Sunday, September 17, 2023

CARA SEDERHANA BERPIKIR

Oleh: Dr. Toto Suharya, S.Pd., M.Pd.

Berpikir ilmiah dan religius polanya sama, yaitu sebab akibat. Saya tegaskan kembali di sini, jika mau belajar berpikir, pola dasar berpikir setiap orang adalah sebab akibat. Setiap yang dikatakan orang pasti ada sebabnya, dan yang diucapkan adalah akibatnya. 

Ketika ada seseorang mengungkapkan kata-katanya melalui sebuah syair. Kata-kata syair itu pasti diungkapkan melalui pengelaman-pengalaman yang telah dialaminya. Pengalaman-pengalaman yang di alami sebenarnya tersimpan di otak. Orang-orang yang suka berpikir, mereka akan menghubung-hubungkan pengalaman dengan pengalaman lain yang tersimpan di otak dengan pola sebab akibat. Pola hubungan sebab akibat antar pengalaman yang ada di otak akan melahirkan pengalaman-pengalaman baru dan tersimpan di otak. 

Pengalaman-pengalaman baru yang tersimpan di otak sebagai hasil berpikir, tidak diketahui orang lain karena bersifat abstrak. Pengalaman abstrak yang tersimpan di otak sebagai hasil berpikir bisa jadi tidak pernah dialami orang lain. Sebagaimana para ahli pikir, mereka bisa mengemukakan pemikiran-pemikiran yang sebelumnya tidak pernah dialami orang lain. 

Semakin abstrak hasil pemikiran, semakin sulit dibuktikan melalui pengamatan. Maka pemikiran seperti ini telah memasuki ranah imajinasi. Pada ranah imajinasi, para pemikir masih tetap menggunakan logika sebab akibat. Imajinasi yang satu dihubungkan dengan imajinasi yang lain dengan pola sebab akibat menghasilkan imajinasi baru, demikian seterusnya. 

Hukumnya adalah setiap pemikiran atau imajinasi seseorang, pasti didahului oleh pemikiran atau imajinasi terdahulu yang telah dimilikinya. Orang-orang yang aktif berpikir menggunakan imajinasinya, seperti hidup di dunia fantasi sampai pada dunia transenden. 

Hasil pemikiran atau imajinasi seseorang wujudnya adalah pengetahuan dan awalnya adalah pengetahuan. Ada dua sumber pengetahuan yang sering dijadikan bahan dasar pemikiran atau imajinasi seseorang yaitu pengetahuan alam dan wahyu. Pengetahuan alam di dapat dari penglihatan dan pengalaman. Pengetahuan wahyu di dapat dari para nabi yang diutus Tuhan. Pengetahuan dari wahyu Tuhan didapat dari kitab suci yang diwariskan dari para nabi seperti Taurat, Injil, Zabur, dan Al Quran.

Kitab-kitab yang diakui sebagai wahyu Tuhan terdahulu seperti Taurat, Injil, Zabur, sejak diturunkan kepada para Nabi yang diutus-Nya telah mengalami pewarisan ribuan tahun. Jarak yang panjang inilah yang membuat manusia kesulitan mengidentifikasi keaslian dari kitab suci itu apakah benar masih bersumber langsung dari Tuhan?

Kitab suci Al Quran merupakan kitab suci yang memiliki rentang waktu terdekat dengan manusia sekarang sejak diturunkan kepada Nabi Muhammad 1400-an tahun yang lalu. Menguji kebenaran isi kitab suci dengan ilmu sejarah melalui bukti-bukti sejarah tidak bisa menjamin bahwa kitab suci itu benar datang dari Tuhan.

Hal yang paling bisa dipertanggungjawabkan untuk menguji kebenaran kitab suci adalah dengan menguji kebenaran isi dari kitab suci tersebut melalui pembuktian nyata alam dan rasional. Pembuktian nyata bisa didapatkan melalui pendekatan berbagai kebenaran dalam ilmu alam dan sosial. Al Quran sering memerintahkan kepada manusia untuk berpikir agar bisa menemukan kebenaran-kebenaran nyata melalui pengamatan atau pengalaman. Di sinilah perannya riset-riset dilakukan untuk menguji kebenaran-kebenaran kitab suci. 

Berdasarkan kesimpulan para peneliti ilmiah, isi Al Quran sebanyak 80% isinya bisa dibuktikan kebenarannya, dan sekitar 20% masih belum bisa dijangkau oleh kebenaran ilmiah. Hal ini dapat dimaklumi, karena pengetahuan tentang alam saja yang bisa dilihat dengan mata, sampai sekarang masih banyak misteri yang belum terpecahkan. 

Sebenarnya, ketidakmampuan manusia dalam mengetahui tentang alam dan isi kitab suci, menjadi pertanda bahwa ada kekuasaan yang maha besar dalam penciptaan alam semestanya ini. Kekuasaan dan pengetahuan yang maha besar inilah seharusnya menjadi dasar manusia untuk mengakui keberadaan Tuhan Pencipta Alam yaitu Tuhan Yang Maha Esa. 

Namun demikian, keterbatasan pengetahuan manusia, ada sebagian manusia sulit menerima kehadiran Tuhan dalam proses penciptaan kehidupan alam semesta. Kesulitan manusia menerima kehadiran Tuhan dalam proses penciptaan karena pengetahuan dan penemuan kebenaran ilmiah yang cenderung materialistik. Kebenaran ilmiah yang materialis mengungkung kemampuan berpikir manusia menjadi sempit pikir dengan satu sudut pandang.***

No comments:

Post a Comment

KURANGI LOMBA-LOMBA DI DUNIA PENDIDIKAN

Oleh: Dr. Toto Suharya, S.Pd., M.Pd. Menyimak perubahan paradigma pendidikan abad 21, arahnya sudah bergeser. Lomba-lomba yang diadakan di l...