OLEH: TOTO SUHARYA
(Kepala Sekolah / Sekjen DPP AKSI)
Syukur alhamdulillah saya
ucapkan. Setelah mengikuti sosialisasi program sekolah penggerak dapat
informasi bahwa untuk kurikulum program sekolah penggerak penjurusan IPS, IPA,
Bahasa, akan dibubarkan. Anak-anak SMA kelak hanya diberi beban pelajaran wajib
dan pilihan. Pada pelajaran pilihan anak boleh memilih tanpa melihat rumpun
mata pelajaran tetapi berdasarkan minat dan bakat. Anak-anak bisa memilih mata pelajaran
dari rumpun IPS, IPA, Bahasa atau semua rumpun diambilnya tanpa embel-embel lagi
jurusan. Gagasan konsep kurikulum ini merupakan dukungan agar anak-anak merdeka
belajar.
Sudah sejak dulu, penjurusan di
SMA sudah selayaknya dihapus karena ada fenomena kurang baik yang tidak pantas
ada di dunia pendidikan. Fenomena pertama, pemilihan jurusan tidak lagi
mencerminkan bakat dan minat anak-anak tetapi berangkat dari gengsi karena ada
diskriminasi jurusan di SMA. Ada jurusan superior dan ada jurusan inferior. Bagi
anak-anak yang bermental lemah, ketika masuk jurusan inferior akan semakin
menyudutkan dirinya menjadi golongan lemah. Akibatnya terjadi anomali, di lingkungan pendidikan terjadi pelecehan
terhadap ilmu dan saling merendahkan.
Fenomena kedua, banyak anak-anak
ketika di SMA memilih jurusan superior, tetapi ketika melanjutkan kuliah mereka
justru kuliah yang jurusannya linier dengan jurusan yang dianggap inferior di
SMA. Kondisi ini menyebabkan penjurusan di SMA tidak lagi efektif menyalurkan
bakat dan minat anak tetapi hanya sebatas formalitas demi gangsi, kedudukan,
dan kadang paksaan orang tua.
Fenomena ketiga, sebagaimana dijelaskan oleh para pengambil kebijakan dalam perubahan kurikulum, penjurusan di SMA tidak memiliki ruh merdeka belajar. Sudah saatnya anak-anak tidak dipaksa belajar apa yang disajikan orang dewasa, tetapi mereka harus dibiarkan memilih tanpa batasan jurusan untuk mengambil mata pelajaran sesuai dengan minat dan bakatnya anak-anak.
Fenomena keempat, abad ke-21
paradigma berpikirnya berbeda dengan abad ke-20. Para filsuf sering membedakan
antara abad ke-21 dengan abad ke-20 dengan label zaman Fisika Newton (abad
ke-20) dan abad Fisika Kuantum (abad ke-21). Perbedaan ini terletak pada cara
pandang terhadap sebuah benda. Abad Fisika Newton memandang benda sebagai
partikel-partikel yang terpisah agar dapat dipahami hakikatnya. Abad Fisika
Kuantum memandang benda sebagai bagian bagian yang tidak terpisahkan, saling
berhubungan sebagai sebuah sistem. Atas dasar paradigma inilah penjurusan yang
mengotak-kotakan ilmu tidak lagi sesuai dengan jiwa zaman.
Jiwa zaman abad ini tidak ada
lagi pandangan-pandangan sempit dari satu sudut pandang, tapi memandang sesuatu
harus dari berbagai sudut pandang lintas jurusan. Inilah alasan mengapa pemilihan
mata pelajaran di SMA sekarang akan dibebaskan dari sekat-sekat penjurusan. Demikian
juga di perguruan tinggi, mahasiswa diberi kebebasan tiga semester untuk
mengambil kuliah lintas jurusan. Tujuannya adalah memperkaya wawasan para
mahasiswa agar dapat melihat sesuatu dari beberapa sudut pandang hingga akan
lahir gagasan-gagasan kreatif dan inovatif dalam menyelesaikan masalah
kehidupan.
No comments:
Post a Comment