Sunday, January 29, 2023

MATA PELAJARAN AGAMA PALING SULIT SEDUNIA

Oleh: Dr. Toto Suharya, S.Pd., M.Pd.

Setelah mengamati kegiatan pendidikan selama 23 tahun, penulis melakukan refleksi. Menngungkap semua pengalaman yang telah di alami tentang bagaimana implementasi pelajaran agama di sekolah. Jumlah mata pelajaran di SMA kurang lebih 16 Mata Pelajaran, pendidikan agama mejadi mata pelajaran wajib sebanyak 4 jam per minggu.

Pada umumnya, semua mata pelajaran yang diajarkan di kelas lebih banyak pada ranah kognitif, dengan kemampuan penalaran tingkat rendah. Pembelajaran agama pada akhirnya menjadi pelajaran kognitif rendah. Doktrin ajaran agama berulang dari sekolah dasar hingga pendidikan menengah. Pendidikan agama kadang tidak memperhatikan perkembangan psikologi kognitif peserta didik. Di tingkat pendidikan menengah agama seharusnya diarahkan pada pemahaman konsep, dibarengi dengan pengukuran sikap dan praktek. 

Pendidikan agama di lapangan jika diamati, materi-materi yang diajarkan kecenderungannya lebih pada pengajaran tentang pengetahuan hidup akhirat, yang tidak diberengi dengan penekanan pada praktek di kehidupan sehari-hari. Praktek di level siswa SLTA, kecenderungan pada praktek pendekatan ritual seperti memandikan jenazah, bacaan doa, dan hukum-hukum fiqih yang kaku dalam praktek ritual beribadah. Kadang pula, antara siswa SD, SLTP dan SLTA perbedaannya tipis.

Praktek pengajaran agama seharusnya beriteraksi dengan praktek berakhlakul karimah dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh, praktek shalat adhuha 12 rakaat di level SLTA, tidak berhenti pada praktek ritual shalat. Ada beberapa hal yang bisa dilihat dari praktek shalat dhuha 12 rakaat di SLTA, yaitu perkembangan kognitif siswa setelah melakukan disiplin dhuha 12 rakaat tiap hari.

Perkembangan kognitif siswa pada saat praktek ritual ibadah, dapat dilihat kasat mata dari kedisiplinan siswa dalam melaksanakan ritual shalat. Kedisiplinan adalah dasar pendidikan yang mengajarkan pada siswa tentang menghargai dan mengelola waktu dengan efektif dan efisien. Menilai kedisiplinan dan penghargaan waktu pada kegiatan shalat dhuha di SLTA, bisa jadi alternatif alat evaluasinya. 

Selain, itu alat evaluasi shalat dhuha 12 rakaat di SLTA bisa dengan melakukan pengecekkan terhadap efek psikologis pada diri siswa. Untuk pengecekkan secara psikologis, guru-guru secara kolaboratif bisa membuat kuesioner untuk survey kepada siswa. Pengolahan data bisa menggunakan teknologi informasi, dan laporannya bisa dibuat personal kepada masing-masing siswa tidap bulan atau per triwulan. 

Evaluasi alternatif yang lainnya adalah pengecekkan terhadap kondisi ekonomi ekonomi siswa di keluarga. Kondisi ini bisa dicek melalui pengaruh kondisi ekonomi keluarga siswa selama rentang melaksanakan shalat dhuha 12 rakaat. 

Di akhir semester atau akhir tahun pelajaran, penilaian bisa dilakukan dengan melihat tanggapan dan pendapat siswa melalui kegiatan menulis refleksi pengalaman selama rentang waktu tertentu sampai waktu tertentu yang dilakukan siswa secara mandiri. Hasil refleksi bisa dikategorisasi berapa yang positif dan berapa yang negatif. Selanjutnya, karya tulis hasil dari refleksi siswa dikelompokkan dalam beberapa kategori, seperti psikologi, sosial, ekonomi, dan prestasi siswa. Hasil tulisan refleksi terbaik kemudian dikumpulkan menjadi sebuah buku ontologi karya siswa. Pada akhir tahun, karya siswa akan jadi portofolio dan bisa diekspos kepada orang tua siswa.  

pada prakteknya tentu tidak akan semua siswa melaksanakan shalat dhuha 12 rakaat secara konsisten. Namun demikian kita bisa mengukur bagaimana tingkat keyakinan siswa pada Tuhan bersumber pada data yang di dapat dari peserta didik. Siswa-siswa yang sudah berani melakukan dhuha 12 rakaat adalah siswa-siswa berprestasi tinggi. Mereka bisa memiliki keyakinan dengan kuat pada Tuhan, padahal wujud Tuhan tidak ada karena ghaib. 

Inilah pelajaran paling suslit di dalam pelajaran agama, yaitu melatih siswa untuk meyakini sesuatu yang tidak terlihat tetapi guru harus berusaha meyakinan bahwa Tuhan Yang Ghaib tidak terlihat itu ada. Dia maha kuasa, mengatur segala urusan makhluk di langit dan di bumi. Dia maha pemurah, pengampun, dan pemaaf, dan bisa menyelesaikan segala masalah hidup manusia, dan bisa memenuhi segala keinginan manusia. 

Maka dari itu pelajaran yang paling sulit dari mengajarkan agama yaitu memberi contoh kepada siswa, bahwa guru yang mengajarkannya memang memiliki keyakinan yang teguh tak tergoyahkan pada Tuhan, sehingga tercermin dan ketekunan, kedisiplinan, dalam melaksanakan praktek program shalat 12 rakaat tiap hari.***


No comments:

Post a Comment

BERPIKIR CEPAT

Oleh: Dr. Toto Suharya, S.Pd., M.Pd. Berat otak manusia sekitar 1,3 kg atau 2% dari berat badan. Otak tidak pernah berhenti bekerja sekalipu...