Thursday, March 14, 2019

KOMPETENSI SABAR


OLEH: TOTO SUHARYA

Bagi orang dewasa hidup adalah beban. “Rata-rata anak-anak berusia 6 tahun tertawa 300 kali setiap harinya, dan orang dewasa rata-rata 17 kali”. (Stoltz, 2005, hlm. 58). Anak-anak lebih mudah damai jika berkelahi, sebaliknya orang dewasa lebih sulit. Untuk itu, orang dewasa butuh banyak pengetahuan agar bisa lebih sabar dalam hidup.  

“Dan bagaimana kamu dapat SABAR atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai PENGETAHUAN yang cukup tentang hal itu?" (Al Kahfi, 18:68). Kompetensi sabar memiliki hubungan dengan pengetahuan. Dalam teori multiple intelegent, kompetensi sabar termasuk pada kecerdasan interpersonal. “Semakin banyak perbendaharaan pengetahuan seseorang, semakin baik kualitas kesabarannya”. (Plato, 2019).

Sikap tidak sabar dibentuk oleh persepsi negatif. Anak-anak di rumah bisa sabar, berhenti menangis, jika orang tuanya menjanjikan reward yang jadi harapan anak. Reward telah mengubah persepsi anak menjadi positif dan punya harapan.

KOMPETENSI SABAR BISA DILATIH DENGAN LATIHAN BERPIKIR POSITIF DARI KEJADIAN NEGATIF
Pendidikan adalah melatih anak-anak berpikir positif agar menjadi pribadi  sabar. Dalam pembelajaran anak-anak harus dilatih membangun perspesi positif dari kejadian-kejadian negatif. Latihan ini harus berulang-ulang oleh seluruh guru mata pelajaran di sekolah.

Melakukan latihan persepsi positif terhadap hal-hal negatif, akan melatih otak menjadi kreatif dan inovatif.  Selain itu, melatih otak anak-anak berpikir dengan higher order thingking.

Respon anak-anak terhadap hal negatif, dibentuk lewat pengaruh-pengaruh orang tua, guru, teman sebaya, dan orang-orang yang memiliki peran penting selama masa kanak-kanak. (Stlotz, 2005, hlm. 47). Di lingkugan pendidikan, guru adalah ujung tombak pendidikan, melatih anak-anak agar memiliki kemampuan berpikir positif dan optimis. Hal penting lainya guru harus menanamkan keyakinan kepada anak-anak bahwa dengan berpikir positif, selalu optimis, akan berdampak pada kehidupan yang lebih baik pada kesehatan, kejahteraan, hubungan sosial, dan sabar sampai akhir khayat.

“Terdapat hubungan yang kuat antara kinerja dan cara pegawai-pegawai merespon kesulitan. Orang yang merespon kesulitan secara optimis diramalkan lebih bersikap agresif, dan lebih berani mengambil resiko. Anak-anak dengan respon-respon pesimis terhadap kesulitan tidak akan banyak belajar dan berprestasi, dibandingkan dengan anak-anak yang optimis”. (Stoltz, 2005, hlm. 93-95).

Semakin sering melatih anak-anak berpikir positif terhadap hal-hal negatif, pikiran itu akan menjadi bagian otak sadar dan semakin kuat menjadi kebiasaan bagian tak sadar otak. Seiring dengan perubahan itu, hal terpenting akan terbentuk pribadi anak-anak yang lebih sabar menghadapi kesulitan belajar dan tetap optimis.

Demikianlah cara mengajarkan anak-anak agar memiliki kompetensi sabar. Kelak mereka akan jadi pemimpin-pemimpin tangguh dan selalu optimis dalam menghadapi segala perubahan. Wallahu ‘alam.  

(Penulis Kepala Sekolah SMAN Cipeundeuy KBB)




No comments:

Post a Comment

MENGAPA GURU HARUS TERHORMAT

Oleh: Dr. Toto Suharya, S.Pd., M.Pd. Untuk menghormati guru, di Jepang tidak ada hari guru. Kisah ini dibagikan oleh Pak Susila dari Banten ...