Tuesday, June 4, 2019

KEKHAWATIRAN DAN HARAPAN PPDB


OLEH: TOTO SUHARYA

Berbicang-bincang dengan kepala sekolah senior disela-sela pelantikan Asosiasi Kepala Sekolah Indonesia (AKSI) DPC kota Bandung, saya menangkap kekhawatiran para senior. Kekhawatiran itu, dikemukan bahwa PPDB zonasi dengan prioritas domisili berdasarkan kartu keluarga, telah ditafsir oleh segelintir orang untuk meruntuhkan kejayaan sekolah-sekolah favorit.

Para senior mengkhawatrikan sistem peneriman peserta didik baru berdasarkan pada domisili, sekolah-sekolah favorit yang ada di tengah kota terancam tidak akan dapat siswa, atau kualitasnya menurun karena akan dimasuki siswa dari berbagai macam latar belakang siswa. Kekhawatiran ini menjadi harapan akan ada kebijakan khusus terhadap sekolah-sekolah favorit agar tetap favorit.

Dari sudut pandang lain, bagi sekolah di desa dan swasta, kebijakan PPDB zonasi dengan prioritas domisili, kebijakan ini dapat meningkatkan kredibilitas sekolah desa dan swasta. Melalui PPDB prioritas domisili, akan terjadi penyebaran siswa berprestasi akademik dan non akademik secara merata. Siswa dengan orang tua kaya, dapat masuk sekolah dekat rumahnya dan ikut membantu membiaya pengembangan sarana prasarana sekolah yang dekat dengan tempat tinggalnya. Lambat laun dengan kondisi ini, kualitas pendidikan dapat menyebar secara merata.

Di sisi lain, orang tua siswa yang rumahnya tidak dekat sekolah, gelisah karena tidak mungkin diterima di sekolah yang dia inginkan karena jauh. Dia harus menyiapkan dana besar karena pasti harus mencari swasta berkualitas dengan biaya pendidikan selangit. Bagi orang tua ini, PPDB dengan prioritas domisili dianggap diskriminatif.

ARTIKEL TELAH DIMUAT DI FORUM GURU PIKIRAN RAKYAT KAMIS, 28 FEBRURI 2019
Namun demikian, kebijakan PPDB dengan prioritas nilai akademik, kebijakan itu sama-sama diskriminatif. Dia tidak pernah berpikir bahwa ketika nilai akademik menjadi syarat seleksi dalam PPDB, anak-anak dengan nilai akademik bodoh, harus puas masuk sekolah dengan layanan minim. Kejadian ini berjalan berpuluh-puluh tahun, ribuan anak yang dianggap bodoh, tidak cerdas secara akademik, diabaikan haknya untuk mendapat layanan pendidikan berkualitas. Pendidikan berkualitas hanya untuk orang-orang borjuis yang bisa cerdas karena bisa membiayai les akademik di lembaga private.

Pemerintah sudah sangat cerdas menangkap kondisi sosial masyarakat saat ini. Pendidikan berkualitas adalah milik semua warga negara. Seiring dengan penemuan-penemuan baru dalam dunia pendidikan, anak cerdas tidak lagi di dominasi oleh kecerdasan intelektual. Howard Gardner menemukan delapan kecerdasan yang dimiliki anak-anak. Stanley melakukan riset bahwa para milionare dengan kekayaan triliunan berasal dari anak-anak yang tidak cerdas secara intelektual. Stanley menyimpulkan bahwa antara anak-anak cerdas secara intelektual dan yang tidak, kelak penghasilan  ekonominnya tidak mengalami perbedaan signifikan.

Indonesia sebagai bangsa besar, tidak mungkin hanya mengandalkan sekolah-sekolah favorit untuk mepersiapkan generasi penerusnya. Kini pemerintah harus bekerja keras untuk membuat semua sekolah favorit. Salah satu kebijakannya adalah dengan membuat sistem rekruitmen PPDB yang tidak memprioritaskan salah satu kecerdasan. Kini setiap sekolah dituntut agar mampu meningkatkan kecerdasan semua siswa sesuai dengan kondisi dan kemampuan siswa masing-masing melalui layanan pendidikan.

Di era persaingan bebas, sekolah-sekolah tidak bisa lagi mempertahankan sekolah tetap berkualitas dengan bantuan kebijakan yang menguntungkan sepihak, di sisi lain merugikan. Setiap warga negara harus dijamin bisa mendapat perlakuan sama dihadapan hukum dalam mendapat layanan pendidikan berkualitas.

Tantangan bagi pengelola pendidikan untuk melakukan revolusi pendidikan, mengubah paradigma pendidikan, mengacu pada kualitas proses bukan pada kualitas input peserta didik. Sekolah-sekolah unggul ditandai dengan hadirnya para inovator di dalam lingkungan pendidikan, melayani anak-anak dengan berbagai macam pendekatan untuk mengembangkan berbagai macam kecerdasan yang dimiliki anak-anak.

Setiap kebijakan akan mengalami transisi, dan setiap transisi pasti akan ada masa krisis dan adaftasi. Pada masa krisis inilah harapan dan kekhawatiran akan muncul. Namun, penulis yakin masa transisi seiring waktu akan cepat berakhir dengan kemampuan adaftasi para guru dalam menghadapi segala macam perubahan zaman.

Bangsa besar tidak mungkin bangkit hanya dengan menghadapi masalah biasa, bangsa besar lahir dengan menghadapi masalah-masalah luar biasa. Sistem PPDB zonasi dengan prioritas domisili, adalah tantangan para praktisi pendidikan untuk keluar dari zona nyaman. Wallahu ‘alam.

(Penulis Kepala SMAN 1 Cipeundeuy KBB, dan Pengurus PGRI Kab. Cianjur)     

No comments:

Post a Comment

BERPIKIR CEPAT

Oleh: Dr. Toto Suharya, S.Pd., M.Pd. Berat otak manusia sekitar 1,3 kg atau 2% dari berat badan. Otak tidak pernah berhenti bekerja sekalipu...