Tuesday, June 4, 2019

SELAMAT TINGGAL SKOR UJIAN

OLEH: TOTO SUHARYA

Saat ini masih banyak orang berpandangan, ukuran sekolah bagus masih dilihat dari berapa lulusan dengan skor tinggi dan  melanjutkan ke perguruan tinggi terbaik. Padahal setiap tahun hanya sebagian kecil anak-anak yang diterima di perguruan tinggi terbaik.

Sebagian besar lulusan sekolah menengah kita, tidak diterima di perguruan tinggi terbaik. Hanya beberapa lulusan yang punya kecerdasan intelektual standar, dan memiliki biaya, mereka melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi biasa-biasa.

Sedangkan jumlah terbesar lulusan sekolah menengah kita, mereka terjun langsung ke lapangan menjadi tulang punggung ekonomi negara. Mereka langsung berjuang untuk menjadi manusia-manusia mandiri dengan bekerja, atau berbisnis dengan cara-cara yang sedikit mereka ketahui. Sebagian lagi menjadi penganggur berijazah sekolah menengah, dan paling banyak dari lulusan sekolah kejuruan.

Bagi lulusan yang langsung terjun ke dunia kerja dan usaha, skor ujian tidak lagi jadi perhitungan. Hal yang jadi perhitungan pada saat masuk dunia kerja dan usaha adalah kreativitas, keterampilan membaca peluang, daya tahan dalam penderitaan (sabar), kejujuran, ketekunan, disiplin, dan optimisme.


Menurut Mc Clelland, dikutif Thomas J. Stanley (2015), “nilai ujian tinggi hanya dapat meramalkan prestasi di sekolah, dan tidak meramalkan sukses dalam hal prilaku dan hasil lainya. Kondisi ini menandakan bahwa sudah saatnya kita merubah cara pandang pendidikan kita, berburu skor ujian adalah model pendidikan usang dan sudah tidak jadi tendensi lagi dia abad 21.

Kondisi ini sudah dipahami oleh negara-negara maju, seperti tetangga kita. Kondisi ini kita tangkap dari dialog menteri pendidikan Singapura ketika berkunjung ke Amerika. Orang Amerika bertanya kepada menteri pendidikan Singapura, “apa yang anda cari di sini, kaum muda anda sudah mendapat skor tertinggi dalam setiap uji prestasi standar internasional?”  Menteri pendidikan menjawab, “satu-satunya hal yang bisa dilakukan kaum muda kami adalah menempuh ujian”. (Stanley, 2015:80).

Dialog di atas mengindikasikan kegelisahan menteri pendidikan Singapura terhadap generasi penerusnya. Menteri Pendidikan Singapura, seolah-solah telah menyadari bahwa dunia pendidikan harus segera berubah haluan, karena abad sudah berpindah, dan cara hidup masyarakat sudah berubah.

Jika pendidikan kita masih mempertahankan ukuran skor ujian sebagai kualitas manusia terbaik, kita telah mengorbankan generasi-generasi kita yang kreatif, jujur, dan pekerja keras. Pendidikan kita telah mengabaikan perhatian dari jumlah penduduk potensial kita yang jumlahnya sangat banyak.

Secara konstitusional arah pendidikan kita sudah berubah haluan, dengan menjadikan pendidikan karakter sebagai tendensi pendidikan abad 21. Namun selalu kalah dengan persepsi masyarakat yang masih belum berubah. Ujian-ujian masuk perguruan tinggi, pemerintahan, militer, perusahaan, masih berkutat mempermasalahkan nilai skor ujian.

Belum ada sistem rekruitmen yang mengendepankan pada pendidikan karakter yang sudah digarap di sekolah-sekolah menengah. Pada kenyataannya dari hasil penelitian Stanley, mereka yang menduduki skor tinggi dengan yang rendah, pada akhirnya keadaan ekonomi mereka sama-sama baik. Bahkan para miliarder dunia, terlahir dari mereka yang skor ujiannya tidak tergolong tinggi. Padahal para miliarderlah yang berhasil mengubah keadaan ekonomi dunia saat ini. Masihkan kita percaya pada ujian skor tinggi? Sedangkan abad sudah berpindah, dan dunia sudah berubah.


Kepala SMAN 1 Cipeundeuy Bandung Barat

No comments:

Post a Comment

BERPIKIR CEPAT

Oleh: Dr. Toto Suharya, S.Pd., M.Pd. Berat otak manusia sekitar 1,3 kg atau 2% dari berat badan. Otak tidak pernah berhenti bekerja sekalipu...