Friday, August 8, 2025

MENDERITA DAN BAHAGIA AKIBAT PENDIDIKAN

Oleh: Dr. Toto Suharya, S.Pd., M.Pd.

Syeh Abdul Qadir Al Jalinani adalah salah satu imam berpengaruh dikalangan muslim Indonesia. Di dalam kegiatan-kegiatan doa, ustad-ustad selalu menyisipkan nama Syeh Abdul Qadir Al Jailani sebagai ulama yang selalu didoakan setelah bersalawat kepada Nabi Muhammad saw. 

Syeh Abdul Qadir Al Jailani mengatakan, "Ketahuilah derita berubah jadi bahagia dan bahagia berubah jadi derita, hal itu terjadi karena didikan". Pendapat ini beliau tafsirkan dari hadis Rasulullah saw, "setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, dan Majusi". Menurut Beliau, "hadis ini menunjukkan bahwa setiap manusia memiliki potensi menjadi bahagia maupun menderita."


Ebook Sukses dengan Logika Tuhan: https://lynk.id/mastershopi

Jika dicermati, Syeh Abdul Qadir Al Jailani memberi makna pada hadis di atas menggunakan logika sebab akibat. Anak terlahir fitrah merupakan takdir Allah pada setiap orang yang baru lahir. Fitrah merupakan potensi-potensi baik yang telah dianugerahkan Allah kepada manusia, terutama fitrah dalam mengenal siapa Tuhannya. Fitrah ini tidak bisa diganggu gugat karena ketetapan Allah.

Selanjutnya bisa dicermati cara berpikir Syeh Abdul Qadir Al Jailani menafsirkan kembali dengan logika sebab akibat kalimat dalam hadis.

Kedua orang tua adalah SEBAB

Menjadi Yahudi, Nasrani, dan Majusi adalah AKIBAT

Dari logika sebab akibat tersebut, Syeh Abdul Qadir Al Jailani berpendapat bahwa bahagia dan derita yang dialami manusia tergantung pada didikan. Kedua orang tua dijadikan sebab jadi menderita atau bahagia seorang anak dikaitkan dengan fungsi pendidikan yang ada di lingkungan keluarga.

Berfungsinya pendidikan keluarga sangat tergantung pada orang tua. Pesan dari Syeh Abdul Qadir Jailani adalah pendidikan sangat penting dan menentukan untuk kehidupan anak-anak. Di dalam dunia pendidikan ada peran orang tua yang sangat penting dalam rangka mewujudkan pendidikan terbaik untuk anak-anaknya agar mereka bisa hidup bahagia. Sebagaimana Ki Hadjar Dewantara mengatakan tujuan pendidikan adalah mengantarkan anak-anak menuju kehidupan bahagia setinggi-tingginya.

Lembaga pendidikan adalah refresentasi dari kedua orang tua dalam melaksanakan fungsi pendidikan. Jika begitu, sekolah-sekolah, kampus-kampus, sebenarnya dihuni oleh "orang tua" dari anak-anak dalam arti luas sebagai pelaksana fungsi pendidikan. Guru-guru, dosen, yang ada di lembaga pendidikan adalah manusia-manusia sakral karena disejajarkan dengan orang tua dari anak-anak.

Tidak heran ketika di Jepang, Korea Selatan, China, Jerman, dan Finlandia, guru-guru, dosen, menjadi orang-orang terhormat di masyarakat. Tradisi hormat pada guru masih terjaga di lingkungan pendidikan pesantren. Sedangkan di lembaga-lembaga pendidikan formal di Indonesia penghargaan pada guru dan dosen sedikit memudar. 

Dapat dipahami logika berpikir Syeh Abdul Qadir Al Jailani adalah setiap orang berpotensi menjadi bahagia atau menderita, maka sebabnya sangat tergantung pada pendidikan yang didapatnya. Pendapat ini didukung oleh data dari hadis Nabi Muhammad saw. Inilah logika yang dibimbing Tuhan.

Jika sekarang ada orang berpendapat bahwa pendidikan telah membuat masyarakat Indonesia menderita, bisa jadi iya bisa jadi tidak. Perlu kajian dan penelitian, pendidikan-pendidikan seperti apa yang bisa membuat masyarakat Indonesia hidupnya menderita. 

Kemiskinan secara umum diakui sebagai sebab penderitaan. Bisa jadi selama ini, ada pendidikan yang mengakibatkan anak-anak menderita. Menurut hemat saya, pendidikan yang kelak menjadi penyebab anak-anak menderita karena pendidikan tidak mengandung penderitaan.

Kita kembali kepada pendapat Syeh Abdul Al Jailani, "tidak boleh mengatakan orang ini pasti bahagia atau orang ini pasti menderita". Tetapi hendaklah mengatakan, "orang ini bahagia jika amal baiknya mengalahkan amal buruknya dan sebaliknya". 

Jadi jelas, lembaga pendidikan yang akan jadi sebab penderitaan anak-anak adalah lembaga pendidikan yang tidak mengajarkan, melatih, membimbing, memotivasi, anak-anak untuk berbuat amal-amal baik agar mengalahkan amal-amal buruknya. Kondisi ini dapat tercipta bukan karena bangunan sekolah yang megah, tapi karena peran guru-guru, dosen, yang memosisikan dirinya sebagai orang tua dari anak-anak sekalipun bukan anak biologisnya.*** 

MENDERITA DAN BAHAGIA AKIBAT PENDIDIKAN

Oleh: Dr. Toto Suharya, S.Pd., M.Pd. Syeh Abdul Qadir Al Jalinani adalah salah satu imam berpengaruh dikalangan muslim Indonesia. Di dalam k...