Oleh: Dr. Toto Suharya, M.Pd.
Di negara-negara berperadaban, kedudukan guru sangat dihormati. Jepang, China, Korea, Swedia, Finlandia, saat ini dikenal sebagai negara dengan kualitas pendidikan karakter terbaik di dunia. Mereka sangat menghormati kedudukan guru, dan guru mendapat status terhormat di masyarakat.
Hipotesis ini kemungkinan besar benar. Di negara-negara dengan kualitas pendidikan terbaik, dipastikan berhubungan positif dengan budaya murid-murid dan masyarakat menghormati dan menghargai guru. Berbanding terbalik dengan negara-negara dengan kualitas pendidikan buruk, masyarakatnya sangat tidak menghargai guru bahkan menyepelekannya.
Di negara-negara beradab para guru dipilih dari kaulitas manusia terbaik dan diberi penghargaan sangat baik. Di negara-negara jahiliyah, siapa saja bisa jadi guru dengan penghargaan hak hidup tidak layak bahkan dibawah hak hidup binatang piaraan.
Negara-negara dengan karakter buruk dan ilmu pengetahuan tertinggal, sangat identik dengan nasib guru-guru yang teraniaya dan dianggap beban negara. Perguruan tinggi-perguruan tinggi dan pemikir-pemikir di negara jahiliyah, ilmu-ilmu keguruan tidak diperdalam lagi.
Sebenarnya, pekerjaan paling terhormat adalah guru. Menghormati profesi guru seperti menghormati para nabi, karena guru jika ditarik ke belakang dia pewaris para nabi yang menjaga pesan-pesan moralitas kemanusiaan turun-temurun dari para nabi.
Demi Al Qur'an yang penuh hikmah, sesungguhnya kamu salah seorang dari rasul-rasul, di atas jalan yang lurus, yang diturunkan oleh Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang. agar kamu memberi peringatan kepada kaum yang bapak-bapak mereka belum pernah diberi peringatan, karena itu mereka lalai. (Yasin, 36:2-6).
Filosofi ilmu keguruan berlandaskan pada tugas para nabi dan rasul, yaitu sebagai pemberi peringatan. Hingga sekarang turun-temurun tugas para nabi dilanjutkan oleh para guru. Di sekolah, kampus, guru-guru mengajarkan moralitas bagaimana manusia harus hidup berdampingan dengan manusia lain.
Tingginya peradaban manusia bukan dari keberhasilan menciptakan teknologi-teknologi terbaru, tapi dilihat dari karakter baik dalam penggunaan teknologi. Jika, manusia bisa menciptakan teknologi perang termutakhir, tapi digunakan untuk genosida suatu bangsa, mereka bukan manusia-manusia terbaik.
Tugas guru yang abadi bukan mengajarkan bagaimana teknologi terbaru dapat diciptakan, tetapi bagaimana mengajarkan dan membimbing manusia agar tetap punya rasa kemanusiaan. Inilah pesan turun temurun dari para nabi hingga sekarang.
Bangsa gagal dapat dilihat dari dua kriteria guru. Pertama, guru yang hanya mengajarkan bagaimana manusia mencapai tujuan hidup tanpa mengajarkan moralitas kemanusiaan. Di negara ini, guru dihormati, ilmu pengetahuan berkembang pesat, tetapi tujuan pendidikan menyimpang karena sikap saling menghargai, saling menolong, saling membantu sesama manusia tidak lagi jadi tujuan pendidikan hakiki.
Kedua, negara gagal ditandai dengan kedudukan guru direndahkan, dilecehkan, tidak dihormati, dan tidak jadi prioritas dalam pembangunan sumber daya manusia. Dunia pendidikan jadi kerangjang sampah tempat manusia-manusia rendahan berkumpul. Masyarakat menuntut kualitas pendidikan tinggi, tapi mereka sendiri tidak mau berkorban.
Jika ingin memperbaiki bangsa dan peradaban saat ini, salah satu yang harus dipulihkan kembali adalah filosofi, fungsi, dan peran guru di dunia pendidikan. Siapa guru perlu dikaji kembali, dan kedudukan guru perlu dikembalikan pada asalnya dengan melihat fungsi dan peran para utusan Tuhan di muka bumi.
Benang merah fungsi dan peran guru tidak lain adalah melanjutkan misi para utusan agar manusia tetap beriman pada Tuhan, punya rasa takut pada Tuhan, dan menjalankan perintah Tuhan. Apapun teknologinya hidup ini hanya perhiasan dan permainan.
Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memahaminya? (Al An'aam, 6:32).
Para nabi diturunkan ke bumi bukan untuk menciptakan teknologi, tapi untuk memberi kabar gembira pada mereka yang berbuat baik pada sesama, menghargai nyawa manusia tanpa melihat ras, suku, budaya, dan agama. Para nabi mengajarkan hidup berdampingan, menjaga perdamaian, dan saling mensejahterakan.
Para nabi mengajari bahwa manusia-manusia berkualitas tinggi mereka yang mengakui eksitensi Tuhan sebagai pemilik kekuasaan tertinggi. Manusia-manusia yang mengakui eksitensi Tuhan, tak peduli seberapa tinggi teknologi dikuasai, dia masih memiliki rasa takut yaitu takut kepada Tuhan jika berbuat kerusakan di muka bumi.
Percaya pada Tuhan bukan dibuktikan dengan semata-mata berhenti pada ibadah ritual, tapi dilanjutkan dengan berbaik pada sesama sebagaimana Tuhan berbuat baik pada manusia. Inilah ajaran moral para guru utusan dari abad ke abad.
Katakanlah: "Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan Yang Esa". Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shaleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya". (Al Kahfi, 18:110).
Hancurnya peradaban bukan karena manusia tertinggal dari kemajuan teknologi. Kehancuran peradaban diawali dengan hilangnya rasa kemanusiaan dengan membiarkan orang-orang mati kelaparan, nyawa mausia tidak berharga tidak lebih berharga dari binatang peliharaan. Genosida di Palestina adalah tanda-tanda kehancuran peradaban manusia dimulai, dan Allah akan menggantikan dengan peradaban baru.
"Apakah mereka tidak memperhatikan berapa banyaknya generasi-generasi yang telah Kami binasakan sebelum mereka, padahal (generasi itu), telah Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, yaitu keteguhan yang belum pernah Kami berikan kepadamu, dan Kami curahkan hujan yang lebat atas mereka dan Kami jadikan sungai-sungai mengalir di bawah mereka, kemudian Kami binasakan mereka karena dosa mereka sendiri, dan kami ciptakan sesudah mereka generasi yang lain." (Al An'aam, 6:6).
Upaya yang bisa kita lakukan adalah memperbaiki pendidikan manusia dengan mengembalikan manusia kepada jati dirinya yaitu manusia beriman kepada Tuhan sebagai pemimpin pembawa manusia pada keselamatan hidup di dunia dan akhirat.***