada level psikis keislaman
seseorang seseorang tidak sebatas tampil dalam perbedaan produk-produk budaya,
tetapi lebih pada kepribadian-kepribadian mulia. Nabi Muhammad saw. dan para
sahabat dikisahkan dalam sejarah, mereka tampil menjadi sosok yang sederhana
dalam urusan fisik, namun memesona dalam urusan kepribadian. Mereka adalah
contoh teladan berislam yang tidak terjebak pada tampilan-tampilan fisik.
Perbedaan keislaman sejatinya hanya
ada pada tampilan fisik, namun dalam level psikis setiap orang Islam pasti
memiliki standar kepribadian yang sama. Pada level psikis standarnya setiap orang
pasti pasti literate, cerdas, kreatif, pemaaf, optimis, berani, dermawan,
gembira, inspirator, motivator, ramah, komunikatif, friendly, dan mengutamakan
hidup rukun serta damai. Standar kepribadian ini tergambar dalam rekam jejak
sejarah kenabian Nabi Muhammad saw. Ini ciri dari kualitas keimanan seorang
muslim setelah berislam.