Oleh: Dr. Toto Suharya, S.Pd., M.Pd.
Adam dijadikan oleh Allah sebagai makhluk pembelajar sepanjang hayat. Kata pembelajar sepanjang hayat telah dikemukakan para ahli pendidikan. Pada artikel ini, penulis hanya ingin mempertegas kembali dari mana dasar filosofi kalimat belajar sepanjang hayat berasal.
"Tokoh yang mempopulerkan Belajar Sepanjang Hayat atau Life Long Education adalah John Dewey. Dewey mengatakan, "life long education is in unility in all life". Selanjutnya Paul Lengrand mempopulerkannya dengan menulis buku berjudul, "Introduction to Life Long Education". Selanjutnya UNESCO mengampanyekannya ke seluruh dunia (Yusuf, 2012).
Tulisan ini hanya ingin menambahkan wawasan alternatif pembaca bahwa konsep belajar sepanjang hayat, bersumber pada penjelasan dalam Al Quran. Penjelasannya bisa disimak pada saat Allah berkehendak menjadikan khalifah di muka bumi, yaitu Adam. Malaikat berpendapat bahwa makhluk yang akan dijadikan khalifah oleh Allah adalah makhluk yang senantiasa berbuat kerusakan.
Pendidikan adalah upaya menjaga, membimbing, memelihara, menuntun, peserta didik agar menjadi manusia pembelajar sepanjang hayat. |
Lalu Allah menjelaskan bahwa makhluk yang akan dijadikan khalifah di muka bumi ini telah diberi kemampuan oleh Allah sebagai makhluk pembelajar sepanjang hayat. "Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar!" (Albaqarah, 2:31).
Kata "mengajarkan nama-nama seluruhnya" atau "wa'allama adamal asmaa a'kulaha" adalah penerangan Allah pada sifat Adam. Keterangan Allah mengajarkan nama-nama seluruhnya kepada Adam, dapat ditafsir sebagai kehendak Allah yang tidak berkesudahan. Selama anak-anak Adam ada, maka Allah konsisten senantiasa mengajari Adam. Pada faktanya manusia dari tahun ke tahun, abad ke abad terus belajar menemukan pengetahuan dan teknologi untuk menyelesaikan masalah hidupnya.
Atas dasar kemampuannya sebagai makhluk pembelajar, manusia selalu terus berubah dalam hidupnya. Dimanapun, kapanpun, manusia pada hakikatnya belajar. Di keluarga, di masyarakat, di sekolah, dimanapun manusia, dia belajar dari pengalaman hidupnya. Hakikatnya Allah sudah memberi potensi pembelajar sepanjang hayat kepada manusia sejak awal dicijadikannya Adam.
Manusia sebagai makhluk pembelajar dalam hidupnya pasti terus mengalami perubahan. Perubahan dapat dilihat dari penemuan-penemuan teknologi yang digunakan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Jadi bukan karena faktor sosiologi, ekonomi, budaya, atau politik yang membuat manusia belajar sepanjang hayat, tetapi karena manusia sudah memiliki sifat dasar sebagai pembelajar sepanjang hayat.
Dengan memahami sifat dasar manusia sebagai pembelajar sepanjang hayat, maka dunia pendidikan adalah dunia spiritual tinggi. Manusia-manusia pengajar adalah manusia utusan Allah, yang tugasnya menyampaikan kebenaran-kebenaran dari Allah. Tugas pengajaran, disampaikan kepada para Nabi dan Rasul kemudian diteruskan oleh para pengajar menyebar ke seluruh dunia. Untuk itulah para pengajar, ilmuwan, ulama, adalah pewaris Nabi yang bertugas menjaga agar manusia tetap menjadi sosok pembelajar sepanjang hayat.
Dengan demikian, esensi dari pendidikan adalah menjaga sifat dasar manusia sebagai makhluk pembelajar sepanjang hayat tetap terpelihara. Sebab dalam diri manusia ada sifat-sifat berlawanan dengan sifat pembelajar yaitu perusak dan penumpah darah. Sifat-sifat pembelajar sepanjang hayat dapat dilihat dari terpeliharanya budaya membaca di masyarakat. "Bacalah atas nama Tuhanmu Yang menciptakan" (Al Alaq, 96:1). Membaca atas nama Tuhan, jauh lebih bermoral dari pada sekedar membaca dengan nama Tuhan.
Esensi dari pendidikan yang tidak boleh ditinggalkan adalah memelihara kesadaran manusia tetap beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Bangsa Indonesia sangat cerdas dalam membuat ideologi negara. Para pendiri bangsa Indonesia menjadikan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai dasar negara yang pertama. Pancasila adalah dasar filosofi negara yang dilandasi dari pemikiran Al Quran.
Fazlur Rahman (dalam Yusuf, 2012) mengatakan pusat kepribadian manusia adalah takwa. Sesuai dengan informasi dari Al Qur'an, "...Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal." (Al Hujuraat, 49:13).
Jadi esensi pengajaran berpusat pada menjaga ketakwaan manusia agar tetap berpegang teguh pada kepada pengajaran Tuhan menjadi manusia pembelajar sepanjang hayat. Bidang-bidang ilmu yang ditemukan manusia, bukan sekedar untuk menyelesaikan permasalahan hidup, tetapi harus tetap dibarengi dengan menemukan kebesaran-kebesaran Tuhan Yang Maha Mengetahui rahasia langit dan bumi, agar sifat-sifat takwa atau pembelajar sepanjang hayat tetap terpelihara.
Jadi, pendidikan adalah upaya menjaga, membimbing, memelihara, menuntun, peserta didik agar menjadi manusia pembelajar sepanjang hayat, dengan terus membuktikan kebenaran-kebenaran ayat-ayat Tuhan yang bertebaran di alam semesta. Manusia, pembelajar sepanjang hayat adalah sebaik-baiknya manusia dihadapan Allah.***
No comments:
Post a Comment