Thursday, December 9, 2021

SEKOLAH TANPA HUKUMAN

 Oleh: TOTO SUHARYA

Ketika sekolah tanpa hukuman bagaimana dengan pelangaran-pelanggaran yang dilakukan peserta didik? Apakah mau kita biarkan atau diserahkan kembali kepada orang tua? Menarik kita diskusikan bagaimana paradigma pengelolaan pendidikan di abad 21 ini yang paradigmanya sudah mengalami perubahan. Sebelum kita bahas tentang sekolah tanpa hukuman, kita lihat dulu mengapa paradigma Sekolah Ramah Anak muncul baru-baru ini? Jika kekerasan anak telah terjadi di sekolah, mengapa konsep sekolah ramah anak muncul abad ini? Apakah dulu tidak terjadi kekerasan terhadap anak?

Sekolah Ramah Anak (SRA) muncul akibat dari kebenciaan masyarakat dunia terhadap kekerasan. Bukan berarti masyarakat dulu tidak benci kekerasan, namun di abad teknologi ini informasi-informasi kekerasan bermunculan seolah-olah menteror rasa damai masyarakat. Melalui media informasi kekerasan begitu cepat menyebar dan memengaruhi pola pikir dan emosi masyarakat. Bisa dibayangkan, jika kekerasan tersebar di media sosial menjadi kolektif memori masyarakat, dunia ini akan dipenuhi dengan emosi negatif dan akan memicu terjadinya kekerasan demi kekerasan.

Fenomena Arab Spring adalah bukti kejadian bahwa kekerasan dapat menyebar menyulut emosi masyarakat lintas negara, hingga menimbulkan krisis politik di negara-negara Timur Tengah.  Untuk itulah, warga masyarakat dunia menganggap pentingnya mengampanyekan prilaku-prilaku ramah dan anti kekerasan, untuk menjaga ketertiban dan perdamaian dunia. Lembaga yang paling efektif untuk mengampanyekan dan mensosialisasikan budaya ramah adalah di sekolah.

Salah satu wujud dari sekolah ramah anak adalah menampilkan model layanan pendidikan tanpa hukuman. Sebenarnya bukan tanpa hukuman, tetapi pendekatan dan gaya pemberian hukuman yang caranya harus diubah. Jika dulu sekolah memberlakukan hukuman seperti hakim menimpakan vonis pada terpidana, sekarang cara itu tidak akan efektif membuat peserta didik jera. Untuk itu dalam konsep sekolah ramah anak hukuman dilakukan dalam bentuk pembimbingan dengan cara memberikan teguran, nasihat, diskusi, memahami penyebab kasus, memberikan arahan tindakan, dan mengkolaborasikan solusi dengan melibatkan orang tua, terapis, psikolog dan lembaga terkait. Penekannya kita kembali kepada filosofi pendidikan Ki Hadjar Dewantara, yaitu memberi teladan, memotivasi, dan membimbingnya secara inten dan berkelanjutan.

Hukuman mengalami perubahan bentuk berupa tindakan-tindakan yang dapat membawa inspirasi dan edukasi kepada peserta didik sampai mereka bertemua dengan titik kesadaran. Paradigma ini membawa konsekuensi pada sikap para tenaga pendidik untuk menjadi seseorang yang memiliki kemampuan mengendalikan emosi tidak cepat bosan, pantang menyerah, kreatif, dan berwawasan luas tentang berbagai pendekatan dalam pembelajaran. Jika dulu pendidik harus memiliki kesabaran, paradgima sekarang pendidik harus memiliki kemampuan sabar antara dua sampai tiga kali lipat, bahkan tanpa batas.

Sekolah tanpa hukuman bukan membiarkan penyimpangan terjadi tetapi menjadikan penyimpangan sebagai anugerah ilmu pendidikan yang harus digali bagi para pendidik. Setiap penyimpangan dan kegagalan yang terjadi pada peserta didik bukan kehendak peserta didik, tetapi karena pengaruh lingkungan yang membentuk pola pikir, pola rasa, dan pola laku peserta didik. Seluruh peserta didik terlahir dengan multi telenta. Pada pendidik hanya membantu mereka untuk menemukan talenta-talenta yang mana yang dapat membawa hidup mereka sejahtera di dunia.

Pendidikan tidak akan pernah menunjukkan hasil karena hakikatnya pendidikan adalah proses tiada akhir. Untuk itu kualitas pendidikan bukan dihasil angka, sertifikat penghargaan dan juara dari lomba-lomba. Pendidikan berkualitas bukan terletak pada out put atau out come, tapi dikualitas layanan yang diberikan para peserta didik. Pendidikan yang beroreintasi pada pencapaian hasil hanya akan menghasilkan banyak anak gagal, dan pendidikan yang berorientasi pada kualitas layanan itulah pendidikan yang akan banyak menghasilkan anak-anak sukses. Oleh karena itu, sekolah tanpa hukuman adalah sekolah abad 21 yang berorientasi pada peningkatan proses layanan yang hanya dibatasi oleh waktu dengan akhir semua sukses. Wallahu’alam.

No comments:

Post a Comment

BERPIKIR CEPAT

Oleh: Dr. Toto Suharya, S.Pd., M.Pd. Berat otak manusia sekitar 1,3 kg atau 2% dari berat badan. Otak tidak pernah berhenti bekerja sekalipu...