“Setiap orang adalah entrepreneur”, demikian menurut Rhenald Kasali (2018). Penulis sependapat pada dasarnya manusia adalah seorang entrepreneur, karena setiap orang selalu berpikir, mengambil keputusan dan berusaha bertahan hidup. Sekecil apapun kita selalu ingin menyelesaikan masalah, karena itu naluri manusia. Entrepreneur secara etimologi adalah melakukan.
Kemampuan literasi menunjukkan derajat kualitas entrepreneurship seseorang. (Johnson, dkk. 2015, hlm. 10). Berpikir, mengambil keputusan, bertahan hidup, dan menyelesaikan masalah tidak mungkin dilakukan tanpa pengetahuan. Semakin luas pengetahuan semakin tinggi kemampuan entrepreneur seseorang. Maka sudah pasti, seorang entrepreneur adalah seorang pembelajaran.
Praktek pendidikan entrepreneur di dunia pendidikan masih sangat terbatas. Program pendidikan entrepreneur yang digagas tiap tahun oleh Kemdikbud sangat tepat untuk dikembangkan lebih luas dan merata. Dari penjelasan Direktorat PSMA Kemdikbud, peserta lomba kewirausahaan tahun 2018 peserta terbanyak diduduki oleh Yogyakarta (175), Aceh (104), Jawa Timur (92), Jawa Tengah (65), Bali (57), Bengkulu (55), Jawa Barat (41), Banten (40), Sulawesi Selatan (25), dan Kalimantan Barat (19). Jawa Barat dengan jumlah sekolah terbilang sangat banyak masih perlu kerja keras untuk mensosialisasikan program entrepreneur ke setiap sekolah.
ARTIKEL TELAH DITERBITKAN PADA KORAN PIKIRAN RAKYAT RUBRIK FORUM GURU SENIN 20 MEI 2019 |
Secara umum konsep entrepreneur selalu dikaitkan dengan aktivitas ekonomi, dan lebih spesifik kepada aktivitas dagang (jual beli). Namun, jika dikaji secara fiosofis, seluruh aktivitas manusia adalah perdagangan, dalam arti untuk mendapatkan segala sesuatu manusia harus mengeluarkan. Di sekolah, rumah, kantor, jalan, semua didasari aktivitas dagang. Semua benda atau jasa yang kita dapatkan didapat melalui perdagangan. Untuk itulah kompetensi entrepreneur wajib dipahami dan diajarkan kepada setiap peserta didik.
Ditinjau dari sudut pandang agama, hidup adalah perniagaan/perdagangan (tijaroh). Allah berfirman, “Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”. (Al-Baqarah, 2:275). Maka dijadikannya jual beli halal karena aktivitas jual beli (saling memberi) adalah aktivitas terpuji yang tidak merendahkan harkat manusia. Manusia-manusia berkualitas tinggi, adalah manusia yang dapat memberi kehidupan kepada banyak manusia.
Menurut Baladina (2012, hlm.123), Geertz dalam penelitiannya menemukan bahwa kaum santri (kelompok taat beragama) memiliki etos kerja dan etos wirausaha (entrepreneurship) lebih tinggi dibanding kelompok lain. Mengapa jiwa entrepreneur dimiliki kaum taat beragama, hal ini dapat dipahami jika merujuk pada hadis Nabi yang mendorong pengembangan semangat entrepreneurship antar lain, ”Hendaklah kamu berdagang, karena di dalamnya terdapat 90 persen pintu rezeki” (HR Ahmad). ”Sesungguhnya sebaik-baik mata pencaharian adalah seorang pedagang (entrepreneur)” (HR Baihaqy).
Syahrial (dalam Baladina, 2012, hlm.128) menjelaskan dalam kitab musnad Imam Ahmad juz 4 dan “The History of Islam” diceritakan bahwa Muhammad baru berusia dua belas tahun ketika pergi ke Syria berdagang bersama Abu Thalib, pamannya. Ketika pamannya meninggal dunia, beliau tumbuh dan berkembang menjadi seorang entrepreneur yang mandiri, melakukan perdagangan keliling di kota Makkah dengan rajin, penuh dedikasi pada usahanya.
Ciri paling mendasar manusia sebagai makhluk entrepreneur adalah aktivitas berpikir. Hamka (2018, hlm. 81) berpendapat, “agama bukan filsafat! Tetapi dengan merenungi filsafat, orang dapat bertambah iman dalam agama. Dalam hadis riwayat Anas, pernah dipuji-puji seorang sahabat dekat Rasulullah, dipuji ibadahnya, dipuji perangainya, dipuji keimanannya, adabnya, dan kesopanannya. Tetapi Rasulullah tiada memperdulikan pujian tersebut, hanya beliau bertanya, “bagimanakah akalnya? Nabi Muhammad bersabda, “sesungguhnya orang yang bodoh tetapi rajin beribadah telah tertimpa bahaya lataran kebodohannya, lebih besar dari ada bahaya yang menimpa lantaran kejahatan orang yang durjana. Yang mengangkat manusia kepada derajat dekat kepada Tuhan ialah menurut kadar akal mereka jua”.
Dengan semangat mengabdi kepada Tuhan YME, entrepreneur tidak pernah malas bekerja untuk membantu sesama. Para entrepreneur selalu berpikir do the best, well done! Entrepereneur adalah kompetensi abad 21 yang harus dimiliki anak-anak Indoensia untuk menuju Indonesia emas 2045. Wallahu ‘alam.
(Penulis Kepala SMAN 1 Cipeundeuy KBB)
No comments:
Post a Comment