Saturday, April 17, 2021

MERDEKA PENJURUSAN BUBAR

OLEH: TOTO SUHARYA
(Kepala Sekolah / Sekjen DPP AKSI)

Syukur alhamdulillah saya ucapkan. Setelah mengikuti sosialisasi program sekolah penggerak dapat informasi bahwa untuk kurikulum program sekolah penggerak penjurusan IPS, IPA, Bahasa, akan dibubarkan. Anak-anak SMA kelak hanya diberi beban pelajaran wajib dan pilihan. Pada pelajaran pilihan anak boleh memilih tanpa melihat rumpun mata pelajaran tetapi berdasarkan minat dan bakat. Anak-anak bisa memilih mata pelajaran dari rumpun IPS, IPA, Bahasa atau semua rumpun diambilnya tanpa embel-embel lagi jurusan. Gagasan konsep kurikulum ini merupakan dukungan agar anak-anak merdeka belajar.

Sudah sejak dulu, penjurusan di SMA sudah selayaknya dihapus karena ada fenomena kurang baik yang tidak pantas ada di dunia pendidikan. Fenomena pertama, pemilihan jurusan tidak lagi mencerminkan bakat dan minat anak-anak tetapi berangkat dari gengsi karena ada diskriminasi jurusan di SMA. Ada jurusan superior dan ada jurusan inferior. Bagi anak-anak yang bermental lemah, ketika masuk jurusan inferior akan semakin menyudutkan dirinya menjadi golongan lemah. Akibatnya terjadi anomali,  di lingkungan pendidikan terjadi pelecehan terhadap ilmu dan saling merendahkan.

Fenomena kedua, banyak anak-anak ketika di SMA memilih jurusan superior, tetapi ketika melanjutkan kuliah mereka justru kuliah yang jurusannya linier dengan jurusan yang dianggap inferior di SMA. Kondisi ini menyebabkan penjurusan di SMA tidak lagi efektif menyalurkan bakat dan minat anak tetapi hanya sebatas formalitas demi gangsi, kedudukan, dan kadang paksaan orang tua.   

Fenomena ketiga, sebagaimana dijelaskan oleh para pengambil kebijakan dalam perubahan kurikulum, penjurusan di SMA tidak memiliki ruh merdeka belajar. Sudah saatnya anak-anak tidak dipaksa belajar apa yang disajikan orang dewasa, tetapi mereka harus dibiarkan memilih tanpa batasan jurusan untuk mengambil mata pelajaran sesuai dengan minat dan bakatnya anak-anak.

Fenomena keempat, abad ke-21 paradigma berpikirnya berbeda dengan abad ke-20. Para filsuf sering membedakan antara abad ke-21 dengan abad ke-20 dengan label zaman Fisika Newton (abad ke-20) dan abad Fisika Kuantum (abad ke-21). Perbedaan ini terletak pada cara pandang terhadap sebuah benda. Abad Fisika Newton memandang benda sebagai partikel-partikel yang terpisah agar dapat dipahami hakikatnya. Abad Fisika Kuantum memandang benda sebagai bagian bagian yang tidak terpisahkan, saling berhubungan sebagai sebuah sistem. Atas dasar paradigma inilah penjurusan yang mengotak-kotakan ilmu tidak lagi sesuai dengan jiwa zaman.

Jiwa zaman abad ini tidak ada lagi pandangan-pandangan sempit dari satu sudut pandang, tapi memandang sesuatu harus dari berbagai sudut pandang lintas jurusan. Inilah alasan mengapa pemilihan mata pelajaran di SMA sekarang akan dibebaskan dari sekat-sekat penjurusan. Demikian juga di perguruan tinggi, mahasiswa diberi kebebasan tiga semester untuk mengambil kuliah lintas jurusan. Tujuannya adalah memperkaya wawasan para mahasiswa agar dapat melihat sesuatu dari beberapa sudut pandang hingga akan lahir gagasan-gagasan kreatif dan inovatif dalam menyelesaikan masalah kehidupan.

Penulis bersyukur di bulan Ramadhan ini karena derita jurusan inferior telah diakhiri dengan dibubarkannya penjurusan di SMA. Selanjutnya penulis berharap akan muncul kembali penghargaan kepada semua ilmu. Ilmuwan-ilmuwan yang dilahirkan kelak akan berjiwa kolaboratif, kooperatif, kreatif, dan selalu mengedepankan perdamaian. Dengan pembebasan jurusan di SMA, saling jajah, saling leceh, saing cemooh, antar jurusan ilmu akan hilang. Karakter yang muncul adalah kerja kolaboratif dan Kerjasama. Inilah misi pendidikan yang akan mewujudkan pola-pola pikir manusia Pancasila yang sesuai dengan paradigma berpikir abad ke-21. Wallahu’alam. 

No comments:

Post a Comment

BERPIKIR CEPAT

Oleh: Dr. Toto Suharya, S.Pd., M.Pd. Berat otak manusia sekitar 1,3 kg atau 2% dari berat badan. Otak tidak pernah berhenti bekerja sekalipu...