Saturday, May 9, 2020

MITOS MASA PPDB

Oleh: Toto Suharya
(Kepala SMAN 1 Cipeundeuy Kabupaten Bandung Barat)

Ruh dasar Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) adalah pemerataan kualitas pendidikan dengan menghilangkan mitos sekolah-sekolah favorit yang jumlahnya terbatas. Setiap tahun jumlah sekolah favorit tidak pernah berubah dan melegenda menjadi cerita rakyat. Mitos-mitos disebarluaskan melalui obrolan sehari menjelang PPDB. Dalam mitos diceritakan seolah-olah lulusan-lulusan sekolah favorit kelak akan jadi manusia digdaya mengendalikan dunia. Untuk lebih meyakinkan mitos, dibumbui fakta kasuistis beberapa lulusan sekolah favorit yang sukses dan berkuasa.

Mitos berubah menjadi keyakinan masyarakat yang hendak menyekolahkan anaknya menjelang PPDB. Masyarakat dengan keyakinan sekolah favorit dapat mengubah hidup anak menjadi sejahtera, membabi buta berusaha sekuat tenaga, berbagai macam cara, pokoknya masuk sekolah favorit. Mereka telah berubah menjadi penyembah berhala bernama sekolah favorit. Bagi mereka sekolah favorit seperti Tuhan yang dapat menyelamatkan kehidupan manusia.

Mitos sekolah favorit bertahan berpuluh-puluh tahun. Sekolah terbelah menjadi dua jadi sekolah pintar dan sekolah bodoh. Selama puluhan tahun, kepala sekolah, guru-guru, anak-anak yang berada di sekolah bodoh, terpaksa menerima dianggap sekolah bodoh. Sekolah pintar diisi anak-anak dari golongan ekonomi atas dan sekolah bodoh diisi golongan ekonomi bawah. Prestasi-prestasi terbaik dianggap selalu lahir dari sekolah-sekolah pintar dan sekolah bodoh sudah dimaklumi memiliki nol prestasi.

Untuk menjaga mitos sekolah favorit gelaran acara-acara hedonis dengan mengundang artis dan mengeluarkan ratusan juta dipertunjukkan. Dihadiri para petinggi para penguasa, seolah-olah mengukuhkan bahwa sekolah favorit adalah yang sering dihadiri penguasa. Anak-anak yang lahir dari sekolah favorit seolah seperti dewa yang akan mengendalikan dunia. Sekolah bodoh yang ada dipinggir sungai, kali, sawah, tempat sampah, tidak menarik untuk dikunjungi apa lagi dibanggakan. Cerita ini terjadi dulu ketika manusia masih berpikir dengan kaca mata kuda.

Bau busuk itu kini sudah tercium oleh orang-orang yang diberi wangsit oleh Tuhan dalam dunia pendidikan. Sikap diskriminatif terhadap anak-anak manusia dengan membedakan sekolah pintar dan bodoh telah merugikan negara. Ratusna triliunan digelontorkan hanya untuk melahirkan anak bodoh dan pintar. Ini harus segera diakhiri. Obatnya adalah diberlakukan PPDB zonasi, masuk sekolah tidak lagi diukur melalui prestasi akademik dan non akademik tetapi dengan jarak dari rumah ke sekolah. Para pemuja sekolah favorit masih bereaksi menolak kebijakan PPDB zonasi, lalu memecah-mecah persyaratan masuk sekolah menjadi rumit dengan aturan prosentase seperti koperasi saat bagi hasil usaha.   

Tibalalah masa pemberlakuan bantuan operasional pemerintah daerah yang terpaksa memandang semua kelas ekonomi masyarakat sama. Terpaksa kelas atas harus turun kasta dan kelas bawah pasti naik kasta. Maka yang merasa dirugikan adalah kelas atas, karena biaya pendidikan yang tinggi menjadi tidak tertutupi. Ternyata sekolah favorit yang selama ini dimitoskan harus didukung oleh anggaran tinggi. Anggaran ini digunakan untuk membiaya program-program bergengsi sampai tingkat internasional hanya untuk mendapat piala juara lomba tingkat internasional agar mitos sekolah favorit tetap berkibar dan pasar tetap tinggi. Para juara di tingkat internasional pada kenyataannya tidak bisa menyelesaikan masalah masyarakat yang suka membuang sampah di sungai atau melempar begitu saja dipinggir jalan.


Betapa bodohnya kita bertahun-tahun menggiring anak-anak untuk berlomba, dan melahirkan juara-juara lomba diberbagai tingkat sampai internasional. Padahal pendidikan bertujuan membekali semua anak agar bisa beradaftasi dengan lingkungan di mana dia tinggal, mampu memecahkan dan mengelola potensi-potensi alam, ekonomi, sosial, budaya, agama, yang ada dlingkungannya masing-masing. Bertahun-tahun sekolah minim lahirkan lulusan-lulusan kreatif, berjiwa sosial tinggi, mau terlibat selesaikan masalah masyarakat, selalu optimis dan berdaya pikir unggul.

Kita telah menjadi masyarakat lemah. Sampah-sampah yang bertumpuk dan berceceran setiap hari di pinggir jalan, kita tidak mampu menyelesaikannya. Lalu bagaimana kita bisa menyelesaikan masalah-masalah besar seperti menghadapi masa atau pasca pandemi virus Corono, mengurangi pemanasan global, membuka lapangan kerja untuk pengangguran, dan mensejahterakan masyarakat miskin?

Saatnya mitos sekolah favorit kita hapus dari ingatan masyarakat dan kerajaannya kita runtuhkan. Berharap PPDB kelak diberlakukan 100 persen zonasi. Ini abad 21, “tidak ada anak yang bodoh!” Semua bergerak pemerintah, masyarakat, sekolah, mendorong terwujudnya sekolah berkinerja unggul. Sekolah harus berkomitmen melahirkan lulusan-lulusan berkarakter religius, suka bekerja sama, peduli lingkungan alam dan sosial, dan selalu bergerak kreatif  menyelesaikan masalah-masalah sekecil apapun yang ada di lingkungan alam dan masyarakat.

Paradigma semua sekolah unggul harus mulai disosialisasikan terutama kepada masyarakat yang masih terbelenggu mitos sekolah favorit. Sebarkan jargon, “semua sekolah sama, semua anak cerdas”. Penguasa jangan lagi kunjungi sekolah-sekolah, tetapi beri arahan dan optimisme kepada semua, bergeraklah semua membangun sekolah unggul dengan membangun kinerja unggul. Wallahu’alam.

2 comments:

  1. Saya setuju dengan opini di atas bahwa kita harus meruntuhkan kerajaan mitos sekolah favorit. Menurut saya, selaku mantan palajar yang beberapa tahun lalu masih bersekolah di sekolah yang bukan termasuk favorit, bukan sekolah favorit yang akan merubah kita untuk menjadi manusia berguna, tapi para pendidik dan diri kita sendiri. Percuma saja jika sekolah di tempat favorit tapi tetap saja tidak ada yang bisa merubah dalam kehidupan bermasyarakat. Seperti halnya membuang sampah sembarangan. Ini adalah salah satu hal sepele yang harus dibenahi mulai dari sekolah dengan cara membiasakannya. Di kehidupan bermasyarakat nanti bukan kecerdasan otak saja yang bisa diandalkan untuk menjalani hidup, yang paling penting adalah kecerdasan bersosial.

    ReplyDelete

BERPIKIR CEPAT

Oleh: Dr. Toto Suharya, S.Pd., M.Pd. Berat otak manusia sekitar 1,3 kg atau 2% dari berat badan. Otak tidak pernah berhenti bekerja sekalipu...