OLEH: TOTO SUHARYA
“Sekolah
tanpa masalah adalah pekuburan”.
(Chatib, 2011, hlm.6). Selanjutnya Beliau mengatakan bahwa sekolah
berkualitas adalah sekolah yang mampu menyelesaikan masalah yang dihadapinya. “Matilah sekolah jika sudah tidak punya
masalah”. Ini pendapat saya, beda redaksi saja dengan pendapat Munif Chatib.
Apapun masalah di sekolah, itu ujian agar sekolah selalu meningkatkan
kualitasnya.
Masalah
pertama yang selalu timbul di sekolah adalah konflik internal antar warga
sekolah. Konflik didasari oleh hubungan antar personal yang tidak harmonis
akibat perbedaan karakter dan gaya komunikasi. Guru dari berbagai latar
belakang pendidikan, memiliki karakter dan gaya komunikasi berbeda. Guru selayaknya
memiliki kecerdasan intrapersonal dan interpersonal. Sekalipun kecerdasan ini
tidak dimiliki oleh setiap orang, mau tidak mau seleksi guru harus memilih orang-orang
yang memiliki dua kecerdasan ini.
Untuk
para guru, kecerdasan intrapersonal dan interpersonal di atas, dituangkan dalam
Permendikbud. No. 16 tahun 2007 tentang Kompetensi Guru, yaitu kompetensi
kepribadian dan sosial. Berbahaya jika guru tidak dipilih dari orang-orang yang
tidak memiliki dua kompetensi ini.
Apa
bahaya jika guru-guru yang tidak memiliki kompetensi kepribadian dan sosial?
Masalah-masalah yang timbul di sekolah bukan masalah meningkatkan kualitas
pendidikan, tetapi masalah pribadi intra dan interpersonal guru. Kata orang
Sunda, jika masalah di sekolah sudah seperti ini, ibarat “cul
dogdog tinggal igel”. Artinya pendidikan menjadi tanpa kendali seperti
orang menari tanpa iringan gendang, atau bagai layang-layang putus dari tangan
tak tentu arah. Sekolah sibuk menyelesaikan masalah kepribadian dan hubungan
sosial antar guru, sedangkan siswa yang harus dikembangkan kecerdasannya terbengkalai.
MANUSIA DEWASA HANYA 17 KALI TERTAWA DALAM SEHARI, ANAK ANAK USIA 6 TAHUN 300 KALI SETIAP HARI. (STOLTZ, 2000, hlm. 58) |
Betul,
tidak semua guru memiliki kecerdasan intra dan interpersonal, tetapi peraturan
telah menunut semua guru harus memiliki kompetensi kepribadian dan sosial.
Kasarnya, jika tidak mau mememuhuhi standar tersebut, lempar handuk putih saja,
jangan jadi guru.
Hemat
penulis perlu ada ukuran standar kompetensi kepribadian dan sosial guru yang
bisa dipahami secara operasional. Standar kepribadian mutlak yang harus
dimiliki oleh guru, pertama; Guru harus mampu menjaga pola pikirnya selalu positif.
Untuk itu perlu banyak diadakan seminar motivasi tentang belajar ilmu berpikir
positif. Konflik terjadi karena ada prilaku yang terbiasa berprasangka negatif
terhadap kejadian. Prasangka negatif ini terus berkembang, menular dan bisa
jadi mengganggu keharmonisan lingkungan sekolah dan ini merugikan lembaga
pendidikan.
Standar
kepribadian kedua adalah seorang guru wajib memiliki tingkat kesabaran tinggi.
Allah bersama orang sabar ini dalilnya dari Al-Qur’an. Separoh agama adalah
kesabaran. Seluruh Nabi memiliki tingkat kesabaran tinggi. Untuk mejadi pribadi
sabar, rumusnya dilarang menyalahkan orang lain. Nabi Muhammad saw tidak marah
dilempari sampai luka, karena Beliau tidak menyalahkan yang melempar tetapi
memahami bahwa mereka yang melempar belum mengerti kebaikan yang diajarkannya.
Rasa
marah muncul karena menilai orang lain salah dan saya benar. Menilai saya benar
adalah perbuatan salah karena kebenaran hanya milik Allah. Kata-kata yang
muncul saat marah sebagian besar hampir semua isinya menyalahkan, dan mengorek
keburukan orang lain, dan lupa bahwa semua manusia tempatnya salah. Menjaga
atau mengendalikan pikiran selalu positif dan tidak menyalahkan, serta mengorek
keburukan orang lain, akan jadi dasar lahirnya pribadi guru yang ramah dan
sabar.
Dalam
kompetensi sosial standar prilaku yang harus dimiliki guru, pertama; taat pada
aturan dan pemimpin yang ditunjuk sebagai pengambil keputusan. Ketaatan pada
aturan akan menghindari konflik antar personal. Jika saja terjadi konflik, yang
bermasalah bukan personal tetapi aturan. Diskusi-diskusi yang dikemukakan harus
bagaimana memperbaiki aturan agar permasalahan bisa diminmalisir. Diskusi akan
terkendali karena tidak saling menyalahkan, dan menyerang personal, tetapi mencari
solusi untuk memperbaiki aturan. Jika mungkin diubah aturannya harus diubah,
jika tidak bisa diubah harus bersabar karena jadi masukkan buat para pengambil
keputusan. Selanjutkan untuk menunggu perubahan, gunakan kompetensi kepribadian
dengan tetap optimis (positif) dan terus bersabar, berharap ada perubahan ke
arah lebih baik.
Standar
prilaku sosial guru yang kedua; membiasakan bicara, menyelesaikan masalah dalam
saluran musyawarah. Dalilnya, “bermusyawarahlah”
(Ali Imran, 3:159). Suka bermusyawarah adalah kompetensi sosial guru yang harus
selalu dikembangkan di sekolah, dan menjadi agenda rutin. Suka bermusyawarah adalah
prilaku sosial yang dicintai Allah, dan menjadi karakter penjaga hubungan
sosial (silaturahmi) harmonis antar personal.
Bermusyarah
dapat dilakukan dalam bebagai kesempatan, pelatihan, workshop, seminar,
briefing, rapat-rapat khusus, dan obrolan santai. Semakin banyak dibuka
berbagai alternatif musyawarah, sekolah akan semakin kondusif, karena semua
warga sekolah dapat saling belajar dari pemikiran setiap satu sama lain.
Hal
penting yang perlu dipahami para pendidik adalah berkomitken tinggi menaati
segala hasil keputusan musyawarah. Hasil musyawarah adalah keputusan yang tidak
bisa dibatalkan kecuali melalui musyawarah berikutnya berdasarkan hasil
evaluasi.
Tak
ada sekolah tanpa masalah kecuali pekuburan. Namun, seyogyanya masalah-masalah yang
timbul di sekolah semaksimal mungkin bukan karena kepribadian buruk hubungan
interpersonal para pendidik, tetapi masalah dalam memperbaiki dan mengembangkan
kecerdasan anak-anak didik. Wallahu ‘alam.
(Penulis
Kepala Sekolah)
Betul pak tp bagaimana timbul masalah yg sama di sekolah tersebut akibat moral seorang guru yg seharusnya menjadi teladan namun akibat iman yang lemah terjadi pelanggaran kode etik yg berimbas lemahnya wi bawa penegakan hukum di sekolah tersebut?
ReplyDeletekita harus menjadi guru yang terbaik untuk anak anak. terimaksih bu yuki atas kunjungannya
Delete