Friday, February 19, 2021

LITERASI INVESTASI ASET DIGITAL

OLEH: TOTO SUHARYA
(Kepala Sekolah, Wasekjen DPP AKSI)

Salah satu literasi yang diharuskan dipahami oleh para peserta didik saat ini adalah literasi finansial. Literasi finasial sangat penting untuk dipahami berkaitan dengan pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam sebuah pidatonya mengatakan bahwa “perbedaan orang Indonesia dengan orang Amerika terletak pada kerja keras. Orang Indonesia bekerja lebih keras dari orang Amerika, namun asetnya malas. Sebaliknya orang Amerika mereka pekerja keras biasa tapi asetnya ikut bekerja keras”.  Pernyataan Ibu Menteri saya modifikasi sedikit biar bisa lebih jelas perbedaan prilaku antara orang Indonesia dengan orang Amerika.

Saya coba jelaskan apa yang dimaksud dengan pernyataan Ibu Menteri Sri Mulyani. Pertama, pernyataan itu menggambarkan bahwa rata-rata orang Indonesia kurang pandai mengelola keuangan. Gaji yang didapat dari hasil bekerja sebulan hampir habis untuk kegiatan konsumsi, sementara untuk kegiatan investasi atau menabung hampir tidak ada. Puluhan tahun bekerja, banyak kasus di orang Indonesia, setelah pensiun kualitas hidupnya turun drastis karena tidak punya dana tabungan atau investasi.

Kedua, aset orang Indonesia tidak bekerja keras karena orang Indonesia terkenal konsumtif. Para pegawai negeri atau swasta, rata-rata kredit dari bank untuk membeli kendaraan, bangun rumah tinggal, atau beli barang-barang mewah. Konsumerisme terjadi karena gaya hidup orang Indonesia cenderung mengutamakan penampilan bukan penghasilan. Secara tidak langsung kata Lo Kheng Hong, “orang Indonesia lebih mementingkan terlihat kaya dari pada menjadi kaya”.

Ketiga, orang Indonesia dari tujuan hidupnya lebih suka bekerja dari pada menciptakan lapangan pekerjaan. Hal ini dapat dibuktikan di sekolah ketika ditanya tujuan selanjutnya setelah lulus SMA/SMK masih sangat minim yang punya cita-cita menjadi pengusaha. Tujuan anak-anak yang paling banyak setelah lulus SMA/SMK adalah bekerja dan menjadi Tentara atau Polisi.  Orientasinya menjadi pekerja bukan pengusaha. Secara statistik dari jumlah populasi penduduk Indonesia kurang lebh 170 juta baru 3% yang bergerak di bidang wirausaha.

Keempat, dari sudut pandang karakter, orang Indonesia sangat takut gagal. Atas dasar itu, orang Indonesia kurang berani berspekulasi dalam hal bisnis atau investasi. Untuk itu, karakternya lebih senang pada pekerjaan-pekerjaan beresiko rendah untuk menghindari kegagalan. Maka pilihannya adalah cenderung menjadi pekerja. Itulah beberapa gambaran mengapa aset orang Indonesia tidak bekerja keras dan hidupnya cenderung biasa-biasa saja.

Untuk mendorong orang Indonesia mau menabung atau berinvestasi perlu pelajaran literasi finansial dan pengenalan ekonomi digital yang sedang berkembang di abad ini. Sekolah-sekolah harus mengajarkannya sejak dini, terutama di tingkat sekolah menengah. Investasi atau nabung saham dan aset digital perlu diperkenalkan. Investasi saham atau aset digital sangat cocok dengan struktur sosial masyarakat Indonesia yang kebanyakannya menjadi pekerja.

Investasi atau nabung saham dan aset digital bisa menjadi solusi bagi para pekerja agar bisa mengelola asetnya ikut bekerja. Rendahnya literasi finasial membuat orang Indonesia yang banyak tertipu dengan investasi bodong dan penipuan. Investasi bodong dan penipuan ikut menunjang terhadap kondisi masyarakat Indonesia tidak tertarik untuk berinvestasi. Literasi finansial rendah menjadi sebab orang Indonesia menggeneralisir semua bentuk investasi rawan penipuan, termasuk dalam investasi saham dan aset digital. Sementara masyarakat maju seperti Amerika dan sekarang China yang ekonominya sedang menggurita, di atas 13% dari populasi penduduknya sudah memilih investasi saham dan aset digital sebagai sararana agar asetnya ikut bekerja keras. Rendahnya litarasi finansial, prasangka buruk terhadap berbagai bentuk investasi, penipuan, dan pandangan-pandangan agama yang tidak literat ikut mendorong orang Indonesia tetap menjadi pekerja keras dan asetnya malas.

Perlu gerakan dan revolusi mental di sekolah agar orang Indonesia terbuka wawasannya terhadap bursa saham dan berkembangnya sistem ekonomi dan uang digital. Investasi, nabung saham atau uang digital sangat cocok dengan budaya menjadi pekerja yang dimiliki orang Indonesia. Nabung saham atau uang digital tidak menghalangi orang Indonesia untuk  tetap menjadi pekerja keras. Nabung saham dan uang digital bisa menjadi solusi bagi orang Indonesia yang terkenal pekerja keras seiring dengan waktu hidupnya bisa lebih sejahtera di masa tuanya. Untuk memahami bagaimana nabung saham dan uang digital bukan hal sulit saat ini, kuncinya hanya di literasi karena sumber pengetahuannya sudah melimpah ruah. Wallahu’alam.

No comments:

Post a Comment

BERPIKIR CEPAT

Oleh: Dr. Toto Suharya, S.Pd., M.Pd. Berat otak manusia sekitar 1,3 kg atau 2% dari berat badan. Otak tidak pernah berhenti bekerja sekalipu...